Banjir bandang dan tanah longsor mendera beberapa perkampungan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padangsidimpuan, dan Kabupaten Mandailing Natal. Orang-orang tewas, orang-orang mengalami luka fisik dan psikologis, orang-orang kehilangan harta berharga, dan orang-orang kehilangan harapan.
Peristiwa ini menegaskan, bencana alam itu membuat rakyat sangat terpukul. Rakyat semakin terpukul karena manajemen mitigasi bencana sangat buruk. Bantuan tak kunjung datang, rakyat yang hancur lebur masih harus memikirkan cara menyelamatkan diri. Rakyat juga masih harus memikirkan cara bertahan hidup di tengah-tengah bencana tanpa kepastian sumber pangan.
Siapa pun, ternyata, tak pernah siap menghadapi bencana alam. Jangankan rakyat, entitas yang tidak pernah diberitahu tentang anacaman-ancaman bencana yang ada di sekitarnya, ternyata para pejabat yang sudah tahu ancanam-ancaman bencana alam itu tidak punya kebijakan antisipasi sejak awal.
Mengharapkan pejabat (pemerintah) untuk memberikan solusi cepat sama saja dengan mengharapkan tanduk pada kuda. Para pejabat justru kehilangan orientasi, terdiam, dan butuh tiga hari untuk bisa mengambil kebijakan. Tentu saja pejabat pemerintah layak disalahkan karena kepekaannya kurang sensitif atas penderitaan korban bencana.
Sebut saja Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, orang yang dicitrakan gesit dan terbiasa berpikir taktis sebagai mantan pengelola Bank Sumut, baru bisa bergerak menemui rakyat yang tertimpa bencana pada 27 November 2025. Itu artinya, Bupati Gus memerlukan tiga hari setelah bencana alam terjadi pada 24 November 2025, untuk mau bertemu dengan rakyatnya.
Selama tiga hari, seharusnya banyak korban yang bisa diselamatkan. Mereka yang tertimbun, dalam hitungan jam mestinya bisa diselamatkan jika alat-alat berat bisa langsung didatangkan.
Tentu saja alat-alat berat itu hanya akan bergerak atas perintah Bupati Tapsel. Ia hanya perlu menghubungi rekanan yang ada di berbagai wilayah, hanya perlu mengangkat teleponnya.
Rakyat yang dihantam bencana, lebih cepat traumatik. Mereka butuh orang yang mampu menenangkan. Mereka tidak pernah didera bencana alam yang begitu parah, bencana yang menghancurkan harapan mereka.
Tapi, jelas, bahwa bencana alam yang terjadi ini telah menunjukkan, bahwa setiap wilayah perkampungan penduduk di Kabupaten Tapsel, Kota Padangsidimpuan, dan Kabupaten Madina tidak pernah benar-benar disiapkan untuk menghadapi bencana alam.
Semua harus dibenahi. Pemerintah daerah harus mengevaluasi diri. Jika para petugas perlu dilatih sistem mitigasi bencana, merekla harus segera dilatih. Selain itu, pemerintah daerah juga harus mulai membuka diri untuk mengajak entitas yang lebih mengerti bagaimana mengendalikan bencana alam. Bagaimana menghadapi bencana alam. Bagaimana menangani para korban.
Yang terpenting, pemerintah daerah harus belajar kembali bagaimana membuat kebijakan agar benar-benar bijak.

COMMENTS