.

Menjaga Habitat Orangutan Tapanuli di Areal Tambang Emas

item-thumbnail
Orangutan Tapanuli, satwa langka yang hanya ada di Ekosistem Batangtoru. (Foto: SCOP)
Lanjut baca »

Warga Tapsel Versus TPL, Konflik Dari Tahun ke Tahun

item-thumbnail
Foto udara hamparan tanaman eukaliptus muda di areal izin PT TPL. Foto: Auriga Nusantara.

Konflik antara warga dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kembali memanas di Kabupaten Tapanuli Selatan.  Konflik yang pernah terjadi 2013 lalu, terulang lagi setelah perusahaan produsen bubur kertas (pulp) itu menggarap lahan konsesi di Kecamatan Angkola Timur yang ternyata lahan budidaya warga.


Penulis: Tim Sinar Tabagsel | Editor: Budi Hutasuhut

Eksavator milik PT Toba Pulp Lestari (TPL)  meraung saat merubuhkan tanaman-tanaman budidaya milik warga di sejumlah desa di Kecamatan Angkola Timur.  Ratusan batang pohon karet dan tanaman produksi lainnya tumbang di kebun-kebun yang dikelola warga tanpa ada ganti rugi.  

Aksi para  operator alat-alat berat itu mendapat kecaman dari warga pemilik  lahan.  Mereka memaksa operator menghentikan kegiatan dengan alasan lahan-lahan itu bukan milik PT  TPL.  Namun, operator alat-alat berat bergeming, mengaku menjalankan perintah dari manajemen PT TPL. Perang mulut antara warga dengan pihak PT TPL terjadi. Kondisi ini dikhawatirkan akan menimbulkan konflik yang dapat merugikan banyak pihak. 

Merasa haknya telah direbut, ratusan warga pemilik lahan dari Kecamatan Angkola Timur mengadukan nasib buruk yang menimpa mereka ke Bupati Tapanuli Selatan dan DPRD Tapanuli Selatan sambil membawa salinan sertifikat tanah yang menjadi alas hak mereka. Aksi yang digelar masyarakat didukung kalangan LSM dan ormas, namun,  baik Pemda Tapanuli Selatan maupun DPRD Tapanuli Selatan belum punya solusi terkait persoalan tersebut. 

Kondisi ini membuat warga  yang merasa telah puluhan tahun menguasai lahan dan punya sertifikat merasa tidak didukung oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan. Mereka berharap agar Bupati Tapanuli Selatan Dolly Putra Parlindungan Pasaribu memikirkan nasib rakyat yang telah memilihnya dalam Pilkada 2020 lalu. 

Dari catatan Sinar Tabagsel, warga di Kecamatan Angkola Timur merupakan pendukung utama saat Bupati Dolly Putra Parlindungan Pasaribu mencalonkan diri menjadi Bupati Tapanuli Selatan periode 2019-2024.  Melalui tim sukses dari lingkungan Partai Gerindra Tapsel, yakni anggota DPRD Tapsel dari daerah pemilihan Sipirok dan Angkola Timur,  masyarakat Kecamatan Angkola Timur memberikan suara untuk memilih Bupati Pasaribu. 

"Kami ingin Bupati Tapsel memihak pada masyarakat," kata masyarakat Kecamatan Angkola Timur.

Tahun 2013 lalu, konflik  warga versus PT TPL sudah pernah muncul.  Saat itu Kabupaten Tapanuli Selatan dipimpin Bupati Syahrul Mangapul Pasaribu. Konflik antara warga Kecamatan Angkola Timur versus PT TPL akibat penyerobotan tanah warga oleh perusahan produsen pulp  itu.  Saat itu, tidak ada solusi yang dibuat dan persoalan itu dianggap selesai.

Tahun 2024,  ketika Bupati Dolly P Pasaribu-- anak dari Syahrul Pasaribu--menjadi Bupati Tapsel,  konflik kembali pecah akibat persoalan yang sama. Persoalan konflik tanah diwariskan Bupati  Syahrul M Pasaribu kepada Bupati Dolly P Pasaribu tidak kunjung ada solusinya. 

Hingga di penghujung masa jabatannya pada 2024 ini,  Bupati Dolly Pasaribu tak kunjung menyelesaikan konflik yang merugikan warga tersebut.

Sejumlah warga mensinyalir,  Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan tidak ada niat menyelesaikan konflik bertahun-tahun ini.   Pasalnya,  Pemda Tapsel  acap menjalin kemitraan dengan PT TPL, terutama terkait upaya mengatasi stunting yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan.  

Sebagaimana diberitakan di website resmi Pemda Kabupaten Taposel edisi 2 November 2023, disebutkan PT Toba Pulp Lestari memberi bantuan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk jatah 2 bulan, yang diterima oleh Ketua Tim Penggerak PKK Tapsel, Ny. Rosalina Dolly Pasaribu.

Ketua Tim Penggerak PKK Tapsel, Ny. Rosalina Dolly Pasaribu,  seusai memberikan bantuan makanan tambahan untuk 8 anak, bersama Manager PT. Toba Pulp Lestari, Kepala Dinas PP&KB Tapsel, Satgas Stunting Tapsel, Camat Angkola Timur, Ketua TP. PKK Angkola Timur, dan Forkopimcam Angkola Timur di Aula Kantor Camat Angkola Timur, Selasa,  31  Oktober 2023.

Kemitraan PT TPL dengan Pemda Tapsel berlanjut dalam bentuk CSR, di mana PT TPL berkali-kali memberikan bantuan untuk meningkatkan fasilitas umum dan fasilitas publik yang ada di Kecamatan Angkola Timur.  Bantuan-bantuan dari PT TPL  yang disampaikan melalui Kecamatan Angkola Timur, membuat warga menolak menyampaikan persoalan mereka kepada pemerintah setempat. 

Kedekatan PT TPL  dengan Pemda Tapanuli Selatan  membuat konflik tanah tidak  kunjung diselesaikan sejak 2013.  

Penyebab Konflik

Penyebab konflik  terulang karena PT TPL memfokuskan pengolahan lahan konsesi yang ada di Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel) sejak Januari 2024.  Tahun-tahun sebelumnya,  TPL masih punya persediaan bahan baku pembuatan pulp berupa kebun eukaliptus di sejumlah lahan konsesi di Sumatra Utara. Akhir tahun 2023 lalu, hutan-hutan eukaliptus itu dipanen yang diduga menjadi menyebabkan terjadinya banjir bandang di sejumlah titik di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Samosir. 

Baca: Panen Raya Eukaliptus TPL, Penyebab Banjir Sekitar Danau Toba 

Pasca panen raya itu, PT TPL membuat program mengembangkan kebun eukaliptus di wilayah Tabagsel pada tahun 2024.  Berdasarkan rilis yang diterima Sinar Tabgsel, perusahaan produsen pulp itu mengaku memiliki lahan konsesi seluas 28.340 hektare di Tabagsel. Monang Simatupang, salah seorang direksi PT TPL,  mengatakan lahan konsesi  di Tabagsel dikelola oleh Sektor Tapanuli Selatan Padang Sidimpuan, terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan, dan Kabupaten Padanglawas Utara. 

Tidak dirinci di mana persisnya letak geografis lahan konsesi PT TPL seluas 28.340 hektare. Misalnya, berapa hektare dari 28.340 hektare lahan konsesi itu yang ada di dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dan di mana saja posisi persisnya lahan yang dimiliki PT TPL tersebut di  Kabupaten Tapanuli Selatan.  

Masyarakat  menyebut PT TPL tidak mau transparan  terkait letak geografis  dari 28.340 hektare lahan konsesi yang ada di Tapanuli Selatan, karena PT TPL sesungguhnya tidak punya peta lokasi lahan konsesi itu.  PT TPL mengklaim  lahan yang digarap warga merupakan 28.340 hektare lahan konsesi yang dimilikinya.

PT TPL mengakui keberadaan lahan konsesi 28.340 hektare itu mengacu pada SK Menteri Kehutanan. Pengakuan serupa dipertahankan PT TPL sejak pertama kali konflik terjadi pada 2013. PT TPL mengklaim memiliki lahan 28.340 hektare berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: SK. 704/Menhut-II/2013 tanggal 21 Oktober 2013 tentang Penetapan Batas Areal Kerja PBPH Perseroan.  Lahan yang diberikan pemerintah sebagai konsesi PT TPL berbentuk hutan negara,  meskipun kenyataan di lapangan hutan negara yang dimaksudkan berbentuk perkampungan dan lahan-lahan budidaya milik masyarakat. 

Dari penelusuran Sinar Tabagsel, lahan konsesi PT TPL yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan saat ini terkonsentrasi di Kecamatan Angkola Timur dan   Kecamatan Saipar Dolok Hole.  Di Kecamatan Angkola Timur,  ada kantor PT TPL Sektor Tapanuli Selatan-Padang Sidimpuan.  Jalan selebar delapan meter dibuka menuju kantor  itu, melintasi kawasan hutan eukaliptus, dan di sepanjang jalan menuju ke gerbang utama Kantor PT TPL dipasang iklan pengumuman berbunyi "Selamat Datang di Areal Konsesi PT Toba Pulp Lestari".   

Area konsesi TPL yang dimaksud merupakan areal konsesi yang awalnya diberikan pemerintah Orde Baru kepada PT Indo Rayon Inti Utama,  perusahaan bubur kertas (pulp) yang didirikan oleh konglomerat Sukanton Tanoto.  Saat reformasi, PT Indo Rayon Inti Utama itu telah ditutup Presiden BJ Habibie pada Januari 1999.  Sebab itu, semua lahan yang diberikan pemerintah Ortde Baru kepada PT Indo Raypon Inti Utama juga dihapus. 

Pada 15 November 2000 PT Inti Indorayon Utama berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari.  Perusahaan baru ini  seakan-akan merupakan perusahaan lama,  menjadi pemilik semua lahan konsesinya yang diberikan untuk  bernama PT Indo Rayon Inti Utama. Namun, bagi masyarakat penutupan PT Indo Rayon Inti Utama oleh Presiden BJ Habibie  menjadi momentum untuk mengembalikan hak rakyat yang pernah dirampas pemerintrah Orde Baru. 

Ketika pemerintrah Orde Baru dipimpin Presiden Soeharto, PT Indo Rayon Inti Utama memperoleh konsesi logging yang disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atas ribuan hektare lahan hutan di Provinsi Sumatra Utara.  Pemberian HPH itu dilakukan pada era Menteri Kehutanan Hasrul Harahap. Sejak mendapat HPH, PT Indo Rayon Inti Utama membabat kawasan hutan yang ada di Sumatra Utara, termasuk hutan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Pada tahun 1999,  HPH yang dimiliki Indorayon mencapai 269.000 hektare. Sebarannya di Kabupaten Tapanuli utara (17.943 Ha), Tapanuli Selatan (41.818 Ha), Dairi (31.627 Ha), Simalungun (22.533 Ha), dan Tapanuli Tengah (5.139 Ha). 

Sebanyak 41.818 hekatre hutan negara yang dibabat PT Indo Rayon Inti Utama di Kabupaten Tapanuli Selatan, terkonsentrasi di Kecamatan Sipirok. Pada saat itu, Kabupaten Tapanuli Selatan belum dimekarkan dan Kecamatan Sipirok masih menyatu dengan wilayah Kecamatan Arse, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Aek Bilah, Kecamatan Angkola Timur, dan Kecamatan Sipiongot. 

Dari 41.818 hektare hutan negara di Kabupaten Tapanuli Selatan yang dibabat PT Indo Rayon Inti Utama,  pasca reformasi menjadi lahan konsesi milik PT TPL yang luasnya 28.340 hektare. 

Dari  data yang dikumpulkan Sinar Tabagsel,  areal konsesi PT TPL yang ada di Tabagsel dan dikelola oleh TPL Sektor Tapanuli Selatan-Padang Sidimpuan terdiri dari 13,265 hektare di Kabupaten Tapanuli Selatan, di Kabupaten Padanglawas Utara sebanyak 13,236 hektare, dan Kota Padang Sidimpuan  1,839 hekatre

Di Kabupaten Tapanuli Selatan, areal konsesi sebanyak 13.265 hektare itu terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Sipirok. 

Namun,  pasca reformasi pada 1998,  sebagian besar lahan PT TPL yang sebelumnya bernama PT Ini Indorayon Utara, diambil Menteri Kehutanan untuk pembangunan Markas Komando  dan asrama Bataltyon C Pelopor Satuan Brigadir Mobil, Polda Sumatra Utara. 

Selain itu, dampak keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 37 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tapanuli Selatan,  Menteri Kehutanan berdasarkan SK.244/Menhut-II/2011 melepaskan 271,10 hektare kawasan hutan produksi Sipirok yang merupakan konsesi PT TPL untuk pembangunan pertapakan kantor Bupati Tapsel.  Amant UU itu menyebut, ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan terletak di Kecamatan Sipirok.

Dengan pemekaran wilayah, Pemda Tapsel kemudian memekarkan wilayah Kecamatan Sipirok menjadi Kecamatan Arse, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Aek Bilah, Kecamatan Angkola Timur, dan Kecamatan Sipiongot.  Dengan adanya perubahan administrasi pasca pemekaran kecamatan, maka areal konsesi milik PT TPL seluas 13.236 hektare yang ada di kabupaten Tapanuli Selatan tidak lagi terkonsentrasi di Kecamatan Sipirok, tetapi di Kecamatan ANgkola Timur, Kecamatan Saipar Dolok Hole, dan Kecamatan Aek Bilah. 

Namun, mengacu pafda amanat Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2011 tanggal 16 Pebruari 2011 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pemda Tapanuli Selatan menyusun Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli selatan Nomor 5 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2017 -2037. Di dalam Perda RTRW ini  ditetapkan kawasan-kawasan  hutan di Kabupaten Tapanuli Selatan per wilayah kecamatan dan fungsi dari kawasan hutan tersebut.

Di dalam Perda RTRW tersebut, Pemda Kabupaten Tapsel memiliki kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai resapan air seluas 134.176 hektare, terletak di Kecamatan Angkola Timur, Aek Bilah, Saipar Dolok Hole, Arse, Sipirok, Batang Angkola, Sayurmatinggi, Angkola Barat, Angkola Selatan, dan Tano Tombangan Angkola. Dari luas hutan lindung itu, sebanyak 153,63 hektare yang ada di Kecamatan Tano Tombangan Angkola bisa dikonversi atas persetujuan DPRD Tapsel. Mengacu pada Perda RTRW tersebut, maka hutan lindung yang ada di Kecamatan Angkola Timur tidak bisa dikonversi menjadi areal lain seperti budidaya eukaliptus sebagaimana dilakukan PT TPL. 

Selain hutan lindung, Kabupaten Tapsel memiliki kawasan Suaka Alam seluas 14.897 hektare yang terletak di Kecamatan Sipirok dan berstatus sebagai Cagar Alam Dolok Sipirok dan Cagar Alam Dolok Sibualbuali. Namun, sebanyak 53,96 hekatre dari lahan itu yang ada di Kecamatan Sipirok bisa berubah status namun atas sepersetujuan DPRD Tapsel.

Sedangkan hutan produksi terbatas di Kabupaten Tapsel seluas 83.626 hektare, terletak di Kecamatan Ake Bilah, Saipar Dolok Hole, Batang Angkola, Angkola Selatan, Sayurmatinggi,  Angkola Barat,  Angkola Sangkunur, Muara Batangtoru, dan Tano Tombangan Angkola. Artinya, berdasarkan Perda RTRW Kabupaten Tapanuli Selatan, di wilayah Kecamatan Angkola Timur yang sedang konflik dengan PT TPL, tidak ada hutan produksi.   

Dari PKR sampai Tanah Konsesi

Tidak jelasnya di mana posisi geografis lahan konsesi PT TPL seluas 28.340 hekatre di Kabupaten Tapanuli Selatan, membuat perusahaan asal-asalan menunjuk lahan yang ada.  Pasalnya, PT TPL membutuhkan bahan baku membuat bubur kertas dari tanaman budidaya eukaliptus. 

APL Cagar Alam Dolok Sipirok di Aek Latong ditanami PT TPL dengan eukaliptus dengan pola Perkebunan Kayu Rakyat.

Tingginya kebutuhan bahan baku untuk produksi pulp itu, membuat PT TPL sering menanam eukaliptus di kawasan hutan lindung, atau di yang sebenarnya berfungsi sebagai Areal Penggunaan Lain (APL)  dengan memanfaatkan pola Perkebunan Kayu Rakyat (PKR). Hal ini dilakukan PT TPL  di areal APL Cagar Alam Dolok Sipirok dan APL Cagar Alam Dolok Sibualbuali, padahalk kawasan APL tersebut berfungsi sebagai kawasan sumber pangan dari hewan sangat dilindungi Orangutan Tapanuli. 

Meskipun begitu, PT TPL selalu ngotot memiliki lahan konsesi seluas 28.340 hekatre di Tabagsel.  Namun, bila mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2011 tanggal 16 Pebruari 2011 tentang Penqukuhan Kawasan Hutan, pembuktian hak-hak pihak ketiga berupa hak atas tanah ditunjukkan dengan adanya bukti yang diperoleh sebelum penunjukan kawasan dan perubahannya berupa:  hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan. 

Masyarakat di Kecamatan Angkola Timur memiliki sertifikat atas tanah mereka yang diklaim PT TPL sebagai lahan konsesinya.  Surat sertifikat tanah yang dimiliki masyarakat dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) . 

Humas PT TPL, Bahara Sibuea,  mengatakan lahan yang disertifikatkan BPN Tapsel atas permohonan masyarakat adalah lahan yang berada di kawasan hutan negara yang menjadi lahan konsesi TPL.   

“Kami sangat menyayangankan terbitnya sertifikat tanah di lahan konsesi ini," kata Bahara Sibuea seperti diberitakan Berita Toba, Selasa,  19 Maret 2024.

Lahan hutan negara yang dimasudkan Bahara Sibuea itu merupakan lahan yang sudah diolah oleh masyarakat sejak lama.  Berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan BPN Tapanuli Selatan,  lahan yang diklaim PT TPL sebagai konsesinya di wilayah  Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, merupakan lahan milik warga. Lahan-lahan itulah yang ditanami warga dengan tanaman keras seperti karet, kakao, kopi, dan lain sebagainya.


Lanjut baca »

Bank Pelat Merah Danai Perusahan Pelaku Perusakan Hutan

item-thumbnail

Bank-bank pelat merah yang merupakan BUMN (badan usaha milik negara) seperti BRI, BNI 46, Bank Mandiri, serta bank swasta raksasa, BCA, turut andil dalam perusakan (deforestrasi) hutan di Indoinesia. 

Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady K. Harahap

Bank-bank asal Indonesia termasuk bank terbesar di Asia Tenggara. Bank-bank ini ternyata menyediakan pembiayaan sekitar 30,5 miliar dolar AS (40 persen) dari total kredit bagi perusahaan kelapa sawit, pulp dan kertas, karet, serta kayu yang beroperasi di Indonesia. 

Dalam aporan Banking on Biodiversity Collapse (BOBC)  yang disusun Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia bersama Koalisi Forests & Finance, mengungkapkan Bank Mandiri, BRI, BNI 46, dan BCA  berperan mendorong deforestrasi, hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan pelanggaran hak asasi manusia di kawasan hutan tropis di Indonesia. 

"Bank-bank ini seharusnya menjalankan komitmen Nol Deforestasi, Nol Pembangunan di Lahan Gambut, dan Nol Eksploitasi (NDPE) pada tingkat grup perusahaan yang berisiko buruk untuk hutan, dan meminta perusahaan mematuhi komitmen tersebut sebagai syarat pembiayaan," kata Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Linda Rosalina.

Belum ada satupun  dari lima bank terbesar di Indonesia itu yang mengadopsi  komitmen lingkungan sesuai NDPE ini. Sementara bank-bank yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Jepang mulai mengadopsi kebijakan yang sejalan dengan NDPE.

"Banking on Biodiversity Chaos melaporkan sekitar US$ 30,5 miliar mengalir untuk mendanai komoditas berisiko terhadap hutan dan mendorong deforestasi besar-besaran," kata Linda Rosalina.

Sektor keuangan Indonesia belum membahas risiko terkait perusahaan bayangan yang berada di bawah kendali yang sama dengan grup-grup perusahaan produsen terbesar di Indonesia. 

Linda Rosalina menilai, kondisi ini diperparah melemahnya Taksonomi Hijau OJK sebagai regulator. Sejak  2024,  OJK menggunakan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI), sehingga melemahkan pedoman lingkungan hidup di beberapa sektor termasuk energi dan pertambangan. Perubahan ini memberikan sinyal yang membingungkan bagi pelaku pasar keuangan mengenai di mana mereka harus mengalokasikan modalnya. 

Perusahaan-perusahaan penerima pembiayaan dari bank pelat merah di Indonesia di antaranya Grup Sinar Mas (GSM), pengendali Asia Pulp & Paper dan Golden Agri Resources. Grup usaha yang didirikan konglomenrat Eka Tjipta Widjaya ini teridentifikasi menerima 38 persen dari kredit yang dikucurkan untuk sektor ini. 

Sedangkan Grup Royal Golden Eagle (RGE) menerima 5,8 miliar dolar AS. Pembiayaan kepada RGE sebagian besar ditujukan pada pulp & paper, dan sebagian kecil ditujukan pada minyak sawit. 

Environmental Paper Network (EPN) pada 23 Mei 2023, mengeluarkan laporan berjudul "Deforestation in the RGE Group’s supply chain and RGE’s hidden links to a new mega-scale pulp mill in North Kalimantan, Indonesia",  yang menyebut  deforestasi dalam rantai pasokan Grup RGE berhubungan dengan pabrik pulp skala besar baru di Kalimantan Utara.

Grup RGE sebagai salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar di dunia, masih mengalami deforestasi dalam rantai pasokan pulpnya. RGE juga terhubung dengan pabrik pulp skala besar baru yang sedang dibangun di timur laut Kalimantan, Indonesia yang diperkirakan akan mengancam beberapa hutan hujan tropis terbesar di dunia. 

Berdasarkan pendokumentasian Pusaka Bentala terdapat 20 grup perusahaan kelapa sawit yang menguasai lahan perkebunan skala luas di Papua. Salah satunya adalah Korindo Group atau Tunas Sawa Erma Group (berubah nama sejak 2021) yang menguasai lahan 148.652 ha melalui tujuh perusahaan. 

Direktur Pusaka, Franky Samperante, menilai investasi yang masuk di Papua telah menyebabkan meluasnya alih fungsi kawasan hutan adat menjadi areal usaha komoditi komersial dan beralihnya kontrol penguasaan dan pemilikan tanah dan hutan kepada segelintir pemodal, yang menyingkirkan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat.

“Brutalnya akumulasi kapital dalam sektor perkebunan kelapa sawit telah berkontribusi dalam peningkatan laju deforestasi dan bencana ekologi, cuaca ekstrem, kekeringan dan kebakaran lahan, gizi buruk dan kelaparan, serta kekerasan fisik dan mental," ujarnya.

Lembaga-lembaga ini pun menuntut lembaga keuangan seperti perbankan dan regulator keuangan seperti OJK untuk segera mengambil langkah-langkah dalam menyelaraskan aliran keuangan mereka agar sejalan dengan tujuan kebijakan publik internasional. Sektor keuangan harus mengadopsi setidaknya 5 prinsip dasar, yang mencakup menghentikan dan memulihkan hilangnya keanekaragaman hayati, menghormati dan memprioritaskan hak-hak Masyarakat Adat dan lokal, mendorong transisi energi yang berkeadilan, memastikan integritas ekosistem LST, dan menyelaraskan tujuan kelembagaan lintas sektor, isu, dan instrumen.


Lanjut baca »

Hanya 30 Ekor Bayi Penyu yang Dilepaskan di Desa Muara Upu

item-thumbnail

Hanya 30 ekor tukik (bayi penyu) yang dilepaskan akhir tahun 2023 lalu di Desa Muara Upu, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan. 


Penulis: Hady K HarahapEditor: Budi Hutasuhut

Operasi Semut Tabagsel (OPS) kembali menggelar acara Pantai Barat Camp yang ke-5 (PBC-V) pada 29-31 Desember 2023. Perhelatan bertema lingkungan ini adalah agenda tahunan yang rutin dilaksanakan tiap akhir tahun di Desa Muara Upu, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Pelepasan bayi penyu (tukik) ke laut lepas merupakan kegiatan utama dari serangkaian kegiatan lainnya yang diadakan di sana.

Abdul Rojack Hasibuan selaku ketua panitia menuturkan bahwa sebanyak 327 peserta turut meramaikan acara PBC-5 ini. Namun, berhubung jumlah bayi penyu yang akan dilepaskan hanya berjumlah 30 ekor, maka tidak semua peserta yang mendapat kesempatan secara langsung melepaskan bayi tukik ke lautan. Kendati demikian, Rojack menyebut bahwa antusiasme peserta tetap tinggi menyaksikan momen langka tersebut di bibir pantai.

“Saya senang sekali untuk pertama kalinya bisa menyentuh dan melepaskan bayi penyu ini ke laut. Ini adalah momen berharga yang tidak akan saya lupakan seumur hidup,” ungkap Butet, salah seorang peserta yang ditemui oleh Sinar Tabagsel.

Lain Butet lain pula dengan Novi, peserta yang masih duduk di bangku SMA tersebut menerangkan bahwa setelah mengikuti acara PBC-V akhirnya ia mengetahui kalau kura-kura dan penyu itu ternyata tidak sama. Ada sejumlah perbedaan yang membedakan keduanya. Mulai dari bentuk tubuh hingga cara hidupnya.

“Saya beruntung sekali bisa mengikuti acara Pantai Barat Camp ini, karena selain bisa menikmati indahnya lautan, saya juga bisa menambah pengetahuan di bidang lingkungan,” sambung Novi.


Perlu diketahui juga bahwa acara yang didominasi oleh generasi muda ini juga mendapat dukungan dari Dinas Pariwisata Tapanuli Selatan. Hal ini dibuktikan dengan digratiskannya tiket kepada seluruh peserta. Tidak sampai di situ, setiap peserta juga diberikan logistik untuk bahan masakan, bahkan panitia juga menyediakan transportasi gratis bagi peserta yang tidak memiliki kendaraan menuju lokasi acara. Dengan kata lain, peserta hanya perlu membawa tenda saja untuk mengikuti kegiatan PBC-V karena hal tersebut diluar tanggungan panitia.

“Semoga di acara Pantai Barat Camp selanjutnya tidak hanya logistik dan transportasi saja yang ditanggung panitia, tapi juga tendanya sekalian. Jadi kami para peserta ini cukup membawa badan saja,” terang Dina dengan nada sedikit bercanda.

“Tapi mudah-mudahan akses jalannya juga diperbaikilah. Pegal juga pinggang kami lewat dari jalan rusak, penuh lumpur, dan berlubang-lubang gitu,” sambung Dina dengan agak ketus

Keberadaan spesies penyu di Pantai Muara Upu telah menunjukkan secara jelas bahwa ekosistem pantai di sana masih sangat asri. Pasalnya, penyu merupakan indikator kelestarian ekosistem laut. Apabila penyu sudah tidak ditemukan lagi bertelur di sebuah kawasan pantai, maka dapat dipastikan kalau kelestarian ekosistem di kawasan pantai tersebut sudah rusak. Hal tersebut di sampaikan oleh Erwin Siregar, selaku narasumber dalam acara PBC-V yang juga merupakan ketua dari Lembaga Ovata Indonesia (LOI).

“Kita berharap agar keberadaan penyu di Pantai Muara Upu itu dapat terus terjaga karena pantai ini merupakan satu-satunya pantai kebanggaan masyarakat Tapanuli Selatan,” Erwin menjelaskan.

Lebih lanjut, Operasi Semut Tabagsel (OPS) merupakan komunitas yang dibentuk pada 2018 lalu oleh sekelompok pemuda yang memiliki komitmen tinggi terhadap dunia konservasi, khususnya pelestarian lingkungan di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel). Sejauh ini, sejumlah kegiatan bertema lingkungan telah mereka gelar, di antaranya adalah pelepasan penyu di pantai Muara Upu.

Lanjut baca »

Longsor dan Cuaca Ekstrem Bayangi Pemudik Natal dan Tahun Baru 2024

item-thumbnail

Longsor di Kecamatan Pahae Jae, Taput, membuat jalur mudik Nataru putus total

Juirnalis: Hady K. Harahap | Editor: Budi Hutasuhut 

Para pemudik Natal dan Tahun Baru 2024 (Nataru) harus ekstra hati-hati jika hendak ke Sumatra Utara karena dibayangi bencana tanah longsong, banjir, dan cuaca ekstrem sepanjang jalur mudik. Beberapa titik di wilayah Kabupaten tapanuli Selatan dan Kabupaten tapanuli Utara, yang merupakan Jalur Lintas Tengah Sumatra,  telah telah terjadi longsor yang membuat arus lalu-lintas jadi macet.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sudah mewantio-wanti kondisi cuaca ekstrem beresiko terhadap para pemudik. 

"Cuaca ekstrem di wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk Jawa dan Sumatera bagian selatan, berpotensi terus terjadi bahkan setelah Natal hingga awal bulan 2024. Itu potensi hujan lebat bisa sampai ekstrem dapat disertai angin kencang,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, lewat keterangan resmi dalam situs BMKG. 

Dia menegaskan, sebelum Natal datang, potensi cuaca ekstrem perlu diwaspadai, terutama di wilayah utara Indonesia yang berbatasan dengan daerah khatulistiwa. "Terutama di Sumatera Utara, Aceh, dan Kalimantan,” tambah dia. 

Sejumlah titik longsor sudah terjadi di jalur Lintas Tengah Pulau Sumatra, terutama memasuki wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara. Titik bencana juga terjadi di perbatasan Tapanuli Utara dengan Tapanuli Tengah. 

Dalam sepekan terakhir, tanah longsor di wilayah Tapanuli Utara. Dua titik jalan di Tapanuli Utara di Kecamatan Pahae Jae dan Kecamatan Pahae Julu tertimbun longsor pada 18 Desember 2023 lalu. Arus lalu lintas dari Taput-Tapsel sempat putus total.

Longsor itu terjadi di waktu yang bersamaan. Longsor turut membawa kayu besar tumbang dan menutup ruas jalan  dan menutup sekitar tujuh meter jalan. Bahkan, sebuah truk yang saat itu tengah melintas menuju arah Kota Medan, terguling ke jurang. 

Dalam hitungan hari, terjadi lagi longsor dan menimbun ruas jalan penghubung Tapanuli Utara -Tapanuli Selatan, tepatnya di Aek Sitapean, Desa Lontung Dolok, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), pada Sabtu, 23 Desember 2023.

Timbunan longsor menutupi seluruh badan jalan sepanjang 50 meter, mengakibatkan arus lalu lintas dari kedua arah Taput-Tapteng, putus total. Pada saat terjadinya longsor, 2 unit mobil yang sedang melintas, tertimbun tanah dan terseret keluar dari badan jalan.

Sopir dan penumpang di dalam kedua mobil yang tertimpa tanah selamat, karena adanya pertolongan cepat dari Polsek Pahae Julu.

Kondisi lalu lintas yang macet total diperparah oleh tingkah para sopir yang tidak mau antre. Akibat tidak adanya petugas yang mengendalikan kemacetan, para sopir memaksakan diri untuk melewati jalur. Akibatnya, mobil tertahan karena tidak bisa melintas. Kemacetan baru terurai setelah petugas turun tangan.

Selain itu, mudik Nataru tahun ini masih ditemukan kendaraan-kendaraan berat yang ikut memperparah kemacetan dan menjadi penyebab kemacetan di titik-titik tertentu. Misalnya, di tanjakan batu jomba di Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan, banyak kendaraan berat yang tidak sanggup menanjak dan terguling. 

Lanjut baca »

Panen Raya Eukaliptus TPL, Penyebab Banjir Sekitar Danau Toba

item-thumbnail
Akibat banjir di Humbang Hasundutan.

Jurnalis: Budi  Hutasuhut | Editor: Hady K. Harahap

Banjir bandang dan tanah longsor menghantam masyarakat di sekitar Danau Toba. Korban jiwa dan kehilangan sumber kehidupan dampak yang akan berpengaruh lama bagi masyarakat. Bencana ini terjadi pasca panen raya eukaliptus oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Tiga bencana besar tercatat di rentang November hingga Desember 2023 di kawasan sebelah selatan Danau Toba seperti banjir bandang di Bakkara hingga Simangulampe, Kabupaten Humbang Hasundutan, pada awal Desember, banjir bandang di Sihotang (Kabupaten Samosir) pada pertengahan November, dan longsor di Desa Siabal Abal III (Tapanuli Utara) pada awal Desember.

Di Kenegerian Sihotang, hujan selama dua jam membuat Sungai Binanga Godang dan Binanga Sitio-Tio meluap. Desa Sihotang, Desa Simarsoit Toba, Desa Hariarapohan, Desa Parmahanan, dan Desa Dolok Raja, kebanjiran. Satu warga meninggal dan sekitar 80 persen lahan pertanian hancur.

Di lembah Bakkara mengalami hal serupa. Pemukiman dan persawahan di Desa Marbun Tonga Dolok (Martodo), Marbun Toruan, Siunong-Unong Julu (Sinju), dan Simamora terkena limpasan air dan lumpur. Lahan budidaya itu hancur, membuat masyarakat akan kehilangan sumber mata pencahariannya.

Sementara di Desa Simangulampe (Humbahas) dan Desa Siparendean, Sipahutar, Tapanuli Utara mengalami banjir bandang terparah dengan korban jiwa dua orang dan 10 orang belum ditemukan. 

Deforestrasi

Bencana alam tak bisa ditolak, tetapi bisa dihindarkan. Slah satu cara menghindari bencana banjir bandang dan tanah longsor dengan menjaga kelestarian hutan. Namun, itulah yang tak terjadi di beberapa kabupaten di sekitar Danau Toba. Kawasan hutan di kabupaten-kabupaten itu mengalami deforestrasi yang parah akibat kehadiran investor seperti PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Perusahaan produsen bubur kertas ini, mengubah kawasan hutan dan mengganti tananam alamiah dengan ekaliptus. Tahun 2023, berdasarkan data di PT TPL, perusahaan yang dituduh punya andil dalam merusak lingkungan ini, melakukan panen raya ekaliptus di wilayah Kabupaten Humabng Hasundutan. Hutan ekaliptus hasil budidaya ditebangi, truk-truk pengangkut kayu hilir mudik ke lokasi penebangan, melintas di jalan lintas Doloksanggul--Sidikalang.  

Panen raya ekaliptus PT TPL sejak September 2023, terjadi bersamaan dengan tingginya curah hujan selama tiga bulan terakhir, yang membuat hutan tidak berfungsi sebagai peresapan air. Air hujan kemudian mengelupak tanah, mengalir ke daerah aliran sungai yang menyebabkan naiknya debit air di sejumlah sungai. Kondisi ini terjadi pada Binanga Sitio-tio dan Binanga Godang, dua sungai yang bermuara di Kenegerian Sihotang.

“Di hulu Tombak Sihotang, yang merupakan DAS kedua sungai tersebut, terlihat melalui tangkapan kamera drone, terjadi penebangan pohon secara masif di wilayah Hutagalung, yang merupakan areal konsesi Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Tele. Dari pengukuran jarak dengan menggunakan aplikasi Avenza maps, lokasi banjir bandang hanya berjarak sekitar 3.5 km dari batas konsesi perusahaan tersebut,” kata Ketua Aliansi Tutup Toba Pulp Lestari (TPL), Anggiat Sinaga, dalam rilis yang dikirim ke berbagai media.

Aktivitas seriupa juga terjadi di lembah Bakkara. Sungai Aek Silang, yang meluap, berlokasi di  proyek Food Estate yang mengalir ke Desa Ria-ria. Pada kawasan itu terdapat pembangunan masif dan merupakan lokasi pembangunan PLTA. Hulu SUngai Aek Silang di wilayah Hutagalung, wilayah konsesi budidaya ekaliptus PT TPL.

“Kerusakan hutan yang terjadi di DAS Aek Silang sejak kehadiran perusahaan tersebut tidak bisa dipungkiri, di mana hutan-hutan alam yang tadinya menjadi hulu Aek Silang tepatnya di Kecamatan Pollung saat ini hampir seluruhnya berubah menjadi tanaman monokultur eukaliptus yang mewajibkan deforestasi di setiap panen raya,” jelasnya.

Simangulampe juga korban dari aktivitas yang serupa. Aek Sibuni-buni yang meluap berhulu di Dolok Sibuni-buni. Penelusuran menggunakan drone menunjukkan aktivitas penebangan di kawasan hulu. Bahkan terlihat hamparan tanaman monokultur eukaliptus seluas sekitar 15,6 hektar yang baru dipanen, dan log-log kayu eukaliptus yang tidak diangkut. 

Di beberapa titik banjir bandang di Simangulampe juga ditemukan banyak potongan kayu eukaliptus yang hanyut terbawa air dan lumpur. Belum lagi melihat bahwa dalam tahap pemanenan, juga dilakukan pembukaan jalan yang merusak anak-anak sungai. Beberapa anak sungai yang ada di sekitar areal eukaliptus tersebut tertutup oleh log-log kayu eukaliptus.

Bona Purba dari Kelompok Studi dan Pengembangan Masyarakat (KSPPM), mengungkapkan banjir bandang dan longsor yang terjadi di Sihotang, Bakkara, Simangulampe, dan Sipahutar menjadi alarm bagi kita bahwa Ekosistem di Tano Batak dalam kondisi memprihatinkan atau kritis.

"Deforestasi yang terjadi secara masif dalam 30 tahun terakhir menghancurkan hutan-hutan tropis kita, dengan alasan pembangunan," katanya.

Tanah longsor di Samosir

Deforestasi adalah penyebab utama terjadinya rentetan bencana ekologis, apalagi jika ia menjadi aktivitas wajib dan berulang dilakukan demi kepentingan bisnis dan pembangunan. Bukan sekadar hujan yang menyebabkan luapan banjir dan longsor, melainkan melemahnya kemampuan hutan menahan air di hulu. Khususnya di kawasan Danau Toba, tidak berlebihan menyatakan bahwa seluruh bencana yang terjadi disebabkan oleh deforestasi yang menghancurkan tutupan hutan dan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba.

Lahan PT TPL

Lahan-lahan yang mengalami deforestrasi itu merupakan areal konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL).  Wilayah konsesi TPL di bukit-bukit yang merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir ke Danau Toba, mengalami pengikisan pasca panen raya akibat tingginya curah hujan. 

Hulu sungai-sungai yang meluap dan menimbulkan bencana banjir merupakan areal konsesi PT TPL. Di hulu Aek Silang, misalnya, berdasarkan data PT TPL yang didapat Sinar Tabagsel dari website resminya, kawasan hutan merupakan hutan ekaliptus areal budidaya perusahaan. Awalnya, kawasan yang menjadi hulu sungai dan sepanjang daerah aliran sungai merupakan hutan alam, namun kemudian menjadi tanaman monokultur eukaliptus yang mewajibkan deforestasi di setiap panen raya.

Simangulampe juga korban dari aktivitas yang serupa. Aek Sibuni-buni yang meluap berhulu di Dolok Sibuni-buni. Melalui penelusuran menggunakan drone, kondisi hulu memang sudah sangat meprihatinkan dengan adanya kegiatan penebangan hutan.

Terlihat hamparan tanaman monokultur eukaliptus seluas sekitar 15,6 hektar yang baru dipanen, dan log-log kayu eukaliptus yang tidak diangkut. Di beberapa titik banjir bandang di Simangulampe juga ditemukan banyak potongan kayu eukaliptus yang hanyut terbawa air dan lumpur. Belum lagi melihat bahwa dalam tahap pemanenan, juga dilakukan pembukaan jalan yang merusak anak-anak sungai. Beberapa anak sungai yang ada di sekitar areal eukaliptus tersebut tertutup oleh log-log kayu eukaliptus.

Direktur TPL, Jandres Silalahi, dalam rilis yang diasiarkan website resmi PT TPL mengungkapkan turut prihatin dan merasakan apa yang sedang dialami oleh masyarakat. Dia menjelaskan, dari hasil data yang dikumpulkan tim TPL di lapangan, banjir bandang Samosir disebabkan oleh sejumlah aspek, yakni curah hujan yang tinggi selama 12 jam, kondisi tutupan lahan Daerah Tangkapan Air (DTA) banjir sebagian besar (75%) berupa non hutan sehingga kemampuan tanah untuk meresap air (intersepsi) sangat rendah.

Selanjutnya kondisi kelerengan lahan ± 73% curam dan sangat curam, serta banyaknya material lumpur dan bebatuan di dasar sungai, yang menyebabkan tersumbatnya sungai Sitio-tio.

“Dipastikan tidak ada pengaruh atau keterkaitan operasional TPL dengan penyebab banjir ini, karena aliran air DTA banjir Siparmahan Sihotang adalah ke timur dan dialirkan secara langsung ke Danau Toba sedangkan DTA TPL adalah ke arah barat daya (Aek Silang) dan barat laut (Lau Renun) ini berarti arah aliran konsesi TPL Tele dan DTA banjir bertolak-belakang dan diperkuat dengan tidak adanya kayu jenis eucalyptus dalam material banjir”, kata Jandres.


Lanjut baca »

PLN Padang Sidimpuan Dorong UMKM Kopi Masuk Pasar Global

item-thumbnail
Menteri BUMN Erick Thohir bersama Owner UD Angkola Kopi Sipirok, UMKM binaan Rumah BUMN Padang Sidempuan, dalam acara Hybrid Expo 2022 di Gedung Sarinah Jakarta yang dibuka oleh Menteri BUMN 28 September hingga 2 Otober 2022 (Foto: Dok Rumah BUMN)

Jurnalis: Budi Hutasuhut | Editor: Efry Nasaktion 

Rumah BUMN sebuah bangunan permanen yang berdiri di halaman kompleks PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelanggan (UP3) Padang Sidempuan. Tepat di pinggir Jalan Raja Inal Siregar Batunadua, gedung yang berfungsi sebagai cafe sekaligus etalase ragam produk UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) itu dikelola oleh Usaha Dagang Angkola Kopi Sipirok (UD AKS) sejak 2019 lalu.

Owner UD AKS, Sholi Pohan, masih ingat ketika pertama kali terjun di bisnis minum kopi. Tahun 2013 waktu itu, dia membuka cafe sederhana di Pining Nabaris, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan. Bermodal pengalaman mengelola kopi yang diperoleh di Aceh, perantau asal Aceh yang memilih pulang ke kampung halamannya di Sipirok ini kemudian mengubah bangunan warisan keluarga itu jadi cafe sederhana. 

Awalnya bangunan itu kedai kopi tradisional, tempat warga sekitar menikmati minuman kopi varietas robusta. Dia merancang interior bangunan, membariskan toples-toples kaca berukuran 10 liter dan mengisinya dengan roasting berbagai varietas kopi. Berfungsi sebagai etalase kopi sekaligus hiasan, pemandangan itu menarik perhatian orang-orang yang melintas di jalan raya di depan cafe, yang kemudian segera singgah.

"Saya memulai menjual minuman kopi varietas arabika," kata Sholi Pohan, mengenang bagaimana dia mengawali Usaha Dagang Angkola Kopi Sipirok (UD AKS), ketika Sinar Tabagsel menemuinya di Rumah BUMN Padang Sidimpuan yang dikelolanya sejak 2019 lalu. 

Merek Angkola Kopi Sipirok (AKS) itu dia pasang di depan cafe sederhana itu. Namun, seperti telah dia duga, tidak banyak pelanggan yang datang. Penyebabnya sudah jelas, AKS menawarkan minuman kopi varietas arabika. Sementara masyarakat yang terbiasa minum kopi varietas robusta, kesulitan mengubah kebiasaan minum kopi. 

Tapi Sholi Pohan tidak berkecil hati, terus berusaha memperkenalkan minuman kopi varietas arabika. Tujuannya mendirikan AKS memang untuk memperkenalkan minuman kopi varietas arabika kepada masyatrakat. Pasalnya, masyarakat di Kecamatan Sipirok sedang giat-giatnya membudidayakan kopi varietas arabika yang dinamai Kopi Sigarar Utang, meskipun selama ini masyarakat terkenal dengan produksi kopi varietas robusta.  

Budidaya kopi arabika ini pertama kali dibawa oleh pengungsi asal Aceh yang dipindahkan pemerintah ke Desa Poldung, Kecamatan Sipirok,  pada tahun 1999. Di tempat tinggal mereka, para pengungsi membudidayakan kopi varietas Arabika yang bibitnya dibawa dari Aceh. Varietas kopi arabika itu disebut sebagai Kopi Ateng. Kata Ateng akronim dari nama daerah, Aceh Tengah. Hasil kebun mereka berlimpah, budidaya kopi itu berjalan sukses. 

Para pengungsi asal Aceh menjadi buah-bibir masyarakat Kecamatan Sipirok. Beberapa di antara masyarakat sengaja datang untuk belajar budidaya kopi Ateng sekaligus membeli bibit kopi tersebut. Ternyata, hasil budidaya yang dilakukan masyarakat berkembang pesat hanya dalam hitungan beberapa tahun. Para petani mulai memetik hasil, dan produksi biji kopi arabika mulai berlimpah.

"Awalnya para petani mengira kopi Ateng itu untuk bahan baku mesiu. Saya memperkenalkan jenis minuman kopi dari kopi Ateng itu," katanya.

Meskipun Sholi Pohan sudah menduga akan kesulitan mengubah kebiasaan minum kopi masyarakat, tapi dia tetap mengupayakan agar citra minuman kopi varietas arabika bisa meningkat. Upaya itu gayung bersambut dengan panitia kegiatan Festival Minum Kopi yang digelar masyarakat perantau asal Sipirok pada tahun 2014. 

Saat itu, seorang pengusaha kopi di Jakarta, pulang kampung dan mengajak masyarakat menggelar Festival Minum Kopi untuk merayakan Hari Lebaran bersama. Sholi Pohan dan sejumlah pengusaha kopi bubuk lokal ikut dalam kepanitian. Sholi Pohan  menawarkan kegiatan berupa pelatihan bagi petani kopi arabika. 

Budi Hutasuhut, salah seorang panitia Festival Minum Kopi Sipirok 2014, menyambut usulan itu dengan harapan banyak petani kopi yang bisa ikut. Dan, benar, petani kopi dari berbagai daerah berdatangan, mendaftar untuk ikut pelatihan di mana Sholi Pohan menjadi salah seorang trainer. 

Festival Minum Kopi itu dikemas sebagai kegiatan yang dinilai Museum Rekor Indonesia (MURI).  Ini puncak kegiatan dari beberapa kegiatan produktif yang dikemas dalam rangka mensosialisasikan budidaya kopi arabika. Kepada para petani kopi diperkenalkan bisnis kopi arabiuka dari hulu sampai hilir. Mulai dari usaha pembibitan, budidaya, sampai pengolahan hasil budidaya. Diakhir dengan kegiatan minum kopi bersama seluruh lapisan masyarakat di Kecamatan Sipirok.

Ribuan masyarakat Kecamatan Sipirok tercatat dalam MURI ikut terlibat dalam festival menimun kopi yang berasal dari varietas arabika. Ternyata, masyarakat bisa menikmati kopi varietas arabika itu. Sejak itu, perlahan-lahan minuman kopi arabika mulai dikenal dan bisa dinikmati masyarakat. 

Dampak dari Festival Minum Kopi, usaha yang digeluti Sholi Pohan mulai menunjukkan geliat pertumbuhan yang baik, apalagi cafe-cafe baru mulai bermunculan di Kecamatan Sipirok. Cafe-cafe menjadi sektor usaha baru yang dikelola generasi muda itu menawarkan minuman kopi varietas Arabika. Selain itu, masyarakat semakin bersemangat membudidayakan kopi arabika membuat usaha pembibitan kopi bermunculan di Kecamatan Sipirok. 

Owner UD AKS, Sholi Pohan, pelaku UMKM yang merupakan binaan Rumah BUMN Padang Sidempuan, sedang menawarkan produk UMKM di Rumah BUMN Padang Sidimpuan. 

Bagian dari Rumah BUMN

Setelah kopi arabika menjadi fenomena baru bagi petani kopi di Sipirok, ditandai semakin banyak lahan budidaya kopi arabika yang baru dibuka, Sholih Pohan memfokuskan usaha UD AKS di Kota Padang Sidimpuan. Sejak itu mulai muncul produksi bubuk kopi dan roasting kopi merek AKS, yang awalnya sering ditampilkan di arena-arena pameran pembangunan yang digelar pemerintah daerah. 

"Hasil panen petani kopi harus ditampung. Kami menampungnya dan menjual kembali dalam bentuk produk siap olah seperti greend bean dan  roasting biji kopi untuk pelangan di berbagai daerah, terutama para pengusaha cafe," kata Sholi Pohan. 

Memiliki pelanggan yang mengharapkan kiriman greend bean atau roasting kopi tiap bulan, memaksa Sholih Pohan untuk terus berkomunikasi dengan petani kopi arabika di Sipirok. Hasil panen para petani ditampung, kemudian diolah kembali. Begitu terus-menerus hingga usaha budidaya kopi arabika memberi alternatif sumber pendapatan baru bagi petani dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. 

Perkembangan usaha UD AKS ini ternyata diikuti dengan lahirnya jenis usaha serupa di Sipirok. Semakin banyak pelaku UMKM yang mengandalkan kopi arabika hasil budidaya petani Sipirok yang membuka usaha roasting kopi maupun yang memproduksi bubuk kopi untuk konsumsi seperti Tabo Coffee, Ondocoffee, Kopi Raja, Kopi Kincir, dan banyak lagi. 

Kebutuhan kopi dari pelaku UMKM yang baru muncul berasal dari hasil budidaya petani kopi. Akibatnya, hasil budidaya yang ada menjadi berkurang, terutama karena petani kopi lebih memilih menjual koipi kepada pedagang pengumpul yang merupakan agen dari para pengusaha ekspor kopi di Medan. 

"Kopi arabika Sipirok yang merupakan varietas Sigararutang, diekspor pengusaha setelah dicampur dengan produk kopi varietas serupa dari daerah lain. Kopi Sipirok belum mencukupi untuk ekspor, karena produktivitasnya masih rendah sementara kuota ekspor sangat tinggi," kata Sholi Pohan.

Sejak itu Sholih Pohan tak lagi berpikir untuk mengekspor kopi arabika Sipirok, tapi memikirkan solusi lain untuk pengembangan usaha UD AKS dengan memproduksi kopi untuk segmentasi pasar dalam negeri. Sekali-sekali Sholi Pohan mengirim produk UD AKS ke luar negeri, ke beberapa kenalan yang ingin menikmati kopi varietas arabika dari Sipirok. 

"Saya beruntung bermitra dengan PLN dan mendapat kepercayaan mengelola Rumah BUMN," kata Sholi Pohan.

Nanang, pimpinan MJ Coffee, salah satu pelaku UMKM yang juga binaan Rumah BUMN Padang Sidimpuan lewat program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT PLN (Persero). 


Bersama Rumah BUMN, dia telah membawa dan memperkenalkan produk kopi arabila Sipirok ke berbagai daerah dan negara. Misalnya, saar berpameran di Trade Mission Singapore yang digelar di Westt Malll Singapore tahun 2023 ini. 

Di ajang pameran itu, varian kopi yang laris manis terjual seperti jenis kemasan ecotica dihargai 6 dollar Singapore setara Rp69 ribu per 100 gram. Selain itu, varian kopi luwak, peabearry, specialty, dan gula semut aren yang harganya ada mencapai 60 dollar Singapore per 250 gram.

AKS berkolabirasi dengan Kadin Indonesia, dan Rumah BUMN mengikuti pameran Trade Mission Singapore 2023 sejak 3 hingga 9 April 2023. Di acara itu, ada sekitar 28 binaan 11 Perusahaan BUMN di Indonesia, antara lain PLN (Persero) yang menampilkan berbagai macam produk UMKM pilihan Kementerian BUMN ditawarkan kepada masyarakat di Singapore.

Sholi Pohan mengaku, dia mengikuti pameran itu untuk pengembangan kapasitas dan akses ke pasar global bagi UMKM Indonesia. Nantinya, Kadin Indonesia akan menindaklanjuti hasil pameran dengan membuat trading house untuk melakukan ekspor secara regular.

“Sudah saatnya pelaku UMKM mampu bersaing dalam pasar global. Dinamika bisnis global harus bisa diikuti pelaku UMKM,” ujarnya.

Selain bazzar expo, selama kegiatan di Singapore melibatkan pelaku UMKM dalam pelatihan peningkatan kapasitas intensif untuk ekspansi pasar global, serta Focus Group Discussion (FGD) dengan EnterpriseSG yang dihadiri Duta Besar RI untuk Singapore Pak Suryo Pratomo.

"Saya berharap pelaku UMKM bisa berkembang pesat. Semua ini kami peroleh berkat PLN Peduli yang berperan mendukung pengembangan UMKM. Semoga makin banyak pelaku UMKM yang berkembang," katanya.



Lanjut baca »

Tantangan Indonesia Menghadapi Krisis Iklim

item-thumbnail



Jurnalis: Hady K Harahap | Editor: Budi P Hutasuhut

Basis data emisi untuk penelitian atmosfer global (EDGAR) Komisi Eropa menyatakan pada tahun 2022 Indonesia menjadi salah satu kontributor perubahan iklim dengan menempati urutan ketujuh dari sebelas negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.

Data Bank Dunia 2021 juga menyebut Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan paparan tinggi risiko iklim, baik banjir maupun panas ekstrem. Indonesia semakin rentan karena 65% penduduknya bermukim di wilayah pesisir. Bahkan, 80% bencana alam di Indonesia terjadi akibat perubahan iklim. Tak hanya risiko bencana alam yang tinggi,Ro admap NDC Adaptasi 2020 memperkirakan perubahan iklim juga berpotensi merugikan ekonomi Indonesia sebesar 0,66-3,45% terhadap PDB tahun 2030.

Menyadari dampak negatif yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia, pemerintah telah berupaya melakukan langkah mitigasi terhadap ancaman perubahan iklim. Pada tahun 2016, Indonesia turut berkontribusi dalam penanganan isu perubahan iklim dengan meratifikasi Paris Agreement melalui pernyataan komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) yang kemudian diperbarui pada 2021 dan 2022.

Dalam target NDC 2022, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri dan dapat mencapai 43,20% pada 2030 dengan dukungan internasional baik di bidang pendanaan, teknologi, maupun peningkatan kapasitas. Komitmen pemerintah dalam penanganan perubahan iklim juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Yakni peningkatan kualitas lingkungan hidup, ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon menjadi program prioritas.

Untuk mendukung gerakan pengendalian perubahan iklim, pemerintah menggunakan APBN, termasuk menerbitkan instrumen pembiayaan seperti green sukuk, green bonds, dan SDGs bonds. Beragam stimulus fiskal juga diberikan agar investor tertarik berpartisipasi dalam proyek hijau seperti melalui pemberian tax holiday, tax allowance, dan fasilitas PPN. Adapun realisasi anggaran perubahan iklim pada 2021 berdasarkan laporan Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp112,74 triliun, naik 55,71% dibandingkan tahun 2020.

Namun, upaya mitigasi terhadap perubahan iklim tersebut bukannya tak memiliki hambatan sama sekali. Menurut Pengamat Iklim dan Lingkungan, Emilya Nurjani, faktor pertama yang menjadi penghambat adalah keterbatasan pendanaan APBN. Menurut Bank Dunia (2022), alokasi anggaran penanganan perubahan iklim dalam APBN masih relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhan untuk mencapai target NDC. Sementara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu menilai Indonesia membutuhkan dana sebesar 281 miliar dollar AS atau Rp4000-an triliun untuk mencapai target NDC 2030.

Menyadari keterbatasan fiskal tersebut, Pemerintah telah membentuk berbagai lembaga yang dapat menyerap dana-dana nonpublik ataupun sebagai platform kerja sama pendanaan yang bertujuan dekarbonisasi, termasuk Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), SDG Indonesia One, dan Indonesia Investment Authority (INA). Di samping itu, Indonesia juga telah merilis country platform Energy Mechanism Transition (ETM), bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB), untuk menarik lebih banyak pendanaan, terutama untuk  secara bertahap menghentikan penggunaan pembangkit listrik yang bersumber dari batu bara.

Tantangan selanjutnya menurut Emil adalah bagaimana mengharmonisasikan aksi perubahan iklim dengan prioritas pembangunan pemerintah. Misalnya, sebagai negara berkembang, Indonesia masih sangat bergantung dengan sumber energi dari bahan bakar fosil seperti batu bara. Bahkan Indonesia menjadi penghasil batu bara ketiga terbesar di dunia setelah Tiongkok dan India. komoditas ini juga signifikan terhadap siklus bisnis dan perdagangan Indonesia. Sedangkan batu bara termasuk energi tak terbarukan.

Kemudian dari sektor infrastruktur, di satu sisi pembangunan infrastruktur yang masif diperlukan untuk menggenjot perekonomian. Namun, di sisi lain berdampak terhadap pengurangan lahan terbuka.

Lebih lanjut, Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat suhu udara rata-rata di Indonesia per bulan Oktober 2023 yang mencapai 27,7 °C merupakan yang tertinggi pertama untuk bulan yang sama sejak tahun 1981. Secara umum Indonesia mengalami kenaikan suhu udara +0,7°C dibandingkan periode rata-rata kurun 1991-2020 yang sebesar 26.8 °C.

Hal senada juga diungkapkan oleh Muhamad Chatib Basri dan Teuku Riefky dalam jurnal Keys to Climate Action (2023), mereka memaparkan secara historis Indonesia termasuk penyumbang emisi terbesar karena ketergantungan yang tinggi terhadap energi tak terbarukan dan menjadikan sektor penghasil emisi sebagai mesin pertumbuhan utama.

Di samping itu, tantangan dari segi pendanaan turut menghambat laju penanganan perubahan iklim di Indonesia. Sebab itu, diperlukan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan transisi ke ekonomi hijau yang adil dan terjangkau, tak hanya bagi pemegang kekuasaan. Namun juga bagi kelompok rentan.

Stimulus fiskal harus sejalan dengan pembangunan, prioritas pemerintah, dan kepentingan politik. Sebagaimana dipahami, negara-negara berkembang mengedepankan isu-isu kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan untuk UMKM. Sehingga program-program hijau yang diadopsi ke dalam kebijakan pemerintah pun harus sejalan dengan prioritas tersebut. Beberapa langkah menurut Chatib dan Riefky dapat ditempuh untuk memuluskan transisi ke ekonomi hijau yang adil dan terjangkau.

Pertama, dengan meningkatkan pendapatan negara melalui pengenaan pajak terhadap entitas pemicu dampak negatif bagi lingkungan. Seperti dengan menerapkan pajak karbon, pungutan cukai untuk plastik dan bahan bakar fosil. Langkah tersebut dapat dikombinasikan dengan pengurangan beban subsidi bahan bakar untuk hasil yang lebih optimal.

Kedua, dari sisi belanja, konsolidasi fiskal dapat lebih ditingkatkan dengan meningkatkan kualitas belanja baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Pengalokasian dana harus berorientasi pada sektor ramah lingkungan dengan efek pengganda yang tinggi sehingga pertumbuhan dapat sejalan dengan dekarbonisasi. Seiring dengan itu, selama proses transisi ke ekonomi hijau, kelompok miskin dan rentan harus tetap terlindungi melalui alokasi belanja yang produktif dan tepat sasaran.

Indonesia juga dikatakan akan bisa melaju lebih cepat dalam transisi ke ekonomi hijau apabila mendapatkan lebih banyak dukungan dari pemangku kepentingan global.

Sebagaimana diketahui bahwa isu perubahan iklim saat ini memang tengah menjadi perbincangan hangat di berbagai forum internasional. Dan bila tidak ditangani secara serius dan sedini mungkin, maka konsekuensi negatifnya tidak hanya menimpa 275 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini, tapi juga menimpa generasi di masa yang akan datang.

Lebih lanjut, Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan suhu udara rata-rata di Indonesia per bulan Oktober 2023 yang mencapai 27,7 °C merupakan yang tertinggi pertama untuk bulan yang sama sejak tahun 1981. Secara umum Indonesia mengalami kenaikan suhu udara +0,7°C dibandingkan periode rata-rata kurun 1991-2020 yang sebesar 26.8 °C.

“Mungkin angkanya kecil, nol koma sekian, tapi dampak peningkatan suhu ternyata cukup besar. Apalagi kalau terjadi di seluruh dunia. Ini yang sebetulnya kita takutkan,” ujar Emilya Nurjani.


Lanjut baca »

Buruk Pengelolalaan Sampah di Padang Sidimpuan

item-thumbnail


Hady K. Harahap Jurnalis SInar Tabagsel

Seluas 6,5 hektare lahan di Desa Batang Bahal, Kecamatan Padang Sidimpuan Batunadua, yang rencananya untuk lokasi baru dari relokasi Tempat Penampungan Akhir (TPA) Batubola, hingga kini tidak terealisasi. Program Wali Kota Padang Sidimpuan Irsan Efendi Nasution untuk mengatasi persoalan sampah itu, hanya meninggalkan persoalan baru selama satu priode kepemimpinannya (2018-2023).  

Kapasitas TPA Batu Bola di Desa Simatohir, Kecamatan Padang Sidimpuan Angkola Julu, Kota Padang Sidimpuan, sudah tidak memadai lagi dari segi ukuran, lokasi, serta daya tampungnya. Tiap hari, truk-truk sampah milik Pemda Kota Padang Sidimpuan datang mengantarkan sampah yang dipungut dari lingkungan masyarakat. Sampah-sampah itu menimbun, membukit, dan tak ada proses pengelolaannya. 

Masyarakat di sekitar TPA dan para aktivis lingkungan hidup mengeluhkan limbah dari TPA itu berupa air lindi mulai mencemari Batang Ayumi. Pasalnya, TPA Batu Bola tidak memiliki IPAL (instalasi pengfelolaan air limbah) sehingga air lindi yang mengandung zat-zat pencemar lingkungan mengalir ke sungai-sungai kecil yang bermuara ke Batang Ayumi. Tumpukan sampah itu juga mencemari udara, menguarkan bau busuk yang menyengat. 

Keluhan itu kemudian ditampung Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang Sidimpuan pada 2019 lalu dengan menganggarkan anggaran dalam APBD 2019 untuk membeli lahan guna merelokasi TPA Batu Bola. Lahan di lokasi baru terletak di Desa Batang Bahal, Kecamatan Padang Sidimpuan Batunadua,  menghabiskan anggaran Rp.870.103.350. Namun, setelah pembelian lahan, pembangunan TPA baru itu tak kunjung dilakukan. Padahal, kapasitas TPA lama sudah tak memadai, apalagi timbunan sampah di TPA lama sudah mencapai 161,82 ton/hari.

Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup di tahun 2022, Kota Padang Sidimpuan memiliki timbunan sampah sebanyak 161,82 ton/hari. Dengan jumlah penduduk Kota Padang Sidimpuan sebanyak 225.105 orang, maka setiap warga Kota Padang Sidimpuan rata-rata telah menyumbang 1,3 kg sampah setiap harinya. 

Kementrian Lingkungan Hidup juga mencatat, 49,03% dari sampah tersebut merupakan sampah sisa makanan, 13,56% sampah kertas/karton, 12,71% sampah plastik, 7,58% kayu/ranting, 3,29% kain, 2,17% kaca, 1,13% karet/kulit, dan sampah lainnya berjumlah 9,25%. Ironisnya, dari total 59.065.98 sampah di tahun 2022, hanya 38.325 ton (64%) saja yang dilakukan penanganan oleh Dinas Lingkungan Hidup. Dari 64% penanganan sampah tersebut, hanya 6.679.50 ton (11%) yang didaur-ulang.

Untuk menekan jumlah sampah yang tertimbun setiap harinya, Pemda Kota Padang Sidimpuan seharusnya fokus bagaimana mengurangi sampah sejak di hulu untuk mengurangi beban sampah yang harus ditangani di hilir. Sebagaimana esensi UU Pengelolaan Sampah yang mengatakan bahwa pengelolaan sampah yang baik terindikasi pada semakin sedikitnya sampah yang dihasilkan dan diangkut ke tempat pemrosesan akhir sampah, begitu juga sebaliknya.

Salah satu solusi yang bisa diambil Pemda Kota Padang Sidimpuan untuk mengurangi sampah plastik dengan giat mengkampanyekan tentang zero waste kepada masyarakat. Warga harus digerakkan untuk memulai gaya hidup minim sampah. Selain mengurangi sampah di hulu, Pemda Padang Sidimpuan juga juga harus mulai bijak dalam mengelola timbunan sampah yang menumpuk setiap harinya. Salah satunya adalah dengan mulai meminimalisir penggunaan iniserator. 

Ahli Toksikologi dan Kimia Lingkungan, Prof Paul Connet, dalam konferensi  “Zero Waste campaign Tour” di Jakarta pada 2019 lalu. mengatakan penggunaan iniserator berlawanan dengan tujuan pengelolaan sampah untuk melindungi kesehatan dan lingkungan. Iniserator akan membuang emisi berupa dioksin, senyawa yang dikenal beracun. Pencemaran dioksin dapat menimbulkan penyakit kanker, permasalahan reproduksi, dan perkembangan kerusakan pada sistem imun dan mengganggu hormone. 


Ada banyak banyak opsi yang bisa dijadikan pilihan guna mengelola sampah, baik yang organik maupun yang an organik. Untuk jenis yang organik, Pemda Padang Sidimpuan bisa mendaur-ulang sampah sisa makanan tersebut menjadi pupuk kompos. Sayangnya, Kementrian Lingkungan Hidup belum mencatat adanya Rumah Kompos yang memadai di Kota Padang Sidimpuan guna menampung sisa-sisa makanan yang tertimbun setiap harinya. 

Selain dijadikan kompos, pengolahan sampah sisa makanan ini bisa diubah menjadi produk ekoenzim yang berfungsi sebagai cairan pel, pembersih dapur, pembersih hama, serta pupuk tanaman. Namun, sekali lagi, Pemda Padang Sidimpuan belum menggiatkan solusi ekoenzim tersebut.

Untuk mengakomodir sampah jenis anorganik, seperti plastik, kertas, karton, dan sebagainya, dibutuhkan kreativitas untuk mengubahnya menjadi produk baru yang berdaya guna. Selain menyulapnya menjadi sebuah kerajinan tangan, pembuatan ecobrick sepertinya bisa menjadi solusi yang tepat. Tetapi, Pemda Padang Sidimpuan belum memperlihatkan keseriusannya dalam  hal ini. Masih belum terlihat adanya gerakan yang masif untuk mensosialisasikan pengolahan sampah an organik bagi masyarakat. 

Bank- bank yang tersedia pun sebatas menerima sampah-sampah dari masyarakat dan belum maksimal mendaur ulangnya menjadi produk baru dan mayoritas dari sampah yang menumpuk di bank sampah pun tetap berakhir menjadi sampah juga.



Lanjut baca »

Lubuk Larangan Warisan Budaya Tak Benda di Tapsel, Tak Diakomodir Pemerintah Daerah

item-thumbnail

Efry Nasaktion | Jurnalis Sinar Tabagsel


Lubuk larangan merupakan kearifan lokal milik hampir semua masyarakat adat di Kabupaten Tapanuli Selatan yang masuk ke dalam kategori warisan budaya tak benda. Sayangnya, Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan selalu mengabaikan kekayaan budaya yang juga berpotensi menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan perekonomian lokal di wilayah perdesaan.

Sumarni (34), salah seorang Panitia Pesta Pembukaan Lubuk Larangan Aek Mosa di Desa Gunungbaringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan,  menghampiri Burhanuddin (67) dan memintanya menunjukkan kartu tanda peserta, Minggu, 6 Agustus 2023. Laki-laki asal Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kota Padang Sidimpuan, itu tidak bisa menunjukkan tanda kepesertaannya, tetapi dia bergeming dan melemparkan jala di tangannya ke salah satu lubuk di sungai.

Merasa tegurannya tidak digubris, Sumarni menemui rekannya sesama anggota Panitia Pesta Pembukaan Lubuk Larangan Aek Mosa, lalu menyampaikan perihal Burhanuddin yang tidak memiliki kartu tanda kepesertaannya. Tapi, ternyata, Burhanuddin bukan satu-satunya orang yang terlibat dalam pesta menangkap ikan di Aek (sungai) Mosa itu. Para panitia mengeluhkan, banyak peserta yang tidak memiliki kartu kepesertaan tapi tetap ikut menangkap ikan.

"Setiap orang boleh ikut menangkap ikan di Aek Mosa. Ini pesta menangkap ikan yang digelar sekali setahun, tetapi setiap orang harus mendaftarkan diri lebih dahulu ke panitia," kata Lobe Hutapea (47), warga Dusun Mosa Jae, Desa Gunungbaringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan. "Untuk bisa ikut, uang pendaftaran Rp100.000 per orang per satu jala. Setiap orang hanya boleh bawa satu jala."

Pesta Pembukaan Lubuk Larangan Aek Mosa yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Gunungbaringin, merupakan tradisi tahunan yang sudah digelar selama puluhan tahun. Di dalam pesta ini, tokoh-tokoh masyarakat Desa Gunungbaringin memberikan izin kepada siapa saja untuk ikut menangkap ikan yang ada di Sungai Mosa. Ikan-ikan yang hidup di dalam Sungai Mosa itu sudah dijaga masyarakat Desa Gunungbaringin selama setahun, dan selama itu tidak boleh ada seorang pun yang menangkap ikan di sungai tersebut. 

"Kalau ada yang berani menangkap, akan didenda. Selama ini belum ada yang melanggar aturan yang disepakati masyarakat Desa Gunungbaringin itu. Ini kearifan tradisional yang dijaga turun-temurun untuk peningkatan ekonomi masyarakat lokal," kata Sapran (34), warga Dusun Mosa Julu, Desa Gunungbaringin. 

Setiap anggota masyarakat Desa Gunungbaringin yang terletak di sepanjang lebih lima kilometer panjang Sungai Mosa, sama-sama menjaga dan melestarikan tradisi lubuk larangan yang diwariskan leluhur mereka. Masyarakat juga bersepakat, lubuk larangan itu akan dibuka setiap tahun sebagai sumber ekonomi desa. 

"Pembukaan lubuk larangan kali ini mencapai 300 peserta. Itu yang terdaftar, masih banyak yang menjadi peserta siluman. Ada juga beberapa peserta yang tidak bisa menunjukkan kartu kepesertaannya yang tertangkap oleh panitia dan harus bayar denda serta dilarang ikut menangkap ikan," kata Marzuki (45), warga Dusun Mosa Jae, Desa Gunungbaringin.   

Lubuk larangan adalah kearifan lokal masyarakat di beberapa kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dalam menjaga dan melestarikan lingkungan sungai serta memanfaatkan potensi ekonomi sumber daya alam berupa perikanan sungai. Budi Hutasuhut, peneliti budaya masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan, yang ditemui saat Pembukaan Lubuk Larangan Aek Mosa, Minggu, 8 Agustus 2023, mengatakan lubuk larangan merupakan sebuah warisan budaya tak benda yang berkaitan dengan kearifan lokal sekaligus menegaskan bahwa nilai-nilai kebersamaan terus-menerus dijaga dan dipupuk oleh masyarakat.

"Lubuk larangan adalah sebuah lokasi yang berada di sungai yang disepakati masyarakat bersama lembaga adat, di mana di tempat yang telah disepakati tersebut dilarang untuk mengambil ikan dan segala yang ada di sungai dalam kurun waktu tertentu. Biasanya, pelarangan itu selama satu tahun atau dua belas bulan," kata Budi Hutasuhut. 

Dengan adanya pelarangan mengambil hasil sungai, berdampak terhadap pelestarian habitat sungai yang banyak dihuni ikan asli dataran tinggi yang hidup di sungai tersebut seperti ikan Mera (tor douronesis), garing, lappam, tali-tali, gurame, lele, dan beberapa jenis ikan air tawar lainnya. Selama setahun tidak boleh dipanen, memberi kesempatan kepada berbagai jnis ikan untuk berkembang biak. "Dengan begitu, jenis-jenis ikan air tawar yang khas di lingkungan masyarakat pemilik lubuk larangan akan terjaga kelestariannya," kata Budi Hutasuhut.

Budi Hutasuhut menyayangkan, lubuk larangan sebagai kearifan lokal masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan yang sudah diwariskan turun-temurun ini, hampir tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah daerah sebagai sebuah potensi kebudayaan yang merefleksikan banyak nilai-nilai dalam kehidupan kebudayaan masyarakat. 

"Dalam kajian kebudayaan, lubuk larangan ini masuk katagori warisan budaya tak benda. Pemerintah daerah tidak hanya perlu memperhatikannya, tetapi harus merevitalisasi untuk mendapatkan khazanah antropologi masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan," kata Budi Hutasuhut.  

Lubuk Larangan memiliki fungsi beragam seperti menjaga kelestarian hutan, air, tanah serta melestarikan adat istiadat setempat. Lubuk Larangan pun dapat bernilai secara ekonomis dan menjadi perekat kebersamaan dan kegotongroyongan masyarakat setempat. "Setiap kali membuka lubuk larangan, uang beredar di lokasi lubuk larangan mencapai Rp30 juta sampai Rp50 juta dalam sehari. Pembukaan lubuk larangan biasanya menyedot pendatang dari berbagai kabupaten/kota, dan mereka datang untuk belanja di desa tempat lubuk larangan dibuka," kata Budi Hutasuhut.


Lanjut baca »

Dunia Internasional Nilai PLTA Simarboru Perusak Lingkungan

item-thumbnail

Budi Hutasuhut | Jurnalis Sinar Tabagsel

Bupati Tapanuli Selatan, Dolly Pasaribu, bersama  bersama Presiden Direktur PT NSHE, Du Yubao, dalam acara pengalihan aliran Sungai Batangtoru pada Senin, 10 Juli 2023

Norwegian Government Pension Fund Global (GPFG), Dewan Etik Dana Pensiun Pemerintah Norwegia, mengikuti langkah Bank of China yang lebih dahulu menolak memberikan kredit kepada PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), pengelola Pusat Listrik Tenaga Air Sipirok, Marancar, Batangtoru (PLTU Simarboru) di Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan anak perusahaan Power Construction Group of China Ltd (PowerChina). 

Norwegian Government Pension Fund Global (GPFG) mengeluarkan rekomendasinya agar mem-black-list PowerChina pada 6 Juli 2023 yang ditujukan kepada perusahaan manajemen investasi pengelola dana pensiun milik pemerintah Norwegia. Alasan GPFG, PowerChina yang menguasai PT NSHE dan mengelola PLTA Simarboru dinilai berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di ekosistem Batangtoru, habitat orangutan tapanuli. 

Beberapa tahun sebelumnya, Bank of China yang memberikan dana sebesar Rp21 triliun kepada PT NHSE untuk mengerjakan PLTA Simarboru,  proyek yang masuk daftar proyek strategis nasional. Proyek yang seharusnya selesai pada 2022, kemudian batas akhirnya direvisi menjadi 2026. Setelah kalangan aktivis lingkungan internasional menggelar aksi di halaman gedung Bank of China di Jakarta karena perusakan lingkungan Ekosistem Batangtoru, Bank of China kemudian menolak membiayai proyek yang dikelola anak perusahaan PowerChina tersebut.

Alasan perusak lingkungan di Ekosistem Batangtoru membuat GPFG Norwegia merekomendasikan lembaga investasi di negaranya untuk menolak membiayai proyek PLTA Simarboru yang dikelola PowerChina. Bagi GPFG Norwegia, Ekosistem Batangtoru merupakan rumah dari berbagai satwa khas Sumatera, terutama harimau sumatera dan orangutan tapanuli. “...karena risiko yang tidak dapat diterima bahwa perusahaan berkontribusi terhadap, atau bertanggung jawab atas, kerusakan lingkungan yang serius,” tulis rekomendasi tersebut. 

Kabar black list Norwegia itu, membuat proyek PowerChina di dalam Ekosistem Batangtoru kembali jadi sorotan kalangan aktivis lingkungan internasional. Pembangunan PLTA Simarboru kapasitas 4×127,5 MW ini membangkitkan kembali peristiwa empat tahun lalu, 2019. Ketika itu,  Mighty Earth, lembaga swadaya masyarakat dari Amerika Serikat, gencar mengkampanyekan perlindungan orang utan Batang Toru yang menjadi lokasi PLTA Simarboru. 

Mighty Earth yang dipimpin Glenn Hurowitz, membentuk Koalisi Perlindungan Orangutan Tapanuli bersama Orangutan Information Centre, Sumatran Orangutan Conservation Programme, dan Center for Orangutan Protection. Koalisi ini kemudian menulis surat kepada Presiden Joko Widodo agar menghentikan pembangunan PLTA itu. Reaksi Presiden Joko Widodo bukannya langsung menutup proyek PLTA Simarboru, malah merevisi batas akhir penyelesaian proyek startegis nasional itu dari 2022 menjadi 2026. 

Pasalnya, belakangan diketahui, kampanye Mighty Earth tentang perlindungan orangutan tapanuli lewat koalisi yang dibentuk bersama sejumlah lembaga lingkungan hidup, ternyata ditunggangi kepentingan bisnis merebut pembiayaan dan kepemilikan saham perusahaan. Mighty Earth yang mendesak PT NSHE menghentikan proyek PLTA Simarboru, ternyata menawarkan skema pendanaan kredit sindikasi bank-bank Amerika Serikat untuk membiayai proyek tersebut.

Guna memuluskan tawaran itu, Mighty Earth menjanjikan kepada PT NHSE untuk berkomitmen melindungi orang utan Tapanuli dan ekosistem Batangtoru, membentuk tim ahli untuk mengevaluasi dampak pembangunan PLTA terhadap orang utan dan masyarakat sekitar proyek, serta menawarkan opsi pembiayaan proyek PLTA dan energi bersih di Sumatera. 

Namun, PT NHSE menolak tawaran pembiayaan Mighty Earth karena bunganya terlalu tinggi dan memutuskan menerima kredit dari Bank of China. Akibat penolakan PT NHSE itu, protes Mighty Earth semakin gencar terhadap keberadaan PT NSHE di PLTA Simarboru. Aksi penolakan ini kemudian diikuti oleh sejumlah lembaga lingkungan, yang kemudian menyasar kepada keterlibatan Bank of China di proyek PLTA Simarboru. 

Black List Norwegia

Isu proyek strategis nasional PLTA Simarboru yang mengancam habitat orangutan tapanuli terus mendapat perhatian dunia internasional. Sebuah media di Skotlandia juga menyoroti masalah tersebut. Kolumnis Skotlandia, Mark Smith, dalam opininya di surat kabar Scottish Herald Voices pada 5 Juni 2023, menjelaskan kaitan proyek PLTA Simarboru dengan Skotlandia.

Dalam tulisan berjudul "Why is Scotland silent on the scandal of Batang Toru?" itu, Smith menilai State Development & Investment Corporation (SDIC), badan usaha minil negara China, yang menjadi pendana  pembangunan PLTA Simarboru. Perusahaan BUMN China itu juga mengoperasikan proyek energi di Skotlandia melalui anak usahanya, Red Rock Power. Mark mengingatkan agar pemerintah Skotlandia tidak terlibat dengan perusahaan yang menyebabkan ancaman langsung terhadap lingkungan dan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies langka seperti yang terjadi dengan orangutan tapanuli di Ekosistem Batangtoru.

Menyikapi black list dari Norwegia terhadap PowerChina karena proyek PLTA Simarboru merusak lingkungan dan mengganggu habitat orangutan tapanuli, Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien, mengapresiasi keputusan tersebut sebagai bentuk komitmen serius terhadap perlindungan hutan dan keanekaragaman hayati.

“China seharusnya melakukan hal yang sama dengan meninggalkan bendungan Batang Toru. Apalagi Cina merupakan tuan rumah COP15 yang seharusnya menunjukkan komitmen untuk melindungi keanekaragaman hayati,” kata Andi Muttaqien dalam rilis pers.

Muttaqien menambahkan, proyek PLTA Simarboru akan membuat habitat orangutan tapanuli semakin terfragmentasi dan terancam punah. Berinvestasi dalam proyek tersebut berarti mendanai penghancuran habitat orangutan tapanuli–kera besar paling langka di dunia yang populasinya hanya tersisa kurang dari 800 individu.

Direktur Green Justice Indonesia, Dana Tarigan, menyampaikan setidaknya ada tiga proyek besar yang mengancam bentang alam Batang Toru. Selain PLTA Batang Toru, ada pula Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla dan tambang emas Martabe yang dikelola PT Agincourt Resources serta beberapa konsesi lainnya. Aktivitas perusahaan-perusahaan tersebut sangat mempengaruhi kelangsungan ekosistem Batang Toru dan mengancam ruang hidup Orangutan Tapanuli.

“Melihat kondisi tersebut, sebaiknya pemerintah meninjau ulang izin-izin terhadap perusahaan rakus ruang tersebut, karena banyak sekali biodiversitas yang bergantung kepada Hutan Batangtoru,” ujar dia.

Pengaliran Air Sungai

Meskipun terjadi penolakan internasional terhadap proyek PLTA Simarboru, pemerintah Indonesia bergeming menunjuk PT NSHE sebagai pengelola proyek senilai Rp21 triliun ini. 

PT NSHE merupakan perusahaan konsorsium yang sahamnya dimiliki PT Dharma Hydro Nusantara (DHN) sebesar 52,82 persen, PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) 25 persen, dan Fareast Green Energy Pte Ltd. sebesar 22,18 persen. Sementara  Fareast Green Energy bersama Asia Ecoenergy Development merupakan pemilik PT Dharma Hydro Nusantara. Dengan kata lain, sebanyak 75% saham PT NSHE  dikuasai oleh Fareast Green Energy. 

PT NSHE yang beroperasi di bawah skema build operate transfer (BOT). Pembangkit nantinya diserahkan kepada PT PLN (Perseroa) setelah 30 tahun. 

Banyaknya desakan kalangan aktivis lingkungan terhadap keberadaan proyek PLTA Simarboru, sempat membuat pemilik saham mayoritas di PT NSHE berpikir untuk tidak lagi terlibat dan menjual sahamanya.   Anton Sugiono, direktur PT Dharma Hydro Nusantara sebagai pemilik saham mayoritas di PT NSHE, sempat ingin menjual sahamnya pasca penolakan Bank of China. Namun, upaya itu terhenti setelah mendapatkan investor baru, BUMN China,  State Development & Investment Corporation (SDIC). 

Diengan pembiayan dari SDIC, proyek PLTA Simarboru terus berlanjut. Pada 10 Juli 2023 lalu, PT NSHE mengundang Bupati Tapanuli Selatan Dolly Pasaribu menghadiri pengalihan aliran Sungai Batangtoru di areal proyek.

Meskipun begitu, berbagai persoalan terjadi di lingkungan proyek PLTA Simarboru. Salah satunya terkait persoalan tanah masyarakat yang belum selesai, juga mengenai serapan tenaga kerja di sejumlah perusahaan yang ada di lingkungan proyek PLTA Simarboru tersebut. Daya serap tenaga kerja di sejumlah perusahaan dalam lingkungan PLTA Simarboru sangat lemah, dan sering terjadi pemutusan hubungan kerja yang merugikan masyarakat sekitarnya. 



Lanjut baca »
Postingan Lama
Beranda