.

Emas di Mandailing Natal untuk Siapa?

item-thumbnail
Sihayo  Gold Limited, raksasa tambang di Australia memiliki 75% saham PT Sorikmas Mining yang sejak 1998 menerima kontrak karya dan berlaku sampai 2049, selama 26 tahun tak kunjung menemukan emas di lahan seluas 66.200 hektare di Kabupaten Madina, padahal tambang rakyat berhasil menemukan emas.  

Wakil Bupati Kabupaten Mandailing Natal, Atika Azmi Uttami, meminta Kapolda Sumatra Utara menertibkan pelaku penambangan emas tanpa izin  (PETI) di kabupaten tersebut.  Sejumlah nama oknum yang diduga sebagai "cukong" disebutkan dalam surat itu. 

Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady K. Harahap

Masyarakat dari beberapa desa di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal,  menyatakan protes atas kebijakan Pemda Kabupaten Madina untuk menertibkan PETI. Mereka mengaku aktivitas pertambangan itu  sangat membantu ekonomi keluarga,  dan khawatir penutupan tersebut akan berpengaruh terhadap meningkatkan angka kemiskinan. 

Protes itu disampaikan warga saat pertemuan di Aula Kantor Bupati Mandailing Natal (Madina), Kamis, 4 Maret 2024 lalu. Di dalam pertemuan yang dipimpin Wakil Bupati Atika Azmi Utammi,  warga menyatakan mendukung pertambangan dengan alasan sangat membantru perekonomian keluarga.  Mereka menyebut banyak warga yang menggantungkan hidup dari berusaha di sektor pertambangan tersebut.

Ratusan warga dari sejumlah desa di Kecamatan Kotanopan mendatangi Markas Polsek Kotanopan, Sabtu, 30 Maret 2024  malam. Massa yang terdiri dari ibu-ibu, bapak-bapak dan pemuda-pemudi, itu meminta agar Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) jangan ditutup karena sumber mata pencaharian mereka. 

Menjadi penambang emas  bukan pekerjaan yang asing bagi sebagian besar warga sejumlah desa di daerah aliras  sungai (DAS) Batang Gadis di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Tapanuli Selatan.  Sungai beraliran sedang itu memberi masyarakat mata pencaharian sampingan, pekerjaan tradisional yang dilakukan turun-temurun,  dikerjakan seusai melakukan pekerjaan utama sebagai petani padi maupun holtikultura. 

Mereka menyebutnya manggore -- istilah tradisional masyarakat -- yakni mendulang emas dengan cara mengayak pasir yang diambil dari dasar Sungai Batang Gadis.  Alat dulang atau disebut gore  itu berbentuk seperti kuali, terbuat dari kayu, permukaannya halus,  dan memiliki cekungan yang tak terlalu dalam.  Alat itu yang digoyang-goyang warga sembari dicelupkan berkali-kali ke air sungai.

Manggore, pekerjaan mendulang emas di Kecamatan Kotanopan yang dilakukan turun-temurun dan mulai ditinggalkan masyarakat.

Tradisi ini sering dilakukan sambil mandi sepulang dari ladang.  Warga akan mengambil pasir di dasar Sungai Batang Gadis dengan tempurung kelapa atau ember,  membuat mereka harus menyelam karena kedalaman air bervariasi.  Pasir itu kemudian diayak dengan gore untuk menghilangkan tanah dan pasir yang berat jenis massanya lebih ringan dibandingkan emas. Kalau beruntung,  setelah tanah dan pasir atau material lain tersingkir, akan diperoleh emas berbentuk pasir (tepung). 

Ketika warga manggore di Sungai Batang Gadis,  pemandangan itu terlihat dari jalan Lintas Sumatra yang dibangun mengikuti alur sungai terbesar di Kabupaten Mandailing Natal itu.  Tidak cuma orang tua (laki-laki dan perempuan), tetapi anak-anak juga ikut terlibat.  Anak-anak sering membantu orang tua melakukan pekerjaan mendulang sepulang sekolah.

Terkadang, mereka mendapatkan butir-butir emas yang lebih besar,  kerikil sebesar biji beras. Namun, hasil yang diperoleh tak menentu, lebih sering mendapatkan hasil di bawah setengah gram dengan harga jual bervariasi, dari Rp50.000 sampai Rp100.000. 

Meskipun hasilnya kecil,  tapi cukup untuk kebutuhan sehari-hari para warga yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Mereka mendulang secara tradisional agar sungai jernih tersebut tetap terjaga dan bisa menghidupi keluarganya secara turun-temurun.

Pekerjaan turun-temurun dari beberapa generasi ini bagian dari kearifan tradisional masyarakat untuk menjaga dan melestarikan Sungai Batang Gadis agar tetap bisa memberi tambahan penghasilan bagi mereka. Namun, pasca reformasi 1989, situasi kemudian berubah dan tradisi itu pun berubah. 

Para panggore (pendulang emas) tradisional itu mulai jarang melakukan aktivitas manggore di Sungai Batang Gadis. Kalau pun masih ada, hanya beberapa keluarga saja yang tampak di arus air sungai sedang manggore. 

Korporat Tambang

Aktivitas para peneliti di PT Sorikmas Mining yang tak kunjung menemukan emas selama 26 tahun  

Pekerjaan tradisional ini tidak ditinggalkan sepenuhnya, sebaliknya membuat masyarakat menjatuhkan pilihan untuk menjadikan  penambang emas sebagai pekerjaan utama.  Pilihan ini dilakukan setelah demam emas, di mana masyarakat menyadari kalau daerahnya kaya akan mineral barang tambang berupa emas dengan kadar yang sangat baik.

Di dalam Undang-Undang Kehutanan (UU 41/1999) yang disusun dan disahkan pada era Presiden Habibie,  dibatasi kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan, hanya membolehkannya secara terbatas di dalam hutan produksi dan tambang tertutup (underground mining) di hutan lindung. Pada masa rezim Megawati Soekarnoputri terbit peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu 1/2004) sehingga perusahaan-perusahaan tertentu dibolehkan menambang secara terbuka (open pit) di dalam hutan lindung. 

Berbasis perppu ini Presiden Megawati kemudian menerbitkan Keppres 41/2004 yang membolehkan 13 korporasi menambang di dalam hutan lindung seluas 927.648 hektare (dari total luas izin 6.257.640.49 hektare). Dari 927.648 hektare untuk korporasi pertambangan di seluruh Indonesia,  PT Sorikmas Mining mendapat 201.600 hektare lahan di Kabupaten Mandailing Natal untuk menambang emas. 

Lahan seluas 201.600 hektare itu tertera dalam Kontrak Karya (KK)  PT SM tertanggal 19 Februari 1998.  Namun, luas wilayah Kontrak Karya itu direvisi pemerintah menjadi 66.200 hektare dalam Kontrak Karya generasi VII berdasarkan surat Keputusan Direktur Pertambangan Umum Nomor 755.K/20.01/DJP/2000 tanggal 19 Desember 2000 dengan jangka waktu hingga tanggal 6 Oktober 2049.

Dari 66.200 hektare wilayah KK PT SM,  sebanyak 63.616 hektare  terletak di Kabupaten Mandailing Natal, dan siusanya sebesar 2.584 hektare di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.  Namun, sejak beroperasi pada 19 Februari 1998, PT SM  belum menemukan emas yang konon digadang-gadang sebesar  1.4 juta ounces.  Pihak PT SM dalam berbagai pertemuan resmi dengan pemerintah mengaku,  cadangan emas 1,4 juta ounces itu terbukti kurang ekonomis.


Meskipun PT SM tidak berhasil menemukan cadangan emas di Kabupaten Madina, namun perusahaan yang merupakan patungan Australia-Indonesia ini tak kunjung angkat kaki setelah 26 tahun beroperasi.  Sebuah institusi bisnis yang mengejar profit, mustahil mampu bertahan selama 26 tahun tanpa mendapatkan keuntungan apapun dari bisnis yang dikelolanya.


Saham PT SM dikuasai Sihayo Gold Limited (SGL), sebuah perusahaan tambang milik Australia yang listing di Australian Securities Exchange (ASX) dengan kode: SIH.  SGL kemudian menunjuk Aberfoyle Pungkut Investments Pte Ltd., perusahaan investasi berbasis di Singapura,  untuk menguasai 75% saham PT SM dan 25%  saham lainnya dikuasai MIND ID--induk BUMN tambang-- yang diberikan kepada PT Aneka Tambang (ANTAM). 

Meskipun PT SM yang mengelola Proyek Sihayo Pungkut Sumatra -- begitu nama yang diberikan SGL terhadap proyek tambang emas mereka di Kabupaten Madina -- belum melakukan eksploirasi emas,  namun SGL mengkomunikasikan tambang emas di Sumatra ini kepada Australian Securities Exchange. Dalam website SGL (https://www.sihayogold.com), disebutkan, Proyek Sihayo Pungkut Sumatramerupakan proyek paling maju dengan Sumber Daya Mineral sebesar 24 Mt pada 2,0 g/t untuk 1,5 Moz kandungan emas dan Cadangan Bijih sebesar 12,5 Mt pada 2,1 g/t untuk 840 koz emas yang terkandung. 

Lahan Kontrak Karya dipromosikan sebagai prospektif mineralisasi emas dan logam dasar dengan beberapa prospek yang diidentifikasi menyasar emas yang mengandung karbonat, emas urat epitermal, skarn emas-tembaga, porfiri tembaga-emas, dan mineralisasi gaya skarn timbal-seng.

Sebab itu, perusahaan mempunyai program eksplorasi aktif termasuk pengeboran lanjutan di Proyek Sihayo Pungkut Sumatra,  pengeboran di Prospek Hutabargot Julu yang terletak 6 km sebelah selatan Proyek Emas Sihayo serta target lain di seluruh wilayah KK.

Potensi itu berkaitan dengan lokasi Proyek Sihayo Pungkut Sumatrayang bertepatan dengan Zona Sesar Trans Sumatera (TSFZ) yang produktif secara geologis dan Busur Magmatik Neogen yang terkait,  yang merupakan hasil dari tumbukan miring dua lempeng tektonik dan subduksi terkait. 

TSFZ disebut-sebut telah menguntungkan proyek emas penting,  Tabang Emas Martabe milik PT Agincourt Resources, di mana wilayah KK PT SM bersebelahan dengan wilayah KK PT Agincourt Resources.  

Menurut SGL,  Hutabargot Julu merupakan lahan multi elemen emas seluas 3,5 km x 3,0 km yang sebagian besar belum teruji anomali geokimia. Letaknya kira-kira 6 km tenggara dari lokasi Proyek Sihayo Pungkut Sumatra. Pemetaan prospek sebelumnya menunjukkan adanya area perubahan hidrotermal yang luas pada gunung berapi dan batuan vulkaniklastik. 

Pengeboran pra-muka pada urat-urat di Hutabargot Julu selama 2011-2013 menghasilkan intersep emas-perak yang signifikan.  Hutabargot Julu dianggap berpotensi prospektif

 untuk deposit emas-perak epitermal yang tersebar dalam skala besar dan secara lokal, urat emas-perak bermutu tinggi.

Dengan potensi mineral seperti itu, seharusnya Proyek Sihayo Pungkut Sumatra sudah berproduksi. Namun, SGL tampaknya menunda produksi PT SM untuk mengupayakan peningkatan nilai tambah Proyek Emas Sihayo. 


Dalam laporan keuangan SGL per 31 Desember 2023 disebutkan,  SGL akan menerapkan dua metode penambangan di Proyek Emas Sihayo. Metode tambang bawah tanah dan metode tambang permukaan akan dipilih setelah SGL melibatkan grup konsultan Mining One. 


Perubahan ini mengacu pada studi kelayakan terbaru yang dirilis pada tahun 2022, di mana proyeksi rata-rata perolehan metalurgi Proyek Sihayo Pungkut Sumatra meningkat dari 71,2% menjadi 83,6% dengan total produksi emas meningkat dari 551.000 oz menjadi 653.000 oz.

Arus kas sebelum pajak selama umur tambang telah meningkat dari 253 juta dolar AS menjadi 353 juta dolar AS, sedangkan nilai sekarang bersih setelah pajak meningkat dari 114 juta dolar AS menjadi 169 juta dolar AS, dan tingkat pengembalian internal dari 16,2% menjadi 20,4%. 

Perkiraan biaya modal awal Proyek Sihayo Pungkut Sumatra menurun dari 243 juta dolar AS menjadi 221 juta dolar AS, sementara biaya pemeliharaan keseluruhannya telah meningkat dari 972 dolar AS per oz menjadi 1.007 dolar AS per oz. 

SGL melaporkan perkiraan cadangan bijih pada Proyek Sihayo Pungkut Sumatra sebesar 11,7 juta ton dengan kadar 1,98 g/t emas untuk 747.000 oz emas yang terkandung . 

Bisnis Tambang Rakyat
Kabupaten Madina dengan sungai yang menjadi titik aktivitas Pertambang Emas Tanpa Izin (PETI)  sekaligus merupakan wilayah Kontrak Karya PT Sorikmas Mining. 

Data deposit yang dikeluarkan SGL tentang potensi mineral Proyek Sihayo Pungkut Sumatra,  dilaporkan kepada publik yang mau investasi pada saham SGL di Bursa Efek Australia. Informasi publik ini dilengkapi dengan hasil-hasil studi yang dilakukan SGL dan bisa diakses dengan mudah, sehingga deposit mineral emas dan perak di Kabupaten Madina menjadi informasi yang terbuka. 

Disadari atau tidak, informasi ini punya andil besar memunculkan penambangan liar di sekitar wilayah KK PT SM.  Pasalnya, deposit mineral emas di Kabupaten Madina yang tak kunjung ditambang PT SM  mendorong munculnya demam emas di masyarakat.  

Warga lokal yang biasa bekerja sebagai petani sawah dan ladang,  akhirnya berubah haluan menjadi penambang emas liar.  Awalnya, demam emas mendera masyarakat untuk membuka tambang emas di sekitar Kecamatan  Hutabargot. Para penambang ini awalnya menerapkan metode tambang bawah tanah, menggali lubang-lubang tambang hingga ke perut bumi untuk menelusuri urat emas. 

Para penambang yang beraktivoitas di kawasan hutan, mampu menciptakan sumber mata pencaharian baru bagi warga lainnya yakni usaha penggelondongan material galian. Unit usaha yang menawarkan jasa gelondong material hasil penggalian ini bermunculan di lingkungan masyarakat, membawa kabar baik tentang hasil penambangan berupa emas yang kadarnya sangat tinggi.

Sejak itu, demam emas melanda Kabupaten Madina. Para penambang muncul di berbagai kecamatan di Kabupaten Madina seperti Siabu, Naga Juang,  Muara Sipongi, Batang Natal. Kotanopan, Lingga Bayu, dan lain sebagainya.  Para penambang tidak hanya menerapkan metode tambang bawah tanah di kawasan hutan yang medannya sangat sulit dengan resiko tinggi tertimbun material galian.

Para penambang mulai menerapkan metode tambang terbuka yang resikonya lebih sedikit. Metode tambang terbuka ini mirip dengan manggore, pekerjaan mendulang emas secara turun-temurun. Bedanya, jika dalam manggore material yang didulang sangat sedikit, maka dalam tambang terbuka pendulangan dilakukan dengan bantuan alat-alat berat seperti eksavator. 

Sejumlah penambang emas mengaku melakukan penambangan karena PT SM tidak  kunjung beroperasi padahal deposit emas di Kabupaten Madina berlimpah.  Lambatnya operasional PT SM yang selalu beralasan hasil tambang kurang ekonomis,  justru dijawab masyarakat dengan memperoleh hasil dari tambang liar tersebut. 

"Banyak penambang yang mendadak jadi kaya raya. Kurang ekonomis bagaimana itu," kata Ahmad Suhali, seorang penambang di Hutabargot Julu. 

Sulaiman, penambang lainnya, mengatakan sebaiknya pemerintah menyerahkan  kegiatan penambangan emas kepada rakyat daripada kepada perusahaan asing yang tidak jelas kemampuannya. 

Keuntungan yang diperoleh warga saat menambang emas di beberapa titik di Kabupaten Madina, ternyata membuat demam emas mempengaruhi sejumlah pemodal yang bersedia berinvestasi.  Para pemodal yang berbasis pengusaha lokal, ramai-ramai mengalihkan investasikan ke sektor pertambangan. Dalam perkembangan selanjutnya, tidak sedikit pengusaha dari berbagai daerah seperti Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padang Sidimpuan yang berinvestasi di sektor tambang. 

Para pengusaha ini ada yang menerapkan pola membeli lahan milik masyarakat untuk ditambang metode tambang terbuka menggunakan alat-alat berat. Ada juga pemilik lahan yang memberikan lahan miliknya, biasanya lahan pertanian yang berada di daerah aliran sungai, untuk ditambang oleh para pengusaha dengan sistem bagi hasil atau sistem sewa. Untuk sistem sewa, ada jangka waktu yang disepakati, dan lahan dikembalikan pemodal kepada warga pemilik lahan setelah areal bekas tambang dikembalikan lagi seperti semula.

Meskipun usaha tambang yang dilakukan tidak dapat izin dan pemerintah menyebutnya PETI (tambang emas tanpa izin),  namun usaha itu tidak  banyak dipersoalkan pemerintah setempat.  Masyarakat yang bekerja di sektor tambang semakin banyak dan meyakini usaha tersebut tidak keliru.  

PETI mulai menjadi persoalan ketika merebak kasus pencemaran sungai oleh zat yang diduga merkuri (air raksa) pada tahun 2019. Merebaknya dugaan 12 anak yang lahir cacat diduga akibat terkontaminasi limbah pembuangan tambang, sehingga Gubernur Sumatra Utara waktu itu, Edy Rahmayadi, membuat kebijakan menutup PETI di wilayah Kabupaten Madina. 

Sejak kebijakan Gubernur Edy Rahmayadi itu, keberadaan PETI menjadi sorotan.  Aksi menentang PETI muncul dari aparat penegakan hukum, mengait-kaitkan aksi PETI dengan pelanggaran peraturan-perundangan. Pelarangan semakin ketat ketika banyak penambang emas yang mendapat kecelakaan dan terkubur di lubang-lubang tambang. 

Kebijakan Setengah Hati

Kapolres Mandailing Natal, AKBP Arie Soepandi Paloh, dengan  melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi-lokasi PETI di Kecamatan Kotanopan, Sabtu, 10 Feberuari 2024. 
Ketika Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi, melarang aksi PETI di Kabupaten Madina pada 2019, kebijakan itu ditindaklanjuti aparatur penegak hukum dengan melakukan operasi poenangkapan para pelaku. Aksi tersebut membuat PETI menghilang sementara, meskipun di beberapa titik di kawasan hutan masih terus berlangsung aksi penambangan bawah tanah. 

Lokasi-lokasi tambang bawah tanah yang berada di lereng-lerang pegunungan di sekitar Sorik Merapi dan kawasan Taman Nasional Batang Gadis,  sulit dijangkau sehingga aksi penutupan tidak sampai ke sana.  Lokasi tambang yang ditutup justru penambang metode lahan terbuka, yang biasanya berlokasi di DAS sungai-sungai yang ada di Kabupaten Madina atau tidak jauh dari lingkungan penduduk. 


Larangan PETI terkesan setengah hati, sehingga warga di beberapa kecamatan di Kabupaten Madina hanya berhenti saat aparat penegak hukum melakukan aksi penutupan. Namun, PETI yang oleh masyarakat disebut tambang rakyat, tetap beroperasi karena demam emas memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat.


Kebijakan penutupan PETI mestinya diimbangi pemerintah dengan memberikan alternatif pekerjaan kepada masyarakat. Namun, pemerintah tidak punya alternatif tersebut dan lebih memilih mensosialisasikan PETI sebagai tindakan kriminal yang bisa mendapat sanksi hukum. 

Digertak dengan sanksi hukum atas tindakan PETI, rakyat Kabupaten Madina yang menjadikan penambang emas sebagai mata pencahariannya justru tidak berhenti. Mereka tetap melakukan aktivitas tambang dan berlangsung secara  terbuka di hadapan publik. 

Kondisi ini terjadi di Kecamatan Kotanopan, misalnya. Di daerah ini, menurut catatan Camat Kotanopan dalam surat pengaduan yang dilaporkan kepada Bupati Madina,  terdapat 23 alat berat jenis beko (excavator) yang melakukan pengerukan tanah dalam aktivitas penambangan emas. Lokasi umumnya berada di lahan-lahan pinggiran Sungai Batang Gadis.

Di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Batang Gadis di Kecamatan Kotanopan, adalah lubang-lubang bekas tambang emas ilegal.  Lubang-lubang yang digenangi air itu tercipta akibat penggunaan alat-alat berat seperti eksavator oleh para penambang. Dalam situs blibli.com,  Eksavator ISUZU CC-6BG1TRP kapasitas 1.05 m3 dengan kekuatan 128.5 kW / 2100 rpm ditawarkan seharga Rp1,3 miliar.  Harga beko merek Komatsu lebih murah, sekitar Rp300 juta sampai Rp900 juta.  

Hal ini menandakan, alat-alat berat ini mustahil dimiliki oleh masyarakat yang sering disebut sebagai pelaku penambangan liar.  Alat-alat berat yang beroperasi di Kecamatan Kotanopan milik para investor, pengusaha pemilik modal yang menjadi masyarakat sebagai pekerja tambang.  

Warga selaku pekerja tambang tidak bisa ditakut-takuti dengan sanksi hukum atas aktivitas PETI. Warga akan berhenti melakukan aktivitas penambangan apabila para pemodal pemilik alat-alat berat itu yang dihentikan aktivitasnya. Namun, aparat penegak hukum tampaknya tidak bekerja maksimal untuk menegakkan hukum, sehingga para pemodal masih bisa beraktivitas mengaktifkan PETI. 

Sebanyak 23 unit alat-alat berat di sepanjang Sungai batang gadis di Kecamatan Kotanopan tidak akan ada si sana jika aparat penegak hukum melakukan penegakan hukum.  Kondisi inilah yang melatarbelakangi Pemda Madina kembali menggaungkan anti-PETI. Dimulai dari pengaduan Wakil Bupati Madina kepada Kapolda Sumatra Utara lewat surat bernomor : 660/0131/DLH/2024 tanggal 24 Januari 2024. 

Selain menyurati Kapolda, Wakil Bupati juga menggelar pertemuan dengan perwakilan warga dari Kecamatan Kotanopan.  Wakil Bupati menjanjikan, jika warga berhenti melakukan aktivitas PETI, ada peluang menjadi pertambangan legal di wilayah Kecamatan Kotanopan dengan pengajuan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada pemerintah Indonesia di Jakarta. Namun, warga meragukan tawaran WPR tersebut karena kebijakan itu belum ada contohnya. 

Menindaklanjuti surat pengaduan Wakil Bupati Madina, Kapolres Mandailing Natal, AKBP Arie Soepandi Paloh, dengan  melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi-lokasi PETI di Kecamatan Kotanopan, Sabtu, 10 Feberuari 2024. Tapi, aksi Kapolres Madina hanya membawa dua alat berat yang diduga dipergunakan pelaku PETI.

Wilayah Pertambangan Rakyat

Tawaran Bupati Madina tentang melegalkan sektor pertambangan dengan mengusulkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), bisa dibilang sebagai solusi yang tidak solutif. Pasalnya, jika mengacu data pada sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) sampai Juli 2022, ada 10.120.574 hektare konsesi tambang yang diobral pemerintah kepada korporat. 

Sebelumnya jumlah izin pertambangan mencapai 11 ribu izin, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginisiasi koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi sektor pertambangan mineral dan batu bara (Korsup Minerba) jumlah izin menyusut karena banyak yang dicabut, hingga kini menjadi 6,5 ribu izin.

Dari jumlah izin itu, 4.114 izin tambang yang aktif di Indonesia. Terdiri dari 4.015 Izin Usaha Pertambangan (IUP), 8 Izin Usaha Pertambangan Khsusu (IUPK), 31 Kontrak Karya (KK) dan 60 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). 

Menurut Laporan "Indonesia Tanah Air Siapa - Kuasa Korporasi di Bumi Pertiwi", yang dirilis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Auriga Nusantara, seperlima dari izin tambang itu dimiliki/dikuasai oleh 10 grup usaha. Dua perusahaan milik BUMN, PT Timah dan PT Antam, menempati urutan teratas. Masing-masing menguasai 487.516 hektare dan 454.885 hektare. 

Pada era reformasi, terjadi “pemberontakan” perizinan oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan izin-izin tambang skala kecil-menengah melalui Kuasa Pertambangan (KP).  Namun, berdasarkan UU Minerba 4/2009 baik KK, PKP2B, maupun KP dilebur menjadi IUP,  meski hingga sekarang proses peleburan tersebut belum sepenuhnya selesai, sehingga masih ada berbagai KK yang masih aktif seperti KK PT Sorikmas Mining di Kabupaten Madina dan KK milik PT Agincourt Resources di Kabupaten Tapsel.


Dalam catatn MODI, tidak ada sama sekali izin usaha pertambangan rakyat yang diterbitkan hingga saat ini. Bahkan, pemerintah belum pernah menetapkan Wilayah Usaha Pertambangan Rakyat (WIPR) sebagai basis untuk menerbitkan izin pertambangan rakyat. 


Padahal, sudah ada PP No. 25 Tahun 2023 yang dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan pengelolaan Wilayah Pertambangan Indonesia, di mana Gubernur memiliki peran besar bekerja sama dengan Bupati/Wali Kota di dalam menetukan wilayah pertamabangan di daerahnya. 

Namun, jika Pemda Madina tetap akan membuat kebijakan tentang penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR),  dibutuhkan kjerja pengkajian dan penelitian tentang kandungan minerba sebagaimana amanat PP 25 Tahun 2023.  Cuma, sukar bagi Pemda Madina untuk melakukan kajian dan penelitian deposit sumber daya mineral di daerahnya, mengingat investor sebesar Sihayo Gold Limited yang mengelola PT Soorikmas Mining membutuhkan 26 tahun untuk bisa mengetahui deposit mineral di Kabupaten Madina.  Tanpa keterlibatan Mining One Pty Ltd, perusahaan konsultan tambang berbasis di Melbourne, Australia. 

Semoga Pemda Madina punya solusi yang tak merugikan rakyatnya.

Lanjut baca »

Panasbumi Madina, Memilih Bonus Produksi Atau Mengorbankan Nyawa Warga

item-thumbnail

Sebanyak 40% potensi panas bumi dunia ada di Indonesia atau 23,9 Giga Watt (GW), baru dimanfaatkan sebesar 8,9% atau 2.130,6 MW.  Pemanfaatan potensi energi terbarukan itu ternyata mengancam keselamatan masyarakat seperti tragedi yang menimpa warga di sekitar lokasi PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP).

Penulis: Budi P Hutasuhut | Editor: Hady K Harahap

Sebuah rumah di Desa Sibanggor  Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal,  terlihat sepi ketika Sinar Tabagsel tiba Senin, 26 Feberiuari 2024.  Pada Kamis  sore, 22 Feberuari 2024,  Lisdawati, salah seorang penghuni rumah itu, mendadak merasa mual, pusing, dan akhirnya muntah-muntah. Kondisi kesehatannya drastis menurun hingga harus dilarikan ke RSUD Panyabungan.

Rumah  Lisdawati berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi sumur (wellpad) milik PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP).  Kamis  pagi,  perusahaan pengelola Pusat Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Sorik Merapi  itu sedang beraktivitas di sumur V-01.  Penghuni rumah-rumah lain,  yang jaraknya sekitar 300 - 700 meter dari lokasi sumur,  juga mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah.  

Satu per satu warga penghuni rumah-rumah di Desa Sibanggor Julu dan Desa Sibanggor Tonga kemudian bertumbangan.  Mereka dilarikan ke berbagai rumah sakit dan puskesmas terdekat.  Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mandailing Natal  mencatat, sebanyak 123 korban dirawat di RSUD Panyabungan sebanyak 38 orang,  40 orang di RS Permata Madina Panyabungan, 40 orang dirawat di Puskesmas Sibanggor Jae,  tiga  orang di Puskesmas Kayulaut,  dan dua orang di Klinik Bidan Irma Desa Huta Tinggi.

Petugas medis yang merawat masyarakat menduga,  dari gejala yang ditunjukkan semua pasien -- pusing, mual, dan ada yang muntah --  ratusan korban itu diduga terpapar racun.  Kondisi dengan gejala serupa sudah pernah mendera masyarakat,  terutama setelah pipa gas milik PT SMGP mengalami kebocoran dan mengeluarkan gas beracun Hidrogen sulfida (H2S). Sebab itu, kuatr dugaan ratusan warga yang dilarikan ke berabagai rumah sakit disebabkan terpapar gas beracus H2S, senyawa kimia yang keluar dari proses produksi di PLTP Sorik Merapi yang dikelola PT SMGP.  

Kedekatan lokasi PT SMGP dengan perkampungan masyarakat

Corporate Communication PT SMGP,  Agung Iswara, membantah terjadi kebocoran pipa ataupun sumur milik mereka.  Bantahan ini muncul dengan alasan, PT SMGP telah melakukan langkah-langkah sebelum aktivasi sumur itu dilakukan seperti sosialisasi, pemasangan abatement,  pemasangan alat deteksi gas H2S di dalam area sumur  serta penyisiran perimeter aman sejauh 300 meter dan pre-job safety meeting.

"Tidak ada kebocoran sumur," katanya. 

Kata Agung Iswara, jarak lokasi sumur ke titik terdekat Desa Sibanggor Julu adalah 700 meter. Saat kegiatan berlangsung hasil pembacaan alat deteksi gas H2S terbaca sebesar 0 ppm, baik di lokasi sumur, di sekitar perimeter aman 300 meter dan area desa.

Hal yang wajar PT SMGP membantah pihaknya sebagai penyebab keracunan yang diderita ratusan warga Desa Sibanggor Julu dan Desa Sibanggor Tonga.  Namun, masyarakat yang menjadi korban menyakini, gas beracun H2S baru mereka kenali sejak PT SMGP mulai beroperasi di daerah mereka. Warga mengidentifikasi, aroma gas beracun itu seperti bau telur busuk,  begitu menyengat. Bau yang tidak sedap itu acap tercium saat mereka bekerja di sawah,  areal budidaya tanaman padi yang memisahkan Kompleks PLTP Sorik Merapi dengan perkampungan penduduk. 

Letak geografis Desa Sibanggor Julu dan Desa Sibanggor Tonga tepat berada di tengah-tengah lingkungan PT SMGP.  Diapit oleh sumur-sumur milik PT SMGP,  lingkungan keseharian masyarakat dilalui oleh pipa-pipa yang mengalirkan H2S dari sumur ke pusat PLTP Sorik Marapi. Pipa-pia yang mengandung gas beracun itu mengancam keselamatan masyarakat, riskan mengalami kebocoran seperti yang pernah terjadi pada tahun 2022 lalu. 

Setiap kali PT SMGP melakukan aktivitas di sumur, warga mengaku akan mencium bau telur busuk itu. Namun, karena ada sosialisasi sebelumnya, masyarakat sudah mengantisipasi dengan tidak pergi ke peswahan apabila PT SMGP dan kontraktornya melakukan aktivitas di sumur. Meskipun begitu, masyarakat keberatan karena aktivitas PT SMGP itu menyebabkan mereka tidak bisa berusaha di sawahnya. 

"Kami dirugikan setiap kali PT SMGP beraktivitas di sumur,"  kata salah seorang warga yang mengaku bernama Halomoan. "Kami harus berhenti ke sawah setiap kali perusahaan beraktivitas di semur."

PT SMGP mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi Sorik Marapi yang memiliki kapasitas total sebesar 240 Mega Watt. Inisalah  satu proyek pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) yang dikembangkan sebagai bagian dari  Program Strategis Nasional Presiden Joko Widodo.   Potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 23,7 GW.  

Pemerintah menetapkan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) & Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (WPSPE) untuk memanfaatkan potensi panas bumi tersebut dengan harapan menghasilkan pembangkit listrik sebesar 35.000 Mega Watt.  Program ini tergambar dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 23% di tahun 2025 dan 31% di tahun 2050.

Hingga saat ini, terdapat 16 PLTP yang beroperasi di Indonesia—dengan total kapasitas terpasang PLTP Indonesia (2,1 GW) menempati peringkat ke dua setelah Amerika Serikat.  Pengembangan proyek PLTP di Indonesia dimulai pada tahun 1978 dengan proyek pertama yaitu PLTP Kamojang. 

Pada tahun 2018, Indonesia telah berhasil mengoperasikan salah satu PLTP terbesar di dunia, yaitu  PLTP Sarulla 330 MW yang dikelola oleh PT. Sarulla Operations Limited.  PLTP Sarulla memiliki kapasitas 330 MW,  merupakan proyek PLTP dengan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) tunggal  terbesar di dunia dengan skema Independent Power Producer (IPP).  

PT. Sarulla Operations Limited dimiliki KS Orka Renewables Pte. Ltd.,  perusahaan pengembang dan operator panas bumi yang berbasis di Singapura,  merupakan anak perusahaan dari Kaishan Group Co., Ltd. Kaishan merupakan produsen dan pemasok fasilitas pembangkit listrik yang berbasis di Cina. 

Sukses mengelola PLTP Sarulla,  KS Orka  memegang konsesi panas bumi di Sorik Merapi melalui PT Sorik Merapi Geothermal Power,  di Sokoria melalui PT Sokoria Geothermal Indonesia, dan di Samosir melalui PT Samosir  Geothermal Power.   Bahkan, KS Orka berencana untuk akuisisi konsesi panas bumi milik Hitay Energy melalui Inter Investment Pte. Ltd.  KS Orkha juga dikabarkan sedang mengincar panasbumi di Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.  WKP ini milik BUMD Pemprov Jawa Barat yakni PT Jasa Sarana dan sedang dilakukan eksplorasi sejak tahun 2016.

Di PLTP Sorik Marapi, KS Orka mengembangkan kapasitas 120 MW, dan kini sedang diupayakan mencapi 240 MW hingga tahun 2022.

Direktur Panasbumi, Ida Nuryatin Finahari mengunjungi PLTP Sorik Merapi beberapa waktu lalu

Dalam pengembangan panasbumi, tiga tahun merupakan waktu yang sangat singkat. Dalam waktu singkatKS Orkha berhasil mengembangkan 120 MW di Sorik Merapi dan 30 MW di Sokoria. Tahun 2020, dengan penambahan 120 MW dari Sorik Merapi,  perusahaan ini akan mengoperasikan sekitar 270 MW energi panasbumi. Jika terealisasi, maka KS Orka akan menyalip kapasitas listrik yang dimiliki pengembang panasbumi lainnya yang telah ada sejak lama, termasuk pengembang pelat merah, Geo Dipa Energi.

Eirikur Bragason, Chief Executive Officer KS Orka, mengatakan KS Orka ingin menjadi pengembang dan operator global terdepan untuk proyek-proyek geothermal, menaragetkan kapasitas tenaga listrik sebesar 500MW dalam lima tahun ke depan. Untuk mencapai terget tersebut, KS Orka telah menyiapkan dana sebesar US$ 2 miliar.  

Energi panas bumi disosialisasikan lebih ramah terhadap lingkungan dibandingkan dengan energi fosil yang juga banyak dijumpai di Indonesia. Namun, sifat panas bumi sebagai sumber daya alam yang berada jauh dalam bumi memerlukan berbagai pengetahuan untuk mengeksplorasinya seperti ilmu geologi, geokimia dan geofisika. 

Pengetahuan ini dibutuhkan untuk mendeteksi sumberdaya secara lebih akurat agar bisa dieksploitasi untuk kepentingan energi lsitrik dengan biaya yang lebih efisien. Eksplorasi sumberdaya panas bumi membutuhkan perhitungan yang tepat dalam rangka mengurangi resiko jika ingin dikembangkan secara ekonomis.

Hingga akhir 2021 teridentifikasi 356 lokasi panas bumi di seluruh Indonesia yang membentang mulai dari Pulau We di ujung Barat hingga Pulau Papua di ujung Timur. Lokasi tersebut merupakan hasil-hasil penyelidikan geologi, geokimia, geofisika dan pengeboran, yang telah dilakukan oleh Pemerintah maupun Badan Usaha. 

Rincian distribusi daerah panas bumi di Indonesia adalah sebagai berikut: Pulau Sumatra (101 lokasi), Pulau Jawa (75 lokasi), Pulau Bali (6 lokasi), Kepulauan Nusa Tenggara (34 lokasi), Pulau Kalimantan (14 lokasi), Pulau Sulawesi (90 lokasi), Kepulauan Maluku (33 lokasi) dan Papua (3 lokasi). 

Hasil rekapitulasi dan pemutakhiran neraca sumber daya dan cadangan panas bumi hingga bulan Desember tahun 2021 diperoleh total sumber daya sebesar 23.356,9  MWe dengan cadangan sekitar 14.131,9 Mwe. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, terlihat peran strategis panas bumi, di mana penambahan kapasitas pembangkit listrik  dari panas bumi masuk “tiga besar” dengan proyeksi penambahan sebanyak 3.355 MW.

Dalam RUEN 2025 dan berdasarkan target bauran EBET sebesar 23% di tahun 2025, pengembangan PLTP memiliki porsi sekitar 7% dari total target atau setara dengan 7,2 GW. Dengan target capaian kapasitas terpasang PLTP tahun 2023 sebesar 2,37 GW tersebut, diperlukan upaya pengembangan proyek PLTP sebesar 4,8 GW untuk mencapai target 7,2 GW di tahun 2025. 

Meskipun KS Orka terbilang sukses sebagai pengembang dan operator global proyek-proyek geothermal di Indonesia, namun tersandung untuk kasus PLTP Sorik Merapi.  PT SMGP yang mengelola PLTP Sorik Merapi berkali-kali merugikan dan mengancam nyawa warga. 

Selain itu, masyarakat juga mempertanyakan keberadaan PLTP Sorik Merapi yang memproduksi energi listrik, namun masyarakat tidak menikmati energi tersebut. Pasalnya,  menjadi daerah lumbung energi panas bumi, tidak menjamin masyarakat bisa menikmati aliran listrik. 

“Ibarat tikus mati di lumbung padi. Warga yang berada di kawasan perusahaan listrik tak bisa menikmati listrik,” kata  salah seorang warga yang mengaku bernama Yunus. 

Bonus Produksi Panasbumi

Kementerian ESDM merilis di websitenya, esdm.go.id ,  bahwa kehadiran PT SMGP di lingkungan masyarakat Kabupaten Madina menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Selama masa konstruksi PLTP hingga tahun 2017, kegiatan pengeboran dan konstruksi PLTP Sorik Marapi telah menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 3.382 orang. Pada saat beroperasi dengan kapasitas penuh (240 MW), PLTP Sorik Marapi diestimasi akan menyerap tenaga kerja sekitar 200 orang untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan PLTP.

Selain itu, pada tahun 2017 PT SMGP telah merealisasikan dana Community Development sebesar Rp 2.002.137.500. Pelaksanaan kegiatan community development di Sorik Marapi telah diselaraskan dengan program Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal. Bahkan, pembangkitan listrik di PLTP Sorik Marapi, memberikan manfaat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal berupa bonus produksi, yang diperkirakan sebesar Rp 880 juta pada tahun 2018. 

Berdasarkan data di Kemenkeu,  Pemda Kabupaten Madina telah menerima dana dari PT SMGP berupa Bonus Produksi dan Dana Bagil Hasil (DBH) dari SDA Panas Bumi . Pada tahun 2022, ada sebesar Rp 2,7 Milliyar Bonus Produksi PT SMGP di tahun 2021 yang diterima Pemda Kabupaten Madina. Selain Bonus Produksi, Pemkab Madina juga menerima DBH SDA Panasbumi dari pemerintah pusat sebesar Rp 8,1 miliar.  

Pemkab Madina menerima Bonus Produksi dan DBH SDA Panasbumi sejak awal PT SMGP berproduksi. PT SMGP mualai melakukan pembayaran Bonus Produksinya sejak tahun 2019 kepada Pemkab Madina. Untuk tahun 2019 Bonus Produksi sebesar Rp 479.301.848, selanjutnya di tahun 2020 Rp1.944.944.442, kemudian untuk 2021 sebesar Rp2.740.941.040.



Lanjut baca »

PT SMGP Ancaman Keselamatan Warga

item-thumbnail

PT Sorik Merapi Geothermal Power kembali menelan korban warga di sekitar lokasi operasional. Polda Sumut dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  kembali akan melakukan investigasi atas peristiwa yang menyebabkan 123 warga harus mendapat perawatan. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) desak pemerintah bekukan operasional perusahaan yang bergerak di bidang energi terbarukan ini. 

Penulis: Halomoan Lubis  | Editor: Budi P Hutasuhut

Kondisi Desa Sibanggor Julu dan Desa Sibanggor Tonga, dua desa yang terpapar gas beracun hidrogen sulfida (H2S) dari aktivitas pengeboran sumur yang dilakukan PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP),  masih mencekam saat wartawan Sinar Tabagsel tiba di sana pada Jumat, 23 Feberuari 2024, sekitar pukul 10.00 wib.  Aroma gas beracun yang  tercium seperti bau telur busuk tidak lagi terendus di udara.  

Pada  Kamis malam, 22 Februari 2024, sekitar pukul 18.00  WIB, bau telur busuk itu yang awalnya meneror masyarakat,  kemudian 123 warga secara perlahan-lahan tumbang dengan keluhan yang sama: mual, muntah, dan pusing.  Kepanikan terjadi.  Masyarakat membawa pihak keluarga masing-masing yang terpapar H2S untuk memberikan pertolongan pertama.  

Dari laporan  Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Madina, sebanyak 123 korban dirawat di rumah sakit dan puskesmas antara lain di RSUD Panyabungan sebanyak 38 orang, 40 orang di RS Permata Madina Panyabungan, 40 orang dirawat di Puskesmas Sibanggor Jae, 3 orang di Puskesmas Kayulaut dan dua orang di Klinik Bidan Irma Desa Huta Tinggi.

Banyaknya korban yang bertumbangan, memunculkan rumor di masyarakat kalau pipa-pipa dan sumur-sumur penambangan milik PT SMGP telah bocor dan gas H2S memuncrat ke mana-mana.  Warga yang panik karena anggota keluarganya bertumbangan,  semakin panik mendengar rumor tersebut.  Masyarakat berbondong-bondong meninggalkan rumah masing-masing karena khawatir akan menjadi korban selanjutnya.  Ratusan warga mengungsi ke tempat-tempat yang mereka nilai masih aman.

"Ada sekitar 300 keluarga dari Desa Sibanggor Julu dan Desa Sibanggor Tonga yang mengungsi sementara. Saat ini petugas masih melakukan pendataan," kata Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Madina, Muksin Nasution, kepada pers, Jumat,  23 Februari 2024. 

Sejak PT SMGP mulai mengekploitasi tenaga panas bumi yang ada di Kabupaten Mandailing Natal dan mengembangkan Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Merapi,  perusahaan yang 95% sahamnya dikuasai KS Orka Renewables Pte. Ltd  dan berbasis di Singapura,  ini senantiasa menimbulkan persoalan yang mengancam nyawa manusia.  

Di awal operasional  PT SMGP yang menguasai konsesi lahan seluas 62.900 hektare dan tersebar di 10 kecamatan dan 138 desa di Kabupaten Mandailing Natal, Sinar Tabgsel mencatat pada 20 Januari 2015  terjadi bentrokan antara warga yang pro dan kontra.  Seorang warga  tewas dan rumah serta kendaraan (mobil) ikut hancur akibat bentrokan dua kelompok pro dan kontra, terkait kehadiran dan  operasi perusahaan.

Pada 29 September 2018,  kolam penampungan air pengeboran milik PT SMGP yang berlokasi di Desa Sibanggor Jae menewaskan dua orang santri,  masing-masing atas nama Irsanul Mahya (14) dan Muhammad Musawi (15). Kolam penampungan air perusahaan tersebut tidak memiliki pagar pengaman dan tidak ada penjaga (security). Kedua korban jatuh di kolam sedalam sekitar 9 meter. 

Pada 25 Januari 2021, kebocoran gas H2S menyebabkan lima orang tewas, dan setidaknya puluhan korban lainnya menjalani perawatan di rumah-sakit, akibat semburan gas dari sumur bor proyek PT SMGP.  Empat dari lima orang yang tewas adalah perempuan–dua ibu berusia 40-an dan anak perempuannya, usia 5 dan 3 tahun, serta satu petani remaja berusia 15.  Lima korban meninggal tersebut merupakan warga yang sedang berladang di sekitar wilayah kerja PT SMGP. Mereka adalah Suratmi (46), Syahrani (14), Dahni, Laila Zahra (5), dan Yusnidar (3).

Masih padfa tahun 2021, tepatnya 14 Mei 2021,  terjadi ledakan dan kebakaran di lokasi proyek PT SMGP yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari pemukiman penduduk.  Ledakan dan kebakaran itu membuat warga mengungsi.

Pada 6 Maret 2022, kebocoran gas H2S dari salah satu sumur PT SMGP menyebabkan 58 orang muntah, pusing, dan pingsan. 


Kemudian pada 24 April 2022, semburan lumpur panas setinggi lebih dari 30 meter disertai bau gas menyengat, menyebabkan 21 orang terpapar gas beracun dan dilarikan ke rumah sakit.  Semburan lumpur panas itu juga merendam area persawahan warga.

Masih di tahun 2022, tepatnya 16 September 2022, kebocoran kembali terjadi menyebabkan 8 orang warga pusing, mual, dan pingsan.  Beberapa hari kemudian, 27 September 2022,  terjadi lagi kebocoran gas, menyebabkan 86 warga menderita pusing, muntah, dan pingsan.

Kejadian pada Kamis, 22 Februari 2024,  kebocoran gas kembali terjadi menyebabkan setidaknya 123 orang warga keracunan dan dirawat di Rumah Sakit. 

PT SMGP identik dengan tragedi yang membuat masyarakat di Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, menjadi menderita.  Tragedi ini selalu diawali dengan merebaknya aroma telur busuk,  yang kemudian disusul dengan tumbangnya warga yang menghirup aroma tidak sedap itu.  Aroma serupa identik dengan bau gas hidrogen sulfida (H2S),  gas beracun yang banyak diproduksi dari panas bumi.  

Gas H2S merupakan senyawa kimia gas yang tidak berwarna, lebih berat dari pada udara, flammable, mudah meledak, menyebabkan karat.  Gas yang berbahaya dan mempunyai bau khas seperti telur busuk ini dapat muncul secara alami dan dapat ditemukan pada minyak mentah, gas alam, mata air panas, dan volcano gas serta beberapa tempat yang lain. 

H2S sangat berbahaya bagi kesehatan karena dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan syok, kejang, tidak bisa bernafas, bahkan bisa berujung kematian. Sebab itu,  dampak H2S bisa dihindarkan bila menggunakan alat pelindung diri dan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA),  dan diketahui keberadaannya di lingkungann masyarakat dengan mengoperasikan alat uji atau detektor gas H2S.  

Masyarakat Desa Sibanggor Julu maupun Desa Sibanggor Tonga, meskipun warga telah berulang-ulang terpapar gas beracun  yang "bocor" dari internal PT SMGP,  mengaku belum bisa mendeteksi keberadaan gas H2S di sekitar mereka.  Mereka mengaku hanya tahu dari aromanya, berupa bau belerang seperti telur busuk, namun aroma itu sudah terbiasa tercium oleh masyarakat yang memang tinggal sekitar 300-700 meter dari sumur-sumur milik PT SMGP. 

Menanggapi  tragedi ini, Agus Cahyono Adi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM kepada pers di Jakarta, Jumat, 23 Feberuari 2024, mengatakan belum bisa diketahui sumber gas yang tercium oleh masyarakat. "Kementerian ESDM segera menerjunkan Tim Inspektur Panas Bumi untuk berkoordinasi dan melakukan investigasi atas kejadian tersebut,” katanya Agus Cahyono Adi.

Muh Jamil, Ketua Devisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) sebagaimana disampaikan dalam website Jatam, menilai, rentetan peristiwa maut yang menelan korban ratusan orang tersebut, tidak pernah mendapat penegakan hukum.  Dalam catatanh Jatam, pemerintah baru satu kali memberikan sanksi kepada PT SMGP, itu pun sebatas pemberhentian sementara operasi pasca peristiwa yang menelan korban jiwa pada 25 Januari 2021.

Langkah pembiaran operasi PT SMGP ini, kata Muh Jamil, mengancam nyawa ribuan warga, terutama yang bermukim di Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga.  Kedua desa ini persis dikepung oleh pabrik geothermal PT SMGP. 

Selain itu, operasi geothermal PT SMGP juga telah berdampak pada menurunya produktivitas lahan pertanian (sawah) warga yang hanya berjarak tak sampai 100 meter.  Hal ini terjadi karena semburan lumpur dan gas beracun,  serta warga yang taruma untuk bekerja di ladangnya masing-masing di tengah kepulan asap beracun perusahaan yang tiada henti. 

Demikian juga dengan kesehatan warga yang terganggu. Warga mengeluh sering mengalami batuk, pilek, demam, hingga sesak napas. Situasi ini tak pernah terjadi sebelum PT SMGP beroperasi. 

"Jatam menuntut Kementerian ESDM untuk segera cabut izin operasi PT SMGP," katanya. 

Selain itu, Jatam mendesak Kementerian ESDM, KLHK, dan Polri segera memproses hukum atas kejahatan PT SMGP,  baik atas kejahatan menghilangkan nyawa warga, maupun kejahatan lingkungan dari operasi perusahaan. 

"Kementerian ESDM dan KLHK perlu lakukan pemulihan terhadap warga yang menderita dan lingkungan yang rusak," katanya.

Lanjut baca »

Tak Jelas Pelanggaran yang Dituduhkan, Warga Singkuang Tetap Penuhi Panggilan Polisi

item-thumbnail

Budi Hutasuhut | Jurnalis Sinar Tabagsel

Meskipun 19 warganya dilaporkan ke Polres Madina,masyarakat Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, tetap melancarkan aksi menolak truk-truk PT Rendi Permata Raya memasuki kawasan pabrik crude palm oil (CPO) untuk membawa tandan buah segar (TBS). Terlihat saat masyarakat menyuruh sopir truk sawit pembawa TBS agar membalik arah.

Meskipun tak jelas pasal berapa atau tindak pidana apa yang telah dilanggar, namun warga Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, beretikat baik penuhi panggilan Polres Mandailing Natal. 

Senin pagi, 29 Mei 2023, Sapihuddin alias Buyung Umak mendatangi Markas Polres Mandailing Natal, bersama Tasri dan Bayhaki.  Ketiga orang itu pengurus Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama (KPHSB), di mana Sapihuddin menjadi ketua, dan dua lainnya adalah sekretaris dan bendahara. "Kami datang untuk memenuhi panggilan polisi," kata Sapihuddin kepada Sinar Tabagsel.

Beberapa hari lalu, Satuan Reserse Kriminal, Polres Madina, melayangkan surat panggilan kepada ketiganya agar hadir menemui petugas penyelidik pada Senin, 29 Mei 2023. Surat panggilan itu untuk menindaklanjuti Laporan Polisi Nomor: LP/B/115/V/2023/SPKT/POLRES MADINA/POLDA SUMUT tanggal 14 Mei 2023. 

Laporan yang dicatatkan pihak PT Rendi Permata Raya itu menyebut, Sapihuddin bersama 18 warga Desa Singkuang 1 pada Sabtu, 13 Mei 2023,  telah melakukan tindakan menutup jalan masuk dari dan menuju pabrik PT Rendi Permata Raya dengan karung berisi pasir.  

Tindakan menutup jalan itu dilakukan saat aksi unjuk rasa gelombang ke tiga. Aksi serupa, menutup pintu gerbang PT Rendi Permata Raya, juga dilakukan saat unjuk rasa gelombang pertama dan kedua yang dilancarkan petani plasma dan pengurus KPHSB selama Maret-April 2023 lalu. Bahkan, pada unjuk rasa di bulan April 2023, masyarakat menggelar tenda dan dapur umum di depan gerbang masuk PT Rendi Permata Raya sekaligus menghalau truk-truk sawit pembawa TBS milik perusahaan produsen CPO itu. Akibat aksi gelombang pertama dan kedua, pabrik CPO milik PT Rendi Permata Raya berhenti beroperasi.   

BACA: Diduga Tak Mau Penuhi Tuntutan Warga Singkuang, Puluhan Pengunjuk Rasa Dilaporkan ke Polres Madina

Didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Madina Yustisia, mereka kemudian menemui petugas penyelidik di Ruang Unit Lidik IV, Satreskrim, Polres Madina. Proses penyelidikan itu berlangsung lama, ada sembilan warga yang menjalani pemeriksaan. Sisanya, sebanyak 13 warga lainnya akan menjalani pemeriksaan di hari berikutnya. 

"Kami ditanyai perihal aksi masyarakat pada Sabtu, 13 Mei 2023, yang menyebabkan truk pembawa TBS milik PT Rendi Permata Raya tidak bisa masuk ke dalam lokasi pabrik CPO," kata Ali Isnandar, SH, MH, yang juga Ketua LBH Madina Yustisia, seusai penyelidikan.  

Ali Isnandar mengatakan, yang dilaporkan adalah Sapihuddin, Tasri, dan Bayhaki beserta 16 orang lainnya ikut dipanggil sebagai saksi. Pada Senin, 29 Mei 2023, ada sembilan orang yang menjalani pemeriksa di Polres Madina, sementara 13 lainnya menjalani pemeriksaan di hari berikutnya.

Materi pemeriksaan, kata dia, seputar dugaan tindak pidana pada peristiwa menutup atau memblokir jalan masuk ke PT. Rendi Permata Raya menggunakan beberapa karung goni berisikan pasir yang diletakkan di depan pintu gerbang dan diduga dilakukan langsung oleh Sapihuddin, Tasri, dan Bayhaki pada Sabtu, 13 Mei 2023 sekitar pukul 10.00 Wib. 

"Tuduhan terhadap Sapihuddin, Tasri, dan Bayhaki itu tidak dilakukan ketiganya," kata Ali sembari menjelaskan, saat massa aksi melakukan unjuk rasa dan menaruh karung goni berisi pasir di pintu gerbang PT Rendi Permata Raya, ketiganya sedang bernegoisasi dengan pihak perusahaan agar jangan mengeluarkan TBS sebelum adanya kejelasan mengenai tuntutan petani plasma. 

Namun, perusahaan tetap ngotot ingin mengeluarkan TBS karena terkait operasional perusahaan CPO itu. Spontan, massa aksi mengangkuti pasir dalam karung goni dan meletakkannya di depan portal milik perusahaan. Lantaran aksi itu, pihak PT Rendi Permata Raya melaporkan warga yang melakukan aksi. 

Tak Jelas 

Ali Isnandar, SH, MH, Ketua LBH Madina Yustisia, bersama warga Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Madina, mendatangi markas Polres Madina untuk memenuhi panggilan.

Ali Iskandar mengatakan, seharusnya tidak ada laporan polisi seandainya pihak PT Rendi Permata Raya memahami bahwa masyarakat yang sedang unjuk rasa itu sesungguhnya mitra usahanya. 

Sebagai mitra usaha, PT Rendi Permata Raya selayaknya menganyomi masyarakat dengan memenuhi tuntutan mereka selaku petani plasma.

Terkait soal dugaan tindak pelanggaran hukum yang disangkakan sehingga 19 warga Desa Singkuang dipanggil dan harus menjalani pemeriksaan, Ali Iskandar mengaku belum mengetahui pasal apa yang dilanggar oleh masyarakat. 

"Di dalam surat panggilan tidak ada disebutkan pasal berapa yang diduga dilanggar. Menurut Pasal 112 Ayat (1) KUHAP,  surat panggilan disampaikan dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas," kata Ali. 

Meskipun tidak ada penjelasan dari pihak Satreskrim, Polres Madina, Ali Iskandar tetap meminta mereka yang dipanggil beritikad baik memenuhi pemanggilan. 

"Kami sudah punya etikat baik.Kami berharap pihak kepolisian yang melakukan menyelidikan/penyidikan mampu melihat persoalan ini secara utuh dan tidak hanya melihat dari sisi hukum pidana saja. Ada persoalan hak masyarakat yang selama 18 tahun tidak diakomodir oleh perusahaan, sehingga menjadi penyebab adanya peristiwa kegaduhan di lapangan," katanya. 

Meskipun 19 warga dipanggil untuk menjalani penyelidikan oleh petugas di Satreskrim, Polres Madina, namun masyarakat Desa Singkuang 1 lain terus melancarkan aksi menolak truk-truk sawit pengangkut TBS milik PT Rendi Permata Raya memasuki kawasan pabrik CPO. Di jalan raya menuju pabrik, warga memaksa truk-truk pengangkut TBS yang hendak masuk kawasan pabrik agar memutar balik. 

Masyarakat melakukan hal itu karena menilai PT Rendi Permata Raya tidak beretikat baik untuk memenuhi tuntutan warga atas 20% lahan dari 3.741 hektare lahan perusahaan yang mendapat sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 77 tertanggal 10 Juli 2015, yang diterbitkan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mandailing Natal. 

Apa yang dituntut masyarakat itu adalah hak petani plasma yang merupakan amanat peraturan perundang-undangan yang sah. "Sudah 18 tahun masyarakat berjuang, tapi jawaban perusahaan justru warga kami dilaporkan ke polisi," kata Habibun Hasibuan, salah seorang warga Desa Singkuang 1. 


Lanjut baca »

Diduga Tak Mau Penuhi Tuntutan Warga Singkuang, Puluhan Pengunjuk Rasa Dilaporkan ke Polres Madina

item-thumbnail

Penulis: Budi Hutasuhut | Jurnalis Sinar Tabagsel

Masyarakat Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Madina, juga merupakan petani pelasma, menggelar unjuk rasa menuntut PT Rendi Permata Raya agar memberikan hak mereka sebanyak 600 hektare lahan yang sudah 18 tahun ditahan-tahan.

Puluhan masyarakat Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, akan dimintai keterangan oleh Polres Mandailing Natal setelah pihak tertentu yang diduga manajemen PT Rendi Permata Raya melaporkan aksi unjuk rasa yang digelar keluarga petani pelasma yang tergabung dalam Koperasi Perkebunan Hasil Sawit Bersama (KPHSB).

Sepucuk surat panggilan dilayangkan oleh Satuan Reserse Kriminal, Polres Mandailing Natal, kepada Ketua Koperasi Perkebunan Hasil Sawit Bersama (KP-HSB), Sapihuddin, dan puluhan anggota koperasi itu pasca melakukan aksi unjuk rasa, Sabtu,  13 Mei 2023 lalu. Di dalam surat bernomor B/925/V/RES.1.24/2023/Reskrim, itu dijelaskan bahwa Satuan Reskrim Polres Madina sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana pada peristiwa aksi unjuk rasa oleh masyarakat Desa Singkuang 1 yang juga petani pelasma PT Rendi Permata Raya.

Masyarakat yang sudah 18 tahun menuntut haknya atas 600 hektare lahan HGU milik PT Rendi Permata Raya itu, dipanggil akan menjalani penyelidikan Sat Reskrim Polres Madina karena diduga melakukan tindak pidana setelah menutup dan memblokir pintu gerbang PT Rendi Permata Raya menggunakan beberapa karung berisi pasir. Ulah para pengunjuk rasa ini tidak disukai pihak tertentu yang diduga manajemen PT Rendi Permata Raya, lalu melaporkan peristiwa pemblokiran tersebut ke Polres Madina dengan laporan Nomor: LP/B/115/V/2023/SPKT/POLRES MADINA/POLDA SUMUT tertanggal 14 Mei 2023

Sapihuddin, saat dihubungi Sinar Tabagsel, Kamis,25 Mei 2023, membenarkan dirinya dan sejumlah petani pelasma warga Desa Singkuang 1 yang menggelar unjuk rasa pada Sabtu, 14 Mei 2023, menerima surat panggilan dari Satuan Reserse Kriminal Polres Madina. "Panggilan oleh Polres Madina itu ada yang tanggal 29 Mei 2023, ada yang tanggal 30 dan 31. Kami akan menghadiri panggilan itu," kata Sapihuddin.

Ketika Sinar Tabagsel bertanya apakah pemanggilan masyarakat Desa Singkuang 1 ini dan petani plasma ini membuktikan bahwa PT Rendi Permata Raya sebetulnya tidak pernah benar-benar akan memenuhi tuntutan warga atas hak 20% dari lahan HGU (hak guna usaha) PT Rendi Permata Raya sehingga dicari jalan lain untuk menakut-nakuti para pengunjuk rasa agar tidak menunutut hak mereka, Sapihuddin yang dipanggil Buyung Umak ini menolak menjawabnya.  "Kami akan hadapi pemanggilan ini," katanya.

Petugas Satuan Reserse Kriminal Polres Madina yang dihubungi Sinar Tabagsel pada nomor WA yang tertera dalam surat pemanggilan untuk menanyakan persoalan pemanggilan 22 petani pelasma PT Rendi Permata Raya ini mengatakan, "Dengan tidak mengurangi rasa hormat, silahkan datang ke kantor Polres Madina."

BACA
: Warga Singkuang 1 Tak Pernah Lelah Menuntut Hak

Pada Sabtu, 13 Mei 2023, masyarakat Desa Singkuang 1 yang juga anggota Koperasi Perkebunan Hasil Sawit Bersama (KP-HSB), kembali menggelar aksi unjuk rasa menunutut hak mereka sebanyak 20% atau sebesar 600 hekatre lahan HGU PT Rendi Permata Raya yang tidak diberikan selama 18 tahun perusahaan perkebunan sawit dan produsen crude palm oil (CPO) itu beroperasi di Kabupaten Madina. Lahan sebanyak 600 hektare itu diperoleh petani pelasma di Desa Singkuang 1 sebagai amanat dari peraturan perundang-undangan, yang mewajibkan PT Rendi Permata Raya menyerahkan 20% lahan di wilayah HGU yang diperolehnya kepada petani pelasma.

PT Rendi Permata Raya tidak secara langsung menolak memenuhi amanat undang-undang itu, namun menjanjikan memberikan lahan secara terpisah, berada di luar wilayah HGU yang ada di Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis. Masyarakat menolak lahan di luar wilayah tempat tinggal mereka, karena hal itu melanggar amanat undang-undang. Bagi masyarakat petani, begitu tawaran lahan di luar lokasi HGU diterima,berarti masyarakat ikut-ikutan melanggar undang-undang yang berlaku.

Dalam unjuk rasa yang digelar sebelum Idulfitri 1444 H, masyarakat menginap selama beberapa pekan di halaman PT Rendi Permata Raya, melakukan blokade di pintu masuk perusahaan itu dengan harapan agar perusahaan tersebut tidak bisa beroperasi sebelum memenuhi kewajiban memberikan 20% lahan yang menjadi hak petani.

Pasca Idulfitri 1444 H, dimulai pada Sabtu, 13 Mei 2023, aksi unjuk rasa petani kembali dilakukan dengan cara yang sama, memblokade pintu masuk menuju PT Rendi Permata Raya dengan meletakkan beberapa karung berisi pasir. Aksi ini dikawal oleh petugas dari Polres Madina dan berlangsung aman, di mana masyarakat tidak melakukan tindak kekerasan yang merugikan pihak PT Rendi Permata Raya maupun masyarakat sediri.



Lanjut baca »

Warga Singkuang 1 Tak Pernah Lelah Menuntut Hak

item-thumbnail

Ali Akasha Lubis | Jurnalis Sinar Tabagsel

Masyarakat Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, tidak pernah lelah menuntut hak atas lahan yang dikelola PT Rendi Permata Raya,  perusahaan perkebunan sawit dan produksi CPO (crude palm oil).  Pada Rabu, 10  Mei 2023, ratusan warga kembali mendatangi kantor manajemen perusahaan yang sudah 18 tahun tak memberikan hak petani plasma sebagaimana amanat peraturan perundangan-undang.

Portal di gerbang menuju kompleks pabrik CPO milik PT Rendi Permata Raya ditutup. Besi bulat penutupnya dijaga aparat kepolisian dari Polres Kabupaten Mandailing Natal, para petugas berdiri di dalam kawasan aset perusahaan itu. Di luar kawasan, warga Singkuang 1 menyemut, membentuk gerombolan pengunjuk rasa. Ibu-ibu ambil bagian, berkumpul bersama ratusan warga lainnya, berhadap-hadapan dengan petugas kepolisian. 

Di barisan depan, beberapa orang membentangkan spanduk yang isinya menuntut manajemen PT Rendi Permata Raya agar memberikan hak petani plasma yang tergabung dalam Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama (KPHSB).  Di barisan belakang, seorang juru bicara menenteng mikrofon, menyampaikan tuntutan warga agar manajemen perusahaan memberikan hak warga atas 20% lahan HGU yang dikantongi PT Rendi Permata Raya.

"Kami tidak hanya unjuk rasa di sini, tapi juga di depan kantor DPRD Kabupaten Madina, dan di depan DPRD Provinsi Sumatra Utara," kata juru bicara aksi lewat mikrofon yang digaungkan ke arah PT Rendi Permata Raya. 

Menurut juru bicara, warga tidak mau lagi menerima janji-janji dan ingin kepastian dari pihak manajemen perusahaan.  "Kalau perusahaan mendapat HGU atas lahan di kampung kami, seharusnya kami memperoleh 20% dari luas lahan itu. Kami tak menginginkan lahan di luar HGU perusahaan," kata juru bicara.

Aksi unjuk rasa ini sudah dipersiapkan warga Desa Singkuang 1 jauh-jauh hari. Keputusan menggelar aksi disepakati lewat rapat terbuka yang dihadiri masyarakat Desa Singkuang saat lebaran Idulfirti 1444 H. Pengurus Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama, yang memotori aksi itu, berdiri di garis depan. 

Ketua KPHSB, Sapihuddin,  mengatakan aksi massa kali ini merupakan lanjutan aksi massa yang pernah dilakukan selama 19 hari menduduki areal perkebunan kelapa sawit milik PT Rendi Permata Raya. Aksi selama 19 hari yang membuat PT Rendi Permata Raya berhenti berproduksi itu,  dihentikan sementara sesuai kesepakatan massa karena Ramadan dan persiapan Idulfitri.

Aksi massa Singkuang 1 selama 19 hari berbuntut pada penuntutan agar Bupati Madina M Jaffar Syukhari Nasution mencabut izin PT Rendi Permata Raya karena tidak memenuhi kewajibannya kepada masyarakat plasma selama 18 tahun. Namun, Bupati Madina selalu berkeyakinan bahwa PT Rendi Permata Raya akan memenuhi tuntutan massa, meskipun keyakinan Bupati Madina itu justru tidak seperti diharapkan masyarakat Singkuang 1.

PT Rendi Permata Raya melalui perwakilannya, menyanggupi memberikan lahan sebanyak 600 hektare kepada petani plasma tetapi lahan itu berada di luar wilayah Desa Singkuang 1, juga di luar wilayah Kecamatan Muara Batang Gadis.  Keputusan PT Rendi Permata Raya ini didukung Bupati Madina meskipun masyarakat plasma menolak mengingat keputusan itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Masyarakat Singkuang 1 berharap, PT Rendi Permata Raya memberikan hak plasma sebanyak 20% dari lahan HGU yang dikuasainya, yang berlokasi di Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis. Namun, akibat tidak terjadinya kesepakatan ini,  Bupati Madina justru menuduh massa yang menggelar aksi telah ditunggangi pihak lain. Tuduhan itu membuat masyarakat menjadi kecewa terhadap Kepala Daerah, membuat kepercayaan masyarakat menjadi berkurang. 


Lanjut baca »

Warga Singkuang 1 Ancam Akan Gelar Aksi Lebih Besar Pada 28 April 2023

item-thumbnail

Ali Akasha Lubis | Jurnalis Sinar Tabagsel di Madina

Masyarakat Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, sepakat kembali menggelar aksi menuntut hak plasma atas lahan yang dikelola PT Rendi Permata Raya yang sudah 18 tahun tak diberikan. Aksi yang akan digelar pada hari ke-7 Idulfitri atau 28 April 2023 itu, tidak hanya fokus di lahan milik perusahaan, tetapi juga di gedung Kantor Bupati Mandailing Natal dan di DPRD Provinsi Sumatra Utara.

Kabar rencana aksi itu dicapai oleh masyarakat Singkuang 1 dalam rapat terbuka yang dihadiri masyarakat beserta pengurus Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama. Masyarakat sepakat, mereka akan mengepung beberapa titik sebagai tempat digelarnya aksi, baik di wilayah Kabupaten Mandailing Natal maupun di Medan, lokasi Kantor DPRD Provinsi Sumatra Utara.  

Dalam sambutannya, Ketua Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama (KPHSB), Sapihuddin,  kembali mengingatkan bahwa PT Rendi Permata Raya sebagai perusahaan perkebunan sawit dan produsen CPO yang sudah 18 tahun tidak memenuhi kewajibannya memberikan 20% lahan petani plasma, harus memenuhi kewajibannya. 

Aksi massa kali ini merupakan lanjutan aksi massa yang pernah dilakukan selama 19 hari menduduki areal perkebunan kelapa sawit milik PT Rendi Permata Raya. Aksi selama 19 hari yang membuat PT Rendi permata raya berhenti berproduksi itu,  dihentikan sementara sesuai kesepakatan massa karena Ramadan dan persiapan Idulfitri.

Aksi massa Singkuang 1 selama 19 hari berbuntut pada penuntutan agar Bupati Madina M Jaffar Syukhari Nasution mencabut izin PT Rendi permata Raya karena tidak memenuhi kewajibannya kepada masyarakat plasma selama 18 tahun. Namun, Bupati Madina selalu berkeyakinan bahwa PT Rendi permata raya akan memenuhi tuntutan massa, meskipun keyakinan Bupati Madina itu justru tidak seperti diharapkan masyarakat Singkuang 1.

PT Rendi Permata Raya melalui perwakilannya, menyanggupi memberikan lahan sebanyak 600 hektare kepada petani plasma tetapi lahan itu berada di luar wilayah Desa Singkuang 1, juga di luar wilayah Kecamatan Muara Batang Gadis.  Keputusan PT Rendi Permata Raya ini didukung Bupati Madina meskipun masyarakat plasma menolak mengingat keputusan itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Masyarakat Singkuang 1 berharap, PT Rendi Permata Raya memberikan hak plasma sebanyak 20% dari lahan HGU yang dikuasainya, yang berlokasi di Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis. 

Tidak terjadinya kesepakatan ini justru membuat Bupati Madina menuduh massa yang menggelar aksi telah ditunggangi pihak lain. Tuduhan itu justru membuat masyarakat menjadi kecewa terhadap Kepala Daerah, membuat kepercayaan masyarakat menjadi berkurang. 

"Kami tidak yakin Bupati Madina akan mendukung rakyatnya," kata rahman, salah seorang warga. "Kami akan unjuk rasa lagi sampai keinginan kami dipenuhi."


Lanjut baca »

Warga Singkuang Hentikan Sementara Aksi di PT Rendi Pratama Raya

item-thumbnail

Penulis: Ali Akasah Lubis | Jurnalis SInar Tabagsel di Madina

Pada wajah warga Desa Singkuang I, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, tersirat gurat kecewa.  Perjuangan mereka selama hampir 20 hari  menuntut 20% lahan atau 600 hektare PT Rendi Permata Raya sebagai kemitraan dengan petani plasma sawit, bukan saja tidak membawa hasil seperti diharapkan, tetapi menegaskan satu hal bahwa pemerintah daerah tidak berpihak kepada kepentingan rakyat.  

"Aksi kita hentikan sementara," kata Sapihuddin,  Ketua Koperasi Perkebunan Hasil Sawi Bersama, saat rapat anggota KP-HSB yang dilaksanakan di lokasi aksi unjuk rasa, Sabtu, 8 April 2023. "Kita menghentikan sementara agar warga lebih banyak waktu untuk ibadah puasa Ramadan dan mempersiapkan diri menyambut Idulfirtri tidak terganggu."

Warga Singkuang I yang juga anggota Koperasi Perkebunan Hasil Sawi Bersama-- koperasi ini sengaja dibentuk warga sebagai syarata mendapatkan hak 20% dari HGU yang dikelola PT Rendi Permata Raya dan telah disahkan oleh Dinas Koperasi Kabupaten Mandailing Natal -- kemudian mengemas tenda-tenda yang mereka pasang di tanah lapang depan portal PT Rendi Permata Raya. Mereka membersihkan bekas tempat aksi, tempat tidur, dan tempat dapur umum selama hampir 20 hari.  Di tempat itu juga, mereka menjalani ibadah puasa Ramadan, sholat tarawih bersama, dan bertadarus.

Keputusan semua anggota koperasi, aksi unjuk rasa warga untuk sementara waktu dihentikan.  Aksi kembali akan dilanjutkan pada tanggal 28 April 2023 mendatang, atau setelah warga merayakan Idulfitri 1444 H.  

Sapihuddin mengatakan, apabila tuntutan masyarakat Desa Singkuang 1 sampai tanggal 28 April 2023 (6 hari Idulfitri) tidak juga diterealisasikan PT Rendi Permata Raya,  maka warga akan menggelar aksi yang lebih besar dari sebelumnya.  

"Kami akan menginap di PT Rendi Permata Raya, Kantor Bupati Mandailing Natal dan Kantor DPRD Mandailing Natal," kata dia.


Lanjut baca »

Semakin Berliku Perjuangan Warga Desa Singkuang Menuntut Haknya

item-thumbnail

Penulis: Budi Hutasuhut  | Jurnalis Sinar Tabgsel di Madina

Perjuangan masyarakat Desa Singkuang I, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal (Madina),  menuntut haknya sebanyak 20% dari lahan HGU (hak guna usaha) yang dikelola PT Rendi Permata Raya masih berliku dan masih panjang. Selain Pemda Madina  lebih berpihak pada kepentingan perusahaan perkebunan sawit  tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) belum ada upaya sama sekali.

"Kami minta PT Rendi Permata Raya angkat kaki dari Kabupaten Mandailing Natal karena tidak memberi manfaat kepada masyarakat khususnya dan Kabupaten Madina umumnya."  Kalimat itu disampaikan para petani yang masih menggelar aksi unjuk rasa di depan portal PT Rendi Permata raya sampai Minggu malam, 2 April 2023.  

Ditemui Sinar Tabgsel di tenda-tenda yang dibangun masyarakat sejak Senin, 20 Maret 2023, masyarakat Desa Singkuang I yang tergabung dalam Koperasi Produsen Perkebunan Hasil Sawit Bersama (KPPHSB) yang dibentuk Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Madina sebagai mitra PT Rendi Permata Raya, mengaku akan terus menggelar aksi sampai Bupati Madina HM Jaffar Sukhairi Nasution menandatangani rekomendasi yang disampaikan Komisi II DPRD Madina dan telah ditandatangani Ketua DPRD Madina, Erwin Efendi Lubis, pada Jumat, 31 maret 2023 lalu.

Dalam rekomendasi Komisi II DPRD Madina disebutkan agar Bupati Madina HM Jaffar Sukhairi Nasution memberi sanksi terhadap PT Rendi Permata Raya karena tidak memenuhi tanggung jawab sesuai amanat undang-undang terkait penyerahan 20% lahan HGU yang dikelola perusahaan perkebunan sawit yang sudah berinvestasi sejak tahun 2005 itu.  Selama 18 tahun tak menjalankan kewajiban membangun plasma seluas 20%dari total luasan lahan kebun yang diusahakan,  Pemda Kabupaten Madina terkesan melakukan pembiaran. 

"Selama bertahun-tahun investasi di Kabupaten Madina, jangankan memberi manfaat kepada masyarakat sekitar, perusahaan perkebunan kelapa sawit ini punya andil melakukan deforestrasi," kata Ketua KPPHSB, Saphiuddin yang juga dikenal dengan nama Buyung Umak, yang ditemui di tengah-tengah warga yang bermalam di depan portal PT Rendi Permata Raya.  

Buyung Umak mengatakan, solusi sudah ada dan sudah disepakati antara KPPHSB dengan PT Rendi Permata Raya dalam dua kali rapat yang difasilitasi oleh Pemda Kabupaten Madina. Namun, kesepakatan dalam dua berita acara hasil rapat itu tidak kunjung dipenuhi PT Rendi Permata Raya.  "Berita acara dua rapat yang sudah dilaksanakan itu mestinya menjadi pegangan bagi Bupati Madina untuk mendesak perusahaan untuk memenuhi kewajibannya," kata Buyung Umak.

Dua berita acara yang dimaksud Buyung Umak adalah Berita Acara Rapat Pembahasan Perjanjian Kerja Sama Pembangunan dan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan Antara Koperasi Produsen Perkebunan Hasil Sawit Bersama dengan PT Rendi Permata Raya pada Kamis, 8 Desember 2022, dan berita acara rapat serupa yang digelar pada Selasa, 14 Maret 2023. 

Di dalam berita acara rapat pada Kamis, 8 Desember 2022, yang dihadiri organisasi pemerintahan daerah (OPD) terkait seperti Asisten II Sekda Kabupaten Madina bidang Perekonomian dan Pembangunan dan juga Komisi II DPRD Madina disepakati bahwa masyarakat Desa Singkuan I yang tergabung dalam Koperasi Produsen Perkebunan Hasil Sawit Bersama (KPPHSB) menyepakati 50% dari jatah plasma sebanyak 20% lahan HGU PT Rendi Permata Raya berada di dalam HGU dan 50% lainnya berada di luar HGU. 

KPPHSB juga memberi waktu tiga bulan kepada PT Rendi Permata Raya untuk menenuhi lahan 50% di luar lokasi HGU perusahaan.  "Perusahaan menyanggupi akan memberi jawaban dua minggu setelah pertemuan. Nyatanya, perusahaan tidak memberi jawaban hingga masyarakat menggelar aksi," kata Buyung Umak.

Pada Maret 2023, masyarakat Desa Singkuang I menagih janji PT Rendi Permata Raya agar memenuhi kesepakatan sesuai berita acara rapat pada Kamis, 8 Desember 2022. Namun, pihak perusahaan tidak menanggapi tuntutan masyarakat dengan alasan lahan perkebunan sawit yang ada dalam HGU tidak bisa dibagi. 

Menangapi aksi unjuk rasa masyarakat, pada Selasa, 14 Maret 2023,  Pemda Madina kembali memfasilitas pertemuan antara masyarakat Desa Singkuang I dan KPPHSB dengan PT Rendi Permata Raya yang digelar di ruang kerja Asisten II Sekda Kabupaten Madina bidang Perekonomian dan Pembangunan.  Dari pihak perusahaan, hadir Ir. Eko Anshari selaku administratur di PT Rendi Permata Raya dan ikut menandatangani berita acara rapat. 

Di dalam berita acara rapat itu, PT Rendi Permata Raya  menyanggupi bahwa perusahaan akan membangun kebun plasma masyarakat sebanyak 20% dari areal HGU yang diusahakan perusahaan yang luasnya sekitar 600 hektare tapi di luar kebun yang dikelola PT Rendi Permata Raya.  Sebanyak 300 hektare dari lahan itu berada di dalam Kecamatan Muara Batang Gadis, dan sisanya 300 hektare lainnya berada di luar Kecamatan Muara Batang Gadis tapi tetap di wilayah Kabupaten Madina.

"Tiba-tiba perusahaan menawarkan 100 hekatre. Ini sudah melanggar kesepakatan yang dibuat bersama," kata Buyung Umak.

Tak Punya Inisiatif Baik

Sejumlah petani mengaku, PT Rendi Permata Raya sudah tidak punya inisiatif baik untuk memenuhi kewajiban 20% lahan yang dikelolanya kepada petani plasma.  Pasalnya, sikap manajemen perusahaan berbeda-beda setiap kali digelar pertemuan. Namun, sikap perusahaan yang berbeda-beda itu yang justru diamini oleh Bupati HM Jaffar Sukhairi Nasution, sehingga membuat Kepala Daerah menuduh aksi masyarakat ditunggani pihak lain. 

Pasalnya, Bupati HM Jaffar Sukhairi Nasution  meyakini bahwa PT Rendi Permata Raya punya niat baik dengan memberikan lahan seluas 100 hektare di luar lokasi kebun yang dikelola.  Pernyataan Bupati Madina ini disampaikan saat jumpa pers di Aula Kantor Bupati Madina, Rabu, 29 Maret 2023. "Siapa yang mau lahan plasma, silakan. Tidak mesti dalam satu koperasi. Ini sedang dilakukan pendataan oleh camat dan kepala desa,” kata Bupati Madina.

Bupati Madina HM Jaffar Sukhairi Nasution terkesan menolak keberadaan KPPHSB selaku lembaga bentukan Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Madina sebagai lembaga yang akan menerima 20% kewajiban lahan PT Rendi Permata Raya.  Padahal, Bupati Madina sendiri punya andil dalam terbentuknya KPPHSB yang sebelumnya sempat vakum karena terjadi dualisme kepengurusan.

Persoalan dualisme kepengurusan KPPHSB akhirnya selesai setelah difasilitasi Bupati Madina HM jaffar Sukhairi Nasution,  dan akhirnya dikelola manajemen baru yang diketua Saphiuddin. Setelah pengurus baru KPPHSB disahkan Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Madina sebagai koperasi petani plasma sawit PT Rendi Permata Raya, KPPHSB  kemudian menuntut hak atas 20% kewajiban PT Rendi Perkasa Raya. 

Sementara Administratur PT Rendi Permata Raya, Eko Ansyari, mengatakan pimpinan perusahaan memutuskan membangun plasma di luar HGU agar hasilnya bagi masyarakat lebih bagus dibandingkan memaksakan lahan gambut. “Lahan di luar HGU itu bukan artinya ada tambahan HGU PT RPR, tapi lahan APL (Areal Penggunaan Lain) yang akan dibebaskan perusahaan,” katanya.

Eko mengungkapkan, saat ini PT RPR sedang berupaya membebaskan sekitar 300 hektare lahan di daerah Singkuang. Sekitar 100 hektare sudah selesai, sedangkan 200 hektare lagi dalam proses.

Sesuai prosedur butuh waktu dua tahun sampai selesai penanaman. Hitungan kami, tahun 2025 sudah selesai. “Ini aturan baku dalam bidang perkebunan sawit,” sebutnya.

Tunggu Pengawasan KPPU 

Masyarakat petani Desa Singkuang I berharap agar  Komisi Pengawas Persaingan Usaha Komisi Persaingan (KPPU) wilayah Sumbagut sebagai pengawas kemitraan usaha secepatnya turun tangan untuk menyelesaikan konflik antara warga petani plasma dengan PT Rendi Permata Raya. 

KPPU wilayah Sumbagut mempunyai tugas dan fungsi untuk menegakkan aturan main kemitraan sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.  Sebab itu, keterlibatan KPPU akan membawa perubahan besar sehingga konflik antara warga Desa Singkuang I dengan PT Rendi Permata Raya bisa dicarikan solusinya.

Para petani mengaku,  mereka sudah mendengar hasil pengawasan KPPU kemitraan petani plasma yang tergabung dalam Koperasi Sawit Murni di Sinunukan dengan PT Sago Nauli yang sampai saat ini berjalan sukses.  Sukses kemitraan PT Sago Nauli dengan petani plasma itu bisa dicontoh untuk diterapkan dalam mengatasi konflik warga Desa Singkuang I dengan PT Rendi Permata Raya.

Berdasarkan website PT Sago Nauli, perusahaan perkebunan sawit ini yang luas lahan petani mitra binaannya lebih luas dari perusahaan inti, 70:30

Sejak pertengahan tahun 1990-an, PT Sago Nauli sudah membangun ribuan hektar kebun sawit masyarakat. Tercatat ada 7 kebun plasma yang telah dibangun oleh PT Sago Nauli di kawasan Mandailing Natal (Madina).

Kebun plasma itu PT Sago Nauli itu dibagi untuk KUD Harapan, Desa Sinunukan I, Kecamatan Sinunukan, seluas ± 1.000 ha. KUD Cerah, Desa Sinunukan II, Sinunukan, seluas ± 1.000 ha. KUD Cahaya, Desa Sinunukan III, Sinunukan, seluas ± 1.242 ha. KUD Hemat, Desa Sinunukan IV, Sinunukan, seluas ± 1.262 ha.

Selain itu, plasma PT Sago Nauli adalah Koperasi Produsen Bina Karya, Desa Sinunukan V, Kec. Natal, seluas ± 400 ha, Koperasi Perkebunan Sawit Murni – Desa Sinunukan VI, Batahan, seluas ± 810 ha, dan terakhir, Koperasi Telaga Tujuh – Desa Kubangan Tompek dan Kubangan Pandan Sari, Batahan, seluas ± 1.400 ha.

Lanjut baca »

Aksi Unjuk Rasa Warga Singkuang I Terus Berlanjut

item-thumbnail

 Penulis: Ali Siregar | Jurnalis Sinar Tabagsel di Madina

Lebih sepekan masyarakat Desa Singkuang I,  Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, menginap di portal gerbang masuk PT Rendi Permata Raya. Selama itu pula, belum ada solusi yang diperoleh dari perusahaan perkebunan sawit terkait tuntutan masyarakat atas 20% lahan budidaya sawit untuk Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama (KPSB). 

Bulan puasa Ramadan tidak menghalangi masyarakat Desa Singkuang I untuk terus menggelar aksi damai guna menuntut hak atas 20% lahan kemitraan sawit dari PT Rendi Permata raya. Sampai Rabu, 29 Maret 2023 malam,  puluhan warga yang merupakan anggota Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama, memilih menginap di tenda terpal yang mereka bangun.  Mereka mengatakan, aksi itu akan berlanjut sampai ada keputusan yang tegas dan jelas dari manajemen perusahaan perkebunan sawit itu. 

"Kami tak percaya lagi pada pemerintah daerah," kata Rustam, salah seorang petani, yang mengaku kecewa karena sikap Bupati Madina, HM Jafar Sukhairi Nasution, saat pertemuan tidak menunjukkan akan bersikap yang tegas. "Bupati Sukhairi malah terkesan menyalahkan aksi unjuk rasa warga."

Beberapa warga mengakui, mereka berniat menggelar aksi tidak mempercayai kepemimpinan Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution karena tidak bisa memanfaatkan posisinya sebagai Kepala  Daerah yang punya kekuasaan untuk mendukung kepentingan rakyatnya. "Alasan Bupati selalu saja tentang pihak perusahaan yang tidak kooperatif," kata Bahrum, petani lain yang ditemui di lokasi aksi. "Kami menggelar aksi sambil tetap berpuasa. Masyarakat masih punya batas kesabaran."

Menurut para petani, tidak ada alasan bagi PT Rendi Permata Raya untuk menolak bertemu dengan Bupati Madina jika memang Kepala Daerah di Kabupaten Madina menghendaki pertemuan itu. Sebagai penguasa daerah, Bupati Madina punya wewenang untuk memanggil manajemen PT Rendi Permata Raya dengan alasan aksi unjuk rasa berkepanjangan dapat menimbulkan kerawanan dan konflik berkepanjangan. 

Upaya Sinar Tabagsel menghubungi Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution untuk menanyakan tanggapannya tidak berhasil. Namun, staf khusus Bupati Madina di bidang Ekonomi Pembangunan,  Irwan Hamdani Daulay,  melalui pesan WhataApps mengatakan pihaknya sudah bertemu dengan PT Rendi Permata Raya. "Nanti kami akan rilis hasil pertemuan itu," kata Irwan.

BACA Masyarakat Singkuang I, Hidup Menunggu Ketidakpastian

Belum jelas apa hasil pertemuan antara Irwan Hamdani Daulay selaku staf ahli Bupati Madina dengan PT Rendi Permata Raya. Sejumlah masyarakat yang sedang unjuk rasa mengaku tidak mendengar apapun soal pertemuan Pemda Kabupaten Madina dengan PT Rendi Permata Raya. Bahkan, beberapa masyarakat mengakui, apapun hasil pertemuan itu, masyarakat sudah menduga kalau kepentingan mereka sebagai rakyat tidak akan diperhatikan.

"Tuntutan kami sudah jelas, PT Rendi Permata Raya harus memenuhi kewajibannya memberikan 20% untuk kemitraan petani sawit dengan Koperasi Sawit Bersama sesuai peraturan perundangan-undangan," kata Ahmad.  "Kami hanya menuntut agar perusahaan mematuhi amanat undang-undang."

Bukan hanya masyarakat Desa Singkuang I yang meragukan sikap Bupati Madina HM Jafas Sukhairi Nasution, tapi juga wakil rakyat di DPRD Madina. Keterlambatan Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution dalam mengantisipasi aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat Desa Singkuang I sehingga masyarakat menderita selama sepekan,  membuat gerah wakil rakyat di DPRD Madina. 

Komisi II DPRD Madina mengeluarkan rekomendasi kepada Bupati Madina HM Ja'far Sukhairi Nasution, yang intinya meminta Kepala  Daerah agar memberi sanksi terhadap PT Rendi Permata Raya karena tidak memenuhi ketentuan mengenai kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat Desa Singkuang I,  Kecamatan Muara Batang Gadis. 

Ketua Komisi II DPRD Madina, Dodi Martua, membenarkan adanya rekomendasi Komisi II DPRD Madina kepada Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution terkait keberadaan PT Rendi Permata Raya.  Rekomendasi itu telah disampaikan kepada Ketua DPRD Madina, Erwin Efendi Lubis. 

"Saya harus memastikan ke PT Rendi Permata Raya apakah mereka mau atau tidak menanggung jawabi kewajiban mereka terhadap masyarakat sebelum rekomendasi Komisi II DPRD Madina disampaikan kepada Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution," kata Erwin.

Rekomendasi Komisi II DPRD Madina yang dirumuskan pada Selasa, 28 Maret 2023. Namun, masyarakat Desa Singkuang I meragukan rekomendasi Komisi II DPRD Madina itu akan cepat direalisasikan Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution mengingat Kepala Daerah selalu kesulitan bertemu dengan manajemen PT Rendi Permata Raya. 

Sementara itu mengenai aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat Desa Singkuang I,  Sapihuddin, Ketua Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama Singkuang 1,  mengaku pihaknya sudah sangat lelah karena sudah lebih sepekan menggelar aksi. Sementara aparat keamanan dari Polres Madina yang ikut berjaga juga sudah lelah. 

Sapihuddin khawatir,  kelelahan masyarakat dan aparat keamanan akan riskan menimbulkan konflik, apalagi pihak PT Rendi Permata Raya sudah pernah ingin memaksakan truk pengangkut tandan buah segar (TBS) sawit lewat dari portal dengan pengawalan polisi.

Jika aksi unjuk rasa terus berlangsung sementara keputusan belum ada, selama itu pula operasional perusahaan akan berhenti.  Masyarakat khawatir, pada akhirnya pihak PT Rendi Permata Raya  akan merasa dirugikan dengan mengadukan masyarakat kepada aparat keamanan dengan tuduhan mengganggu kegiatan investor dan objek vital.


Lanjut baca »
Postingan Lama
Beranda