.

Warga Tapsel Versus TPL, Konflik Dari Tahun ke Tahun

Foto udara hamparan tanaman eukaliptus muda di areal izin PT TPL. Foto: Auriga Nusantara.

Konflik antara warga dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kembali memanas di Kabupaten Tapanuli Selatan.  Konflik yang pernah terjadi 2013 lalu, terulang lagi setelah perusahaan produsen bubur kertas (pulp) itu menggarap lahan konsesi di Kecamatan Angkola Timur yang ternyata lahan budidaya warga.


Penulis: Tim Sinar Tabagsel | Editor: Budi Hutasuhut

Eksavator milik PT Toba Pulp Lestari (TPL)  meraung saat merubuhkan tanaman-tanaman budidaya milik warga di sejumlah desa di Kecamatan Angkola Timur.  Ratusan batang pohon karet dan tanaman produksi lainnya tumbang di kebun-kebun yang dikelola warga tanpa ada ganti rugi.  

Aksi para  operator alat-alat berat itu mendapat kecaman dari warga pemilik  lahan.  Mereka memaksa operator menghentikan kegiatan dengan alasan lahan-lahan itu bukan milik PT  TPL.  Namun, operator alat-alat berat bergeming, mengaku menjalankan perintah dari manajemen PT TPL. Perang mulut antara warga dengan pihak PT TPL terjadi. Kondisi ini dikhawatirkan akan menimbulkan konflik yang dapat merugikan banyak pihak. 

Merasa haknya telah direbut, ratusan warga pemilik lahan dari Kecamatan Angkola Timur mengadukan nasib buruk yang menimpa mereka ke Bupati Tapanuli Selatan dan DPRD Tapanuli Selatan sambil membawa salinan sertifikat tanah yang menjadi alas hak mereka. Aksi yang digelar masyarakat didukung kalangan LSM dan ormas, namun,  baik Pemda Tapanuli Selatan maupun DPRD Tapanuli Selatan belum punya solusi terkait persoalan tersebut. 

Kondisi ini membuat warga  yang merasa telah puluhan tahun menguasai lahan dan punya sertifikat merasa tidak didukung oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan. Mereka berharap agar Bupati Tapanuli Selatan Dolly Putra Parlindungan Pasaribu memikirkan nasib rakyat yang telah memilihnya dalam Pilkada 2020 lalu. 

Dari catatan Sinar Tabagsel, warga di Kecamatan Angkola Timur merupakan pendukung utama saat Bupati Dolly Putra Parlindungan Pasaribu mencalonkan diri menjadi Bupati Tapanuli Selatan periode 2019-2024.  Melalui tim sukses dari lingkungan Partai Gerindra Tapsel, yakni anggota DPRD Tapsel dari daerah pemilihan Sipirok dan Angkola Timur,  masyarakat Kecamatan Angkola Timur memberikan suara untuk memilih Bupati Pasaribu. 

"Kami ingin Bupati Tapsel memihak pada masyarakat," kata masyarakat Kecamatan Angkola Timur.

Tahun 2013 lalu, konflik  warga versus PT TPL sudah pernah muncul.  Saat itu Kabupaten Tapanuli Selatan dipimpin Bupati Syahrul Mangapul Pasaribu. Konflik antara warga Kecamatan Angkola Timur versus PT TPL akibat penyerobotan tanah warga oleh perusahan produsen pulp  itu.  Saat itu, tidak ada solusi yang dibuat dan persoalan itu dianggap selesai.

Tahun 2024,  ketika Bupati Dolly P Pasaribu-- anak dari Syahrul Pasaribu--menjadi Bupati Tapsel,  konflik kembali pecah akibat persoalan yang sama. Persoalan konflik tanah diwariskan Bupati  Syahrul M Pasaribu kepada Bupati Dolly P Pasaribu tidak kunjung ada solusinya. 

Hingga di penghujung masa jabatannya pada 2024 ini,  Bupati Dolly Pasaribu tak kunjung menyelesaikan konflik yang merugikan warga tersebut.

Sejumlah warga mensinyalir,  Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan tidak ada niat menyelesaikan konflik bertahun-tahun ini.   Pasalnya,  Pemda Tapsel  acap menjalin kemitraan dengan PT TPL, terutama terkait upaya mengatasi stunting yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan.  

Sebagaimana diberitakan di website resmi Pemda Kabupaten Taposel edisi 2 November 2023, disebutkan PT Toba Pulp Lestari memberi bantuan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk jatah 2 bulan, yang diterima oleh Ketua Tim Penggerak PKK Tapsel, Ny. Rosalina Dolly Pasaribu.

Ketua Tim Penggerak PKK Tapsel, Ny. Rosalina Dolly Pasaribu,  seusai memberikan bantuan makanan tambahan untuk 8 anak, bersama Manager PT. Toba Pulp Lestari, Kepala Dinas PP&KB Tapsel, Satgas Stunting Tapsel, Camat Angkola Timur, Ketua TP. PKK Angkola Timur, dan Forkopimcam Angkola Timur di Aula Kantor Camat Angkola Timur, Selasa,  31  Oktober 2023.

Kemitraan PT TPL dengan Pemda Tapsel berlanjut dalam bentuk CSR, di mana PT TPL berkali-kali memberikan bantuan untuk meningkatkan fasilitas umum dan fasilitas publik yang ada di Kecamatan Angkola Timur.  Bantuan-bantuan dari PT TPL  yang disampaikan melalui Kecamatan Angkola Timur, membuat warga menolak menyampaikan persoalan mereka kepada pemerintah setempat. 

Kedekatan PT TPL  dengan Pemda Tapanuli Selatan  membuat konflik tanah tidak  kunjung diselesaikan sejak 2013.  

Penyebab Konflik

Penyebab konflik  terulang karena PT TPL memfokuskan pengolahan lahan konsesi yang ada di Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel) sejak Januari 2024.  Tahun-tahun sebelumnya,  TPL masih punya persediaan bahan baku pembuatan pulp berupa kebun eukaliptus di sejumlah lahan konsesi di Sumatra Utara. Akhir tahun 2023 lalu, hutan-hutan eukaliptus itu dipanen yang diduga menjadi menyebabkan terjadinya banjir bandang di sejumlah titik di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Samosir. 

Baca: Panen Raya Eukaliptus TPL, Penyebab Banjir Sekitar Danau Toba 

Pasca panen raya itu, PT TPL membuat program mengembangkan kebun eukaliptus di wilayah Tabagsel pada tahun 2024.  Berdasarkan rilis yang diterima Sinar Tabgsel, perusahaan produsen pulp itu mengaku memiliki lahan konsesi seluas 28.340 hektare di Tabagsel. Monang Simatupang, salah seorang direksi PT TPL,  mengatakan lahan konsesi  di Tabagsel dikelola oleh Sektor Tapanuli Selatan Padang Sidimpuan, terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan, dan Kabupaten Padanglawas Utara. 

Tidak dirinci di mana persisnya letak geografis lahan konsesi PT TPL seluas 28.340 hektare. Misalnya, berapa hektare dari 28.340 hektare lahan konsesi itu yang ada di dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dan di mana saja posisi persisnya lahan yang dimiliki PT TPL tersebut di  Kabupaten Tapanuli Selatan.  

Masyarakat  menyebut PT TPL tidak mau transparan  terkait letak geografis  dari 28.340 hektare lahan konsesi yang ada di Tapanuli Selatan, karena PT TPL sesungguhnya tidak punya peta lokasi lahan konsesi itu.  PT TPL mengklaim  lahan yang digarap warga merupakan 28.340 hektare lahan konsesi yang dimilikinya.

PT TPL mengakui keberadaan lahan konsesi 28.340 hektare itu mengacu pada SK Menteri Kehutanan. Pengakuan serupa dipertahankan PT TPL sejak pertama kali konflik terjadi pada 2013. PT TPL mengklaim memiliki lahan 28.340 hektare berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: SK. 704/Menhut-II/2013 tanggal 21 Oktober 2013 tentang Penetapan Batas Areal Kerja PBPH Perseroan.  Lahan yang diberikan pemerintah sebagai konsesi PT TPL berbentuk hutan negara,  meskipun kenyataan di lapangan hutan negara yang dimaksudkan berbentuk perkampungan dan lahan-lahan budidaya milik masyarakat. 

Dari penelusuran Sinar Tabagsel, lahan konsesi PT TPL yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan saat ini terkonsentrasi di Kecamatan Angkola Timur dan   Kecamatan Saipar Dolok Hole.  Di Kecamatan Angkola Timur,  ada kantor PT TPL Sektor Tapanuli Selatan-Padang Sidimpuan.  Jalan selebar delapan meter dibuka menuju kantor  itu, melintasi kawasan hutan eukaliptus, dan di sepanjang jalan menuju ke gerbang utama Kantor PT TPL dipasang iklan pengumuman berbunyi "Selamat Datang di Areal Konsesi PT Toba Pulp Lestari".   

Area konsesi TPL yang dimaksud merupakan areal konsesi yang awalnya diberikan pemerintah Orde Baru kepada PT Indo Rayon Inti Utama,  perusahaan bubur kertas (pulp) yang didirikan oleh konglomerat Sukanton Tanoto.  Saat reformasi, PT Indo Rayon Inti Utama itu telah ditutup Presiden BJ Habibie pada Januari 1999.  Sebab itu, semua lahan yang diberikan pemerintah Ortde Baru kepada PT Indo Raypon Inti Utama juga dihapus. 

Pada 15 November 2000 PT Inti Indorayon Utama berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari.  Perusahaan baru ini  seakan-akan merupakan perusahaan lama,  menjadi pemilik semua lahan konsesinya yang diberikan untuk  bernama PT Indo Rayon Inti Utama. Namun, bagi masyarakat penutupan PT Indo Rayon Inti Utama oleh Presiden BJ Habibie  menjadi momentum untuk mengembalikan hak rakyat yang pernah dirampas pemerintrah Orde Baru. 

Ketika pemerintrah Orde Baru dipimpin Presiden Soeharto, PT Indo Rayon Inti Utama memperoleh konsesi logging yang disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atas ribuan hektare lahan hutan di Provinsi Sumatra Utara.  Pemberian HPH itu dilakukan pada era Menteri Kehutanan Hasrul Harahap. Sejak mendapat HPH, PT Indo Rayon Inti Utama membabat kawasan hutan yang ada di Sumatra Utara, termasuk hutan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Pada tahun 1999,  HPH yang dimiliki Indorayon mencapai 269.000 hektare. Sebarannya di Kabupaten Tapanuli utara (17.943 Ha), Tapanuli Selatan (41.818 Ha), Dairi (31.627 Ha), Simalungun (22.533 Ha), dan Tapanuli Tengah (5.139 Ha). 

Sebanyak 41.818 hekatre hutan negara yang dibabat PT Indo Rayon Inti Utama di Kabupaten Tapanuli Selatan, terkonsentrasi di Kecamatan Sipirok. Pada saat itu, Kabupaten Tapanuli Selatan belum dimekarkan dan Kecamatan Sipirok masih menyatu dengan wilayah Kecamatan Arse, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Aek Bilah, Kecamatan Angkola Timur, dan Kecamatan Sipiongot. 

Dari 41.818 hektare hutan negara di Kabupaten Tapanuli Selatan yang dibabat PT Indo Rayon Inti Utama,  pasca reformasi menjadi lahan konsesi milik PT TPL yang luasnya 28.340 hektare. 

Dari  data yang dikumpulkan Sinar Tabagsel,  areal konsesi PT TPL yang ada di Tabagsel dan dikelola oleh TPL Sektor Tapanuli Selatan-Padang Sidimpuan terdiri dari 13,265 hektare di Kabupaten Tapanuli Selatan, di Kabupaten Padanglawas Utara sebanyak 13,236 hektare, dan Kota Padang Sidimpuan  1,839 hekatre

Di Kabupaten Tapanuli Selatan, areal konsesi sebanyak 13.265 hektare itu terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Sipirok. 

Namun,  pasca reformasi pada 1998,  sebagian besar lahan PT TPL yang sebelumnya bernama PT Ini Indorayon Utara, diambil Menteri Kehutanan untuk pembangunan Markas Komando  dan asrama Bataltyon C Pelopor Satuan Brigadir Mobil, Polda Sumatra Utara. 

Selain itu, dampak keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 37 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tapanuli Selatan,  Menteri Kehutanan berdasarkan SK.244/Menhut-II/2011 melepaskan 271,10 hektare kawasan hutan produksi Sipirok yang merupakan konsesi PT TPL untuk pembangunan pertapakan kantor Bupati Tapsel.  Amant UU itu menyebut, ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan terletak di Kecamatan Sipirok.

Dengan pemekaran wilayah, Pemda Tapsel kemudian memekarkan wilayah Kecamatan Sipirok menjadi Kecamatan Arse, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Aek Bilah, Kecamatan Angkola Timur, dan Kecamatan Sipiongot.  Dengan adanya perubahan administrasi pasca pemekaran kecamatan, maka areal konsesi milik PT TPL seluas 13.236 hektare yang ada di kabupaten Tapanuli Selatan tidak lagi terkonsentrasi di Kecamatan Sipirok, tetapi di Kecamatan ANgkola Timur, Kecamatan Saipar Dolok Hole, dan Kecamatan Aek Bilah. 

Namun, mengacu pafda amanat Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2011 tanggal 16 Pebruari 2011 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pemda Tapanuli Selatan menyusun Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli selatan Nomor 5 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2017 -2037. Di dalam Perda RTRW ini  ditetapkan kawasan-kawasan  hutan di Kabupaten Tapanuli Selatan per wilayah kecamatan dan fungsi dari kawasan hutan tersebut.

Di dalam Perda RTRW tersebut, Pemda Kabupaten Tapsel memiliki kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai resapan air seluas 134.176 hektare, terletak di Kecamatan Angkola Timur, Aek Bilah, Saipar Dolok Hole, Arse, Sipirok, Batang Angkola, Sayurmatinggi, Angkola Barat, Angkola Selatan, dan Tano Tombangan Angkola. Dari luas hutan lindung itu, sebanyak 153,63 hektare yang ada di Kecamatan Tano Tombangan Angkola bisa dikonversi atas persetujuan DPRD Tapsel. Mengacu pada Perda RTRW tersebut, maka hutan lindung yang ada di Kecamatan Angkola Timur tidak bisa dikonversi menjadi areal lain seperti budidaya eukaliptus sebagaimana dilakukan PT TPL. 

Selain hutan lindung, Kabupaten Tapsel memiliki kawasan Suaka Alam seluas 14.897 hektare yang terletak di Kecamatan Sipirok dan berstatus sebagai Cagar Alam Dolok Sipirok dan Cagar Alam Dolok Sibualbuali. Namun, sebanyak 53,96 hekatre dari lahan itu yang ada di Kecamatan Sipirok bisa berubah status namun atas sepersetujuan DPRD Tapsel.

Sedangkan hutan produksi terbatas di Kabupaten Tapsel seluas 83.626 hektare, terletak di Kecamatan Ake Bilah, Saipar Dolok Hole, Batang Angkola, Angkola Selatan, Sayurmatinggi,  Angkola Barat,  Angkola Sangkunur, Muara Batangtoru, dan Tano Tombangan Angkola. Artinya, berdasarkan Perda RTRW Kabupaten Tapanuli Selatan, di wilayah Kecamatan Angkola Timur yang sedang konflik dengan PT TPL, tidak ada hutan produksi.   

Dari PKR sampai Tanah Konsesi

Tidak jelasnya di mana posisi geografis lahan konsesi PT TPL seluas 28.340 hekatre di Kabupaten Tapanuli Selatan, membuat perusahaan asal-asalan menunjuk lahan yang ada.  Pasalnya, PT TPL membutuhkan bahan baku membuat bubur kertas dari tanaman budidaya eukaliptus. 

APL Cagar Alam Dolok Sipirok di Aek Latong ditanami PT TPL dengan eukaliptus dengan pola Perkebunan Kayu Rakyat.

Tingginya kebutuhan bahan baku untuk produksi pulp itu, membuat PT TPL sering menanam eukaliptus di kawasan hutan lindung, atau di yang sebenarnya berfungsi sebagai Areal Penggunaan Lain (APL)  dengan memanfaatkan pola Perkebunan Kayu Rakyat (PKR). Hal ini dilakukan PT TPL  di areal APL Cagar Alam Dolok Sipirok dan APL Cagar Alam Dolok Sibualbuali, padahalk kawasan APL tersebut berfungsi sebagai kawasan sumber pangan dari hewan sangat dilindungi Orangutan Tapanuli. 

Meskipun begitu, PT TPL selalu ngotot memiliki lahan konsesi seluas 28.340 hekatre di Tabagsel.  Namun, bila mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2011 tanggal 16 Pebruari 2011 tentang Penqukuhan Kawasan Hutan, pembuktian hak-hak pihak ketiga berupa hak atas tanah ditunjukkan dengan adanya bukti yang diperoleh sebelum penunjukan kawasan dan perubahannya berupa:  hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan. 

Masyarakat di Kecamatan Angkola Timur memiliki sertifikat atas tanah mereka yang diklaim PT TPL sebagai lahan konsesinya.  Surat sertifikat tanah yang dimiliki masyarakat dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) . 

Humas PT TPL, Bahara Sibuea,  mengatakan lahan yang disertifikatkan BPN Tapsel atas permohonan masyarakat adalah lahan yang berada di kawasan hutan negara yang menjadi lahan konsesi TPL.   

“Kami sangat menyayangankan terbitnya sertifikat tanah di lahan konsesi ini," kata Bahara Sibuea seperti diberitakan Berita Toba, Selasa,  19 Maret 2024.

Lahan hutan negara yang dimasudkan Bahara Sibuea itu merupakan lahan yang sudah diolah oleh masyarakat sejak lama.  Berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan BPN Tapanuli Selatan,  lahan yang diklaim PT TPL sebagai konsesinya di wilayah  Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, merupakan lahan milik warga. Lahan-lahan itulah yang ditanami warga dengan tanaman keras seperti karet, kakao, kopi, dan lain sebagainya.


Tidak ada komentar

Beranda