|
Foto saat Ketua KPK Firli Bahuri bertemu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. (istimewa) |
Jurnalis: Budi Hutasuhut | Editor: Efry Nasaktion
Mengangkat anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) aktif sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sulit terwujud tanpa persetujuan Kepala Polri (Kapolri) meskipun Ketua KPK dianggakat dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres).
Firli Bahuri mengajukan diri sebagai calon Ketua KPK ketika dia masih menjabat Kapolda Sumatra Selatan dengan pangkat Ispektur Jenderal Polisi (Irjend Pol.) Pencalonan itu mustahil terjadi tanpa izin dari pemimpin Polri, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Semua anggota Polri aktif, mendapat penugasan berdasarkan Sprint (Surat Perintah) Kapolri. Di mana pun ditugaskan, apalagi di luar institusi Polri, harus sepengetahuan Kapolri. Begitu juga halnya Firli Bahuri menjadi Ketua KPK atas izin Kapolri.
Untuk apa Kapolri mengizinkan anggotanya menjadi Ketua KPK?
Selama ini, sudah banyak anggota Polri yang bertugas sebagai penyidik KPK. Di satu sisi, para penyidik KPK harus tunduk pada pimpinannya di Korps Bhayangkara. Di sisi lain, mereka harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai SDM di KPK. Dualisme itu sering tidak bisa berjalan, terbukti ketika Novel Baswedan, anggota Polri yang menjadi penyidik KPK, memutuskan keluar dari Polri.
Kasus Novel Baswedan menjadi pukulan berat bagi Polri. Jika anggota Polri yang bertugas di KPK tidak "dikawal", akibatnya akan sangat banyak anggota Polri yang mengundurkan diri dan memilih bekerja untuk KPK. Namun, pengunduran diri itu bisa diantisipasi apabila anggota Polri yang bertugas di KPK dipimpin oleh anggota Polri yang masih aktif.
Pilihan jatuh kepada Firli Bahuri. Di tangan Firli Bahuri, KPK kemudian "beraroma" Polri. Banyak aturan dan peraturan yang sudah ajek, diubah Firli Bahuri atas nama pemimpin baru KPK. Perubahan yang mengundang reaksi publik berkaitan dengan "cuci gudang" sumber daya manusia (SDM) di internal KPK. Karyawan dan penyidik KPK, orang-orang lama di internal lembaga anti-rasuwah, kemudian disingkirkan.
Sebanyak 75 karyawan dan penyidik KPK itu dinyatakan tidak lulus Test Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk alih tugas sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang digelar KPK selama 18 Maret 2021 - 9 April 2021. Ujian wawasan kebangsaan menjadi cara menyingkirkan karyawan dan penyidik KPK yang berpotensi tidak menurut pada komandan, merupakan kebijakan Komisioner KPK dengan mengesahkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021. Di dalam regulasi itu, ditegaskan karyawan dan penyidik KPK harus menjalani asesmen tes wawasan kebangsaan.
Novel Baswedan, salah satu dari 75 yang tidak lulus. Setelah puluhan tahun bekerja di KPK, mereka dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan. Entah bagaimana mereka bisa bekerja selama puluhan tahun di KPK? Entahlah. Yang jelas, Ketua KPK, Firli Bahuri, per 28 Desember 2023, diberhentikan Presiden Joko Widodo berdasarkan Keppres Nomor 129/P Tahun 2023. Pemberhentian itu, salah satunya akibat Putusan Dewan Pengawsas (Dewas) KPK Nomor: 03/DEWAN PENGAWAS/ ETIK/12/2023 tanggal 27 Desember 2023.
Ketua Majelis Etik, Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, menyatakan Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku. Firli dinilai telah melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf a atau Pasal 4 ayat (1) huruf j dan Pasal 8 ayat e Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021.
Atas perbuatannya, Firli Bahuri dijatuhi sanksi berat berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK.
Firli Bahuri, orang yang mengusulkan ujian wawasan kebangsaan terhadap SDM di internal KPK itu, akhirnya mengajukan pengunduran dirinya sebagai Ketua KPK. Mundur karena sanksi dari Dewas KPK, tapi digembargemborkan Firli Bahuri mengajukan pengunduran diri dari KPK sebelum dijatuhi sanksi berat oleh Dewas KPK.
Konon, surat pengunduran diri sebagai Ketua KPK dikirim Firli ke Jokowi pada Senin, 18 Desember 2023. Pada Rabu, 27 Desember 2023, Dewas KPK mengumumkan putusan etik terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli, dengan sanksi etik berat berupa rekomendasi agar Firli mengundurkan diri.
Pada Jumat, 22 Desember 2023, Kemensetneg menyatakan surat pengunduran Firli Bahuri tidak dapat diproses karena tidak sesuai ketentuan yang ada dalam UU KPK. Tentu saja pernyataan Kemensetneg ini membingungkan. Pasalnya, seorang Ketua KPK saja tidak bisa menulis surat sesuai ketentuan yang ada dalam UU KPK.
Membawa Nama Polri
Firli Bahuri merupakan anggota Polri aktif pertama yang terpilih sebagai Ketua KPK. Dia juga menjadi Ketua KPK satu-satunya yang yang berhenti karena pelanggaran etik berat.
Selama ini, mereka yang menjadi Ketua KPK merupakan pensiunan Polri (Irjend Pol Purnawirawan Taufiequrachman Ruki), pensiunan kejaksaan (Antasari Azhar), akademisi senior (Busyro Muqoddas), aktivis HAM (Abraham Samad), dan teknokrat (Agus Rajardjo).
Di tangan para Ketua KPK, keberadaan KPK selalu menjadi momok bagi Polri. Banyaknya kasus korupsi yang ditangani KPK, ternyata meruntuhkan posisi Polri sebagai lembaga penegakan hukum. Aksi-aksi "tangkap tangan" yang dilakukan KPK, bukan saja membuat kinerja Polri menjadi dipertanyakan publik, tapi tidak jarang anggota Polri yang jadi sasaran "tangkap tangan".
Kita tak mungkin melupakan ketika KPK menggeledah kantor Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri terkait korupsi Proyek Simulator SIM pada 2012 yang melibatkan Kakorrlantas waktu itu, Irjen Pol Djoko Susilo, sebagai tersangka. Aksi pada Selasa, 31 Agustus 2012, itu sangat tegang. Beberapa penyidik KPK, yang baru keluar dari kantor Kepala Korps Lantas Mabes Polri, dilarang keluar oleh beberapa petugas kepolisian di Markas Korps Lalu Lintas atau Korlantas Polri.
Tim KPK mencari bukti penyidikan dugaan korupsi Simulator SIM yang membelit Irjend Pol Djoko Susilo. Penggeledahan dilakukan KPK sejak Senin, 30 Agustus 2012 sekitar pukul 22.00 WIB. Saat akan keluar gerbang, mobil yang membawa delapan penyidik KPK dan dokumen barang bukti hasil penyidikan tidak diizinkan keluar oleh petugas yang berjaga.
Kasus korupsi Simulator SIM ini berbuntut dengan penarikan sejumlah penyidik Polri yang ditugaskan di KPK. Novel Baswedan sendiri menolak ditarik kembali ke Polri. Ini salah satu alasan Novel Baswedan memilih keluar dari Polri.
Tidak sampai di situ, hubungan antara KPK dengan Polri menjadi buruk. Dua instansi penegakan hukum ini pun memanas. Keduanya saling berebut menangani kasus korupsi Simulator SIM. KPK tetap ingin mengusut tuntas dan menjadikan Irjend Pol Djoko Susilo sebagai tersangka, Polri melalui Kepala Bareskrim waktu, Komjend Pol Sutarman, ngotot meminta kasus itu ditangani Polri dan tak menjadikan Irjend Pol Djoko Susilo sebagai tersangka.
Tahun 2012, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kasus korupsi Simulator SIM akhirnya diserahkan kepada KPK. Tahun 2013, Kepala Bareskrim Mabes Polri, Konjend Pol Sutarman, dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Kapolri, menggantikan Jenderal Pol Timur Pradopo.
Saat menjadi Kapolri, Jenderal Pol Sutarman mengusulkan dibentuk Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi. Namun, usulan ini dikritik publik dengan alasan Direktorat Tindak Pidana Korupsi milik Polri tidak banyak berperan selama ini. Alhasil, tidak ada dukungan publik terhadap pembentukan detasemen yang direncanakan akan bekerja sama dengan KPK dalam membasmi kejahatan korupsi.
Dalam perkembangan kemudian, embrio Densus Antikorupsi ini kemudian lahir dengan nama Satgas Khusus Pencegahan Korupsi Polri. Satuan tugas ini tercipta setelah Firli Bahuri jadi Ketua KPK, meskipun satuan tugas ini berada langsung di bawah Kapolri.
Satuan ini dibentuk secara khusus untuk pencegahan tindak pidana korupsi berdasarkan Surat Perintah Kapolri Nomor: Sprin/121/I/OPS.2/2022 tanggal 18 Januari 2022. Pembentukan Satgasus Pencegahan Korupsi Polri tak lepas dari dipecatnya 57 anggota KPK gara-gara tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
“KPK ke depan akan lebih baik tanpa Firli Bahuri dan masih banyak permasalahan korupsi yang harus diatasi, misal soal pemiskinan koruptor, perampasan aset, dan penguatan KPK,” ujar Yudi Purnomo Harahap, mantan Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Jumat, 29 Desember 2023.