Oleh : Hady K Harahap | Jurnalis Sinar Tabagsel
Pada 22 Juli 2023 lalu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah menganugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota
Layak Anak (KLA) 2023 kepada 360 (tiga ratus enam puluh) Kabupaten/Kota, yang
terdiri dari 19 (sembilan belas) kategori Utama, 76 (tujuh puluh enam) kategori
Nindya, 130 (seratus tiga puluh) kategori Madya, dan 135 (seratus tiga puluh
lima) kategori Pratama. Penghargaan Provinsi Layak Anak (PROVILA) pun turut
diberikan kepada 14 (empat belas) Provinsi yang telah bekerja keras dengan
sungguh-sungguh demi terwujudnya KLA di wilayahnya masing-masing.
“Penghargaan
Kabupaten/Kota Layak Anak ini merupakan suatu bentuk apresiasi kami atas segala
komitmen dan keseriusan para Gubernur, Bupati, Walikota, dan jajarannya yang
telah serius berupaya menghadirkan wilayahnya yang aman bagi anak. Amanat
kontitusi pun mewajibkan negara untuk memenuhi semua hak anak, melindungi anak,
dan menghargai pandangan anak sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak Anak
yang diratifikasi melalui peraturan perundangan lainnya,” ungkap Menteri PPPA
dalam sambutannya pada malam Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 di
Semarang, Jumat (22/7).
Ironisnya, melansir
data yang dipublikasikan oleh KemenPPPA, dari lima Kabupaten/Kota yang
membentuk wilayah Tabagsel (Tapanuli Bagian Selatan) hanya Kabupaten Paluta
(Padang Lawas Utara) yang gagal meraih predikat Kota/Kabupaten Layak Anak
(KLA). Sementara itu, daerah lain seperti Kota Padang Sidimpuan, Kabupaten
Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, serta Kabupaten Padang Lawas
berhasil menyabet predikat KLA untuk kategori Pratama.
Perlu diketahui, bahwa
pada Februari lalu, sempat tersiar kabar menghebohkan di Paluta mengenai
pemerkosaan yang dialami oleh seorang siswi yang masih berusia 16 tahun hingga
hamil. Ironisnya, aksi bejat itu dilakukan oleh 5 orang pria yang 4 di
antaranya masih di bawah umur. Terbaru, pada Agustus lalu, warga Paluta kembali
gempar oleh kasus seorang kakek berusia 60 tahun yang mencabuli bocah perempuan
yang masih berumur 11 tahun hingga 20 kali.
Data ini tentu
menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Paluta masih belum sanggup menyediakan
kawasan yang aman, ramah, serta melindungi hak-hak setiap anak yang menjadi
tugas dan tanggung jawabnya.
Kementrian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak juga telah menetapkan sejumlah indikator yang
menjadi acuan untuk mengukur pemenuhan hak-hak anak di daerah dalam upaya untuk
mewujudkan KLA. Indikator tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima klaster
hak anak yang terdiri dari : 1. Hak Sipil dan Kebebasan 2. Lingkungan Keluarga
dan Pengasuhan Alternatif 3. Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar 4. Pendidikan,
pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya 5. Perlindungan Khusus.
“Kami menyadari, tidaklah mudah dalam
mewujudkan sebuah Kabupaten/Kota Layak Anak tanpa adanya komitmen kuat dari
pimpinan daerah, kebijakan, dan program terintegrasi yang mementingkan
pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak. Sinergi, kolaborasi, dan Kerjasama
semua pihak yang terkait pun menjadi kunci dalam mewujudkan Kabupaten/Kota
Layak Anak,” tegas Menteri PPPA.
“Bagi daerah yang telah berhasil
mencapai penghargaan terbaik sekali lagi saya ucapkan selamat, dan bagi daerah
yang belum berhasil memperoleh penghargaan terbaiknya, saya harap dapat segera
berbenah, realisasikan dan implementasikan perwujudan pemenuhan hak dan
perlindungan khusus anak melalui kebijakan, program, dan kegiatan yang secara
langsung menyentuh dan melibatkan anak,” tandas Menteri PPPA.
Sebagai catatan,
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak sejak 5 September 1990. Hal ini
merupakan komitmen Indonesia dalam menghormati dan memenuhi hak setiap anak.
Komitmen ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B (2), dan
operasionalnya pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Lahirnya kebijakan Kota/Kabupaten Layak Anak merupakan bentuk
transformasi hak-hak anak yang direalisasikan dalam setiap pembangunan
daerah.