.

Break News


Sticky Grid(3)


LATEST POSTS

Cerpen : Tragedi Kucing Kampung

item-thumbnail

 


Oleh : Bang Harlen

Tidak ada yang spesial darinya.Ia hanya seekor kucing kampung yang kumuh dengan bekas luka yang menempel di beberapa bagian tubuhnya. Hidupnya menggelandang seorang diri. Mencari makan dari satu tong sampah ke tong sampah lain. Akan tetapi, kucing berwajah sangar itu kini jadi buronan pihak kepolisian.Ia telah dilaporkan oleh sejumlah warga yang merasa terganggu karena ulahnya yang meresahkan.

Beberapa kasus sedang menjerat kucing itu.Iadiklaim telah mengotori kerapihan dan keindahan kota dengan mengacak-acak tong sampah yang diletakkan di beberapa titik, seperti di sudut jalanan dan di depan rumah-rumah warga. Hal ini bukan hanya menambah pekerjaan bagi petugas kebersihan yang setiap pagi datang untuk mengangkut sampah-sampah yang menumpuk, tapi tak ayal juga menimbulkan aroma busuk yang amat menusuk.Selain itu, kucing kampung itu juga dituding selalu menjerit keras di malam hari dan berlari-lari diatas loteng rumah.Suara jeritan dan derap langkah kucing kampung itu dianggap telah mengusik kenyamanan dan waktu istirahat orang-orang. Belum lagi ia juga kerap menyerang kucing-kucing rumahan yang dipelihara oleh sebagian warga di kota itu.

Mengapa tuduhan-tuduhandemikian keji secara sepihak langsung dialamatkan kepada kucing kampung itu, padahal belum terdapat bukti-buktikonkret yang dapat dijadikan dasar untuk menegakkan diagnosa atas kekacauan yang terjadi ? Jawabannya adalah dikota yang dikenal modern itu rupanya kucing kampung hanya menyisakan dirinya seekor saja. Teman-teman kucingnya yang lain memilih untuk dirawat dan menggantungkan masa depan mereka kepada seorang majikan. Tinggal nyaman di sebuah rumah, diberi perawatan yang baik, dan tentu saja memperoleh asupan makanan yang bukan cuma lezat, tapi juga sarat kandungan gizi. Dengan kata lain, tidak mungkin kucing-kucing rumahan yang anggun bersedia mengorek-ngorek sampah dan membuat keributan di atas loteng rumah. Mereka berangganggapan hanya kucing kampung saja yang punya perangai demikian

Sontak saja satu-satunya kucing kampung yang memutuskan untuk hidup mandiri dan menggelandang itu selalu menerima hujatan dan cemoohan dari teman-temannya sesame kucing.Ia dicap sok idealis dan tidak realistis dalam memandang kehidupan yang singkat ini. Kucing mana coba yang tidak ingin diperlakukan layaknya Raja dan Ratu ? Bukankah di dunia ini kemewahan serta kenyamanan hidup adalah puncak hirarki yang mesti digapai bagaimanapun caranya ? Sungguh betapa naïf dan bodohnya kau sebagai seekor kucing ! Hanya kucing tolol yang memilih hidup dengan mengorek-ngorek kubangan kotoran ketimbang hidup bergelimang kenikmatan !Begitulah cercaan yang tiada hentidilontarkan kepada kucing kampung tersebut.Untungnya, telinga serta batinnya sudah resisten menghadapinya.

Sebetulnya tidak semua warga yang merasa dirugikan oleh ulah kucing kampung itu. Lebih tepatnya sebagian orang-orang justru tidak pernah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kucing kampung itu mengaduk-aduk tong sampah seperti yang dikatakan orang-orang dan yang disiarkan di media-media. Demikian pula dengan tidur mereka yang masih pulas setiap malam karena sama sekali tidak mendengar keributan dari arah loteng rumah.Meski begitu, mereka tidak dapat berbuat banyak.Sebagian warga itu hanya mampu berdiam diri saja. Pasalnya, di kotayang dikenal modern itu perbedaan pendapat bisa berbuntung panjang dan berakhir dengan sangat mengerikan. Apalagi pemberitaan di media-media terus –menerus menggiring opini publik yang seolahmenyudutkan posisi si kucing kampung. Mereka tak punya pilihan lain, demi  keamanan dan ketentraman hidup, mereka putuskan untuk menutup mulut.

Sudah berhari-hari pihak kepolisian melakukan pencarian terhadap kucing kampung itu.Namun, tak kunjung juga menuai hasil yang diharapkan.Kucing kampung itu masih bebas berkeliaran, malah beberapa warga kembali melaporkan bahwa kucing kampung itu telah menyusup ke dapur dan mencuri beberapa potong ikan yang mereka simpan di dalam tudung. Makin kencanglah pasal yang melilit kucing kampung tersebut..

Untuk mempermudah dan mempercepat proses pencarian, maka pihak kepolisian akhirnya meminta bantuan seorang detektif swasta untuk melacak keberadaan dan lokasi persembunyian kucing kampung itu. Sungguh amat disayangkan, belum seminggu detektif itu menjalani tugas penyelidikannya, ia tiba-tiba saja menghilang tanpa kabar. Seketika itu pula berbagai spekulasi pun mencuat.Ada yang menduga bahwa detektif itu telah melarikan diri ke luar negeri, sebagian beranggapan bahwa detektif itu telah bekerjasama dengan kucing kampung itu dan menipu pihak kepolisian. Serta yang tidak kalah mengejutkannya adalah tidak sedikit pula yang meyakini bahwa detektif itu telah tewasditerkam oleh kucing kampung tersebut. Opini sebagaian dari mereka itu dilandasi oleh kehidupan kucing kampung yang memang susahuntuk dijinakkan. Apalagi meskipun terlihat kecil dan lemah, penelitian telah mengungkap bahwa kucing mempunyai 95,6 % gen yang sama dengan harimau. Jadi, bisa saja sewaktu-waktu bila dihadapkan pada situasi yang sempit insting hewan liar liarnya akanbangkit kemudian menyerang dan membunuh si detektif.

Berita menghilangnya si detektif kian menyudutkan keberadaan si kucing kampung seiring dengan pemberitaan di media-media yang cenderung menyiarkan bahwa si detektif telah dimangsa oleh kucing kampung tersebut.Kini bukan hanya polisi yang semakin bernafsu untuk menangkapnya, melainkan kecemasan dan kekhawatiran seketika menguasai pikiran para warga. Mereka takut jika besok atau lusa giliran mereka yang akan menjadi santapan si kucing kampung.

Karena situasi kota yang mulai tidak aman dan terkendali ditambah warga yang semakin panik, pemerintah kemudian melayangkan surat edaran agar dalam beberapa hari ke depan untuk sementara waktu seluruh warga berdiam diri dan melaksanakan rutinitas pekerjaan di rumah dulu. Keputusan berani tersebut diambil mengingat alangkah berbahayanya kucing kampung yang sampai saat ini masih belum tertangkap itu.

Dan sudah dapat dipastikan peraturan sepihak dan mendadak dari pemerintah tersebut melahirkan pro dan kontra di tengah masyarakat.Khususnya bagi kelompok masyarakat yang mengharuskan dirinya untuk mencari nafkah di luar rumah. Tapi apa boleh buat, peraturan tetaplah peraturan. Seluruh elemen masyarakat mau tidak mau mesti mentaatinya.Ah !tak disangka seekor kucing kampung rupanya sanggup menciptakan kehebohan yang luar biasa.

***

Dua hari berlalu sejak surat keputusan dari pemerintah itu diedarkan. Sejumlah warga tetap bersikeras untuk beraktifitas di luar rumah, terutama bagi mereka yang memiliki ladang rezeki di bawah terik matahari.Mereka masa bodoh dan tidak mengacuhkan anjuran yang berlaku.Bagi mereka, kebahagiaan lambung yang sejengkal itu lebih utama daripada memenjarakan diri dalam jeruji-jeruji ketakutan.Mereka juga sudah merelakan nyawa andaikata menjadi korban si kucing kampung.Setidaknya mereka akan mati dengan gagah daripada hanya berdiam dan pasrah. Begitulah keyakinan sebagian warga yang tinggal di kota yang dikenal modern itu, mereka tetap bersikukuh untuk mencari sesuap nasi di luar rumah meski nyawa yang menjadi taruhannya.

Usai berhasil membuat geger warga satu kota dalam beberapa waktu belakangan, kucing kampung itu akhirnya menampakkan kumisnya juga. Ia tertangkap mata seorang petugas polisi yang berpatroli sedang melintas di salah satu atap rumah warga. Di sana ia berjalan dengan begitu santainya seolah-olah tidak menyadari bahwa keadaan kota telah ditetapkan statusnya ke tahap siaga satu karena ulahnya. Ia merasa selama ini hidupnya baik-baik saja. Ia hanya mencari makan seperti biasa. Sebab sebagai seekor kucing gelandangan, jangankan untuk mempunyai sebuah televisi,tempat tinggalnya pun sering bergonta-ganti.Kadang di emperan toko, di dalam parit dan gorong-gorong, atau malah menyelipkan diri antara rongsokan yang menumpuk di gudang.Dan tentu sajaia bukan manusia yang mahir menggunakan kecanggihan teknologi telepon seluler yang memuat beragam platform media untuk mengikuti arus informasi yang berlalu-lalang. Sehingga amat wajar  jika kucing kampung itu bersikap datar dan tidak tahu-menahu bahwa betapa ia telah menjadi musuhnomor satu warga sekota.

Melihat buruannya yang sudah di depan mata, petugas polisi itu pun langsung mengarahkan tembakan peringatan ke udara. Lantas si kucing kampung pun kaget lalu menghentikan langkahnya.Ia menoleh ke belakang mengikuti asal suara ledakan. Mereka berdua kini saling berhadapan. Si kucing kampung mematung di atas atap dengan perasaan bingung, sedangkan petugas polisi tersebut berdiri gagah di depan sebuah rumah sembari menodongkan moncong berettanya ke arah si kucing. Tak lama berselang, lewat sebuah alat protofon yang menempel di rompinya, polisi tersebut mengabarkan kepada rekan-rekannya yang lain bahwa si kucing kampung telah ditemukan.

Dalam beberapa menit saja, si kucing kampung telah dikepung oleh puluhan personil polisi bersenjata lengkap dari segala arah. Bahkan sebuah helikopter pun turut dikerahkan guna membantu proses penangkapan. Situasinya  persis adegan di film-film aksi ketika si targetsudah tersudut, dan tidak bisa ke mana-mana lagi. Gerakannya sudah tertutup, dan ia sudah kena skakmat dan tidak bisa kabur lagi. Padahal kucing kampung itu memang tidak punya niat untuk meloloskan diri dari sana, sampai saat terjepit tersebut ia malah masih  ditimpa sebuah tanda tanya yang besar. Mengapa ia diperlakukan layaknya penjahat kelas kakap ?

Sejurus kemudian kucing kampung itu dibombardir pertanyaan demi pertanyaan yang mengarahkannya agar mengakui perbuatannya yang telah meresahkan masyarakat.Sontak rasa heran bercampur kaget menerobos masuk ke dalam relung hati dan ruang pikirannya.Dan lambat laun berbuntut lahirnya perasaan sedih, marah, dan kecewa.Akhirnya  ia menyadari bahwa dirinya telah difitnah sedemikian keji oleh sebagian besar warga kota yang dikenal modern tersebut.

Kucing kampung itu pun membantah dengan tegas bahwa ia pernah mencuri ikan di dalam tudung saji. Malah ia sering ditendang, diguyur air panas, dan dilempar pakai batu oleh sejumlah warga yang merasa risih dan jijik dengan kondisinya yang kotor.

Ia juga menampik tuduhan yang menyebut dirinya telah mengacak-acak tong sampah hingga seluruh isinya itu berserakan di jalanan. Kucing kampung itu  beralasan kalau sampah-sampah  itu telah tercerai berai dan terburai keluar dari tempatnya terlebih dahulu sebelum ia datang. Dan ia hanya melahap  sisa-sisa makanan yang terhidang di jalanan sambil sesekali melongok ke dalam area tong sampah.

Untuk persoalan loteng rumah warga yang sering menimbulkan keributan di malam hari. Kucing kampung itu mengungkap bahwa saat itu ia sedang mengejar gerombolan tikus yang diakuinya banyak bersembunyi di rumah-rumah warga. Dari keseluruhan kucing yang berdiam di kota yang dikenal modern itu, hanya ia saja yang masih memiliki insting tajam dan kemampuan untuk menangkap tikus. Sementara kucing-kucing lain telah menjadi kucing rumahan yang sudah tidak berselera dan memiliki kepekaan lagi dengan keberadaan tikus di sekelilingnya.Dan untuk setiap kebisingan yang diperbuatnya ketika di loteng, kucing kampung itu memohon maaf.

Rupanya permohonan maaf yang diucapkannya tidak cukup untuk menyelamatkan hidup kucing kampung tersebut.Saat itu juga sebuah peluru melesat ke arahnya, dan beruntung si kucing kampung dengan gesit mampu mengelak darinya.Karena merasa nyawanya sedang terancam, insting bertahan hidupnya hewan liarnya menggelora.Ia menyeringai tajam dan bulu-bulu serta ekornya menegang. Dengan penuh amarah kemudian iamengambil ancang-ancang hendak menerjang salah seorang petugas kepolisian yang masih menodongkan berretta ke arahnya.Deretan kuku-kuku yang runcing mengkilap seolah tak sabar lagi hendak mencabik-cabik wajah polisi keparat yang berdiri di bawahnya. Si kucing kampung  menjelma bak pejuang yang siap sedia membela tanah air serta harga dirinya.

Namun, sungguh disayangkan. Baru satu meter kucing kampung yang gagah itu melompat meninggalkan atap, sebutir peluru panas segera menembus tengkorak dan bersarang di otaknya. Tak lama tubuh kucing kampung itu pun roboh dan terhempas ke ujung atap, berguling-guling hingga akhirnya tersungkur ke tanah.Darah kental kemudian merembes deras dari kepalanya, otaknya berceceran di mana-mana.Seolah tak puas dengan kondisi kepala si kucing kampung yang telah berantakan, perut si kucing kampung pun turut jadi sasaran berikutnya.Dua buah peluru panas kembali diledakkan oleh salah seorang petugas yang tampaknya masih gusar.Sontak bulu si kucing kampung yang semula berwarna belang abu-abu kini menjelma merah darah. Kucing kampung itu akhirnya menemui ajalnya dengan cara yang amat mengenaskan.

Tidak ada yang spesial darinya.Ia hanya seekor kucing kampung yang kumuh dengan bekas luka yang menempel di beberapa bagian tubuhnya. Hidupnya menggelandang seorang diri. Mencari makan dari satu tong sampah ke tong sampah lain. Dan kematiannya kini mulai disesali oleh orang-orang di kota yang dikenal modern itu.

Selepas kepergiannya yang tragis, gerombolan tikus yang semula hanya bisa bersembunyi dan mengendap-endap, sekarang mulai berani menunjukkan eksistensinya.Tikus-tikus itu semakin leluasa mengerat dan menjarah lumbung makanan warga.Jumlah mereka pun semakin banyak dan terus berkembang biak dengan subur. Tak ada lagi satupun kucing di kota yang dikenal modern itu yang berani memburu, menangkap, dan menekan langkah tikus-tikus yang keberadaannya kian meresahkan tersebut. Warga juga tidak bisa berbuat banyak, sebab satu-satunya yang mampu mendengar dan mengendus dengan tajam keberadaan tikus-tikus itu hanya si kucing kampung saja. Saat itulah untuk pertama kalinya kucing kampung itu sungguh dirindukan kehadirannya.[]


Lanjut baca »

Menjaga Habitat Orangutan Tapanuli di Areal Tambang Emas

item-thumbnail
Orangutan Tapanuli, satwa langka yang hanya ada di Ekosistem Batangtoru. (Foto: SCOP)
Lanjut baca »

Protes PT TPL, Warga Mengubur Diri di Lahannya

item-thumbnail
Warga Dusun Silinggom-Linggom, Desa Sanggahpati, mengubur diri di lahan pertanian yang diserobot PT Toba Pulp Lestari.

Situasi di Dusun Silinggpom-Linggom, Desa Sanggahpati, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, makin mencekam, Kamis, 18 April 2024,  menyusul aksi sejumlah warga mengubur diri di lahan yang akan ditanami PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan bibit eucalyptus.  

Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady K Harahap

Sebulan terakhir, warga Dusun Silinggom-Linggom, Desa Sanggahpati, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, tidak bisa tidur dengan nyaman. Hidup mereka sedang terancam, karena sumber matapencaharian mereka dirampas PT Toba Pulp Lestari (TPL). 

Rabu malam lalu, 17 April 2024,  sejumlah warga berkumpul di Dusun Silinggpom-Linggom, Desa Sanggahpati, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, untuk membicarakan hasil pertemuan dengan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang difasilitasi jajaran Polres Tapanuli Selatan.  Di dalam pertemuan itu,  warga didampingi sejumlah organisasi masyarakat sipil (OMS), bertemu dengan pihak manajemen PT TPL.

"TPL bersikeras tetap menanami lahan di  Silinggom Linggom dengan bibit eucalyptus," kata Riski Abadi Rambe, aktivis yang juga Ketua Naposo Nauli Bulung (NNB) Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Kamis, 18 Aporil 2024.  "Kami menginginkan PT TPL memperhatikan kerugian yang dialami masyarakat akibat perusakan lahan pertanian mereka."

Jumlah lahan milik masyarakat yang dirusak PT TPL mencapai 300 hektare. Lahan-lahan budidaya itu merupakan sumber mata pencaharian masyarakat. Dikhawatirkan, perusakan lahan yang dilakukan menggunakan eksavator milik mitra kerja PT TPL itu membuat masyarakat tidak bisa menghidupi dirinya. 

"Dampak ekonomi ini harus dipikirkan. PT TPL harus mengganti rugi kerusakan yang dialami warga," katanya.

Namun, pihak manajemen PT TPL  bergeming dengan keputusan mereka untuk menanam bibit eucalyptus di lahan-lahan yang sudah diratakan tanpa memikirkan ganti rugi atas tanaman budidaya milik warga yang telah dirusak. Perusahaan produsen bubur kertas itu mengklaim,  lahan mereka yang ada di wilayah Dusun Silinggom-Linggom sebagai kawasan hutan negara yang merupakan areal konsesi perusahaan yang diberikan pemerintah. Lahan-lahan itu merupakan bagian dari 28.340 hektare areal di kawasan Tapanuli bagian Selatan berdasarkan peta areal konsesi yang dimiliki. 

"Lokasi konsesi PT TPL berada di dalam areal PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) berdasarkan Keputusan Kementerian Kehutanan dan Lingklungan Hidup No.SK.1487/Menlhk/Setjen/HPL.0/2021," kata Indra Sianir dari PT TPL menjawab pesan WhatApp dari Sinar Tabagsel.

Sejumlah warga  Silinggom-Linggom mengatakan,  pihak PT TPL tidak transparan perihal letak areal konsesi mereka sesuai peta, dan mengklaim sembarang lahan masyarakat sebagai lahan konsesi perusahaan. Padahal, lahan-lahan yang diklaim itu bukan kawasan hutan negara melainkan areal perkebunan rakyat yang ditanamai tanaman budidaya seperti karet dan kelapa sawit. 

"Kami memiliki surat sah atas tanah yang jadiu lahan budidaya kami," kata salah seorang warga sembari menunjukkan surat berupa Berita Acara Penyerahan Sebidang Tanah seluas 80 x 130 meter tertanggal 2 November 1989. Waktu itu, Desa Silinggom-Linggom masih bagian dari Kecamatan Padangsidimpuan Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan. 

Selain memiliki surat sah dengan leges materai senilai Rp1000 yang ditanda tangani Camat Kecamatan Padangsidimpuan Timur yang waktu itu merangkap sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, sejumlah warga  Silinggom-Linggom mengaku memiliki surat sah atas kepemilikan tanah dan mereka telah membayar pajak setiap tahun. 

Sebab itu, warga Silinggom-Linggom mendesak agar PT TPL menghentikan perusakan lahan budidaya milik warga. Selain itu, PT TPL juga harus melakukan ganti rugi atas perusakan lahan berupa tanaman budidaya milik warga. 

"Kami menghidupi keluarga dari hasil lahan itu," kata Yusuf, salah seorang warga. 

Sebelumnya, warga Silinggom Linggom sudah menghalang-halangi dan mengusir petugas PT TPL yang melakukan aktivitas alat berat di desa mereka.  Para petugas PT TPL itu dilarang beraktivitas, sehingga puluhan alat berat milik PT TPL dan perusahaan vendornya tidak bergerak di lahan-lahan warga. 

Warga sudah membulatkan tekad untuk menghadang alat berat milik PT TPL agar tidak beroperasi lagi di area tersebut. Aksi pengusiran itu turut dihadiri sejumlah elemen yang tergabung dalam Aliansi Tabagsel Bersatu.

Lanjut baca »

Mudik Lebaran 2024 untuk Melihat Jalan Rusak di Tapsel

item-thumbnail
Tanjakan Batu Jomba di Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, tidak pernah bisa diperbaiki entah kenapa.

Miliaran rupiah digelontorkan pemerintah pusat pada 2024 untuk memperbaiki kondisi jalan rusak di Provinsi Sumatra Utara, tak satu pun dari proyek itu menyasar ke Kabupaten Tapanuli Selatan.

Penulis: Hady K. Harahap | Editor: Budi Hutasuhut

Mudik Idulfitri 1445 H atau Lebaran 2024 ke Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatra akan terasa menyiksa bagi  para pemudik.  Buruknya kondisi jalan-jalan yang dilalui menjadi penyebabnya.  Mudik Indulfitri atau Lebaran ke Kabupaten Tapanuli Selatan, dari tahun ke tahun, menjadi tradisi yang tak memberi kenyaman. Mudik menjadi kegiatan melihat jalan rusak.

Kondisi jalan,  mulai dari jalan raya Lintas Sumatra,  jalan provinsi yang menghubungkan satu kecamatan dengan lain kecamatan, maupun jalan desa,  sangat buruk.  Permukaan jalan-jalan itu penuh lubang akibat tidak kunjung diperbaiki. 

Kondisi tanjakan Batu Jomba, sekitar 8 km dari ibu kota  Kecamatan Sipirok ke arah Kabupaten Tapanuli Utara, salah satu contohnya.  Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan selalu beralasan, kawasan Batu Jomba bagian dari jalan Lintas Tengah Sumatra,  merupakan jalan negara, dan bukan kewenangan pemerintah daerah untuk memperbaikinya. 

Bupati Tapanuli Selatan, Dolly Putra Parlindungan Pasaribu,  mengatakan hal itu kepada pemirsa TVOne. Ketika Ronald Sinaga, seorang enterpreneur,  mengkitik buruknya kebijakan Bupati Dolly yang tak bisa berbuat banyak untuk mengatasi persoalan Batu Jomba, Bupati Dolly Pasaribu bersikeras bahwa Batu Jomba bukan wewenang daerah.

Meskipun alasan Bupati Dolly Pasaribu sesuai peraturan perundang-undangan, tetapi alasan seperti itu sulit diterima para pengguna jalan.  Sejumlah pengguna jalan yang ditemui Sinar Tabagsel mengatakan,  Bupati Tapsel ikut bertanggung jawab atas kecelakaan yang dialami para sopir saat melintasi di Batu Jomba.  Kerugian yang dialami para sopir angkutan barang akibat kendaraannya tergelincir di Batu Jomba, atau keterlambatan yang dialami sopir-sopir angkutan umum akibat kemacetan di Batu Jomba, tidak akan pernah terjadi jika Batu Jomba diperbaiki.

Bupati Dolly Pasaribu sudah memimpin Kabupaten Tapsel sejak 2021, dan saat ini sedang di ujung masa jabatannya. Waktu selama kurang dari lima tahun lebih dari cukup untuk mengatasi kerusakan jalan di tanjakan Batu Jomba. Berapa banyak kerugian para pengusaha yang bisa diselamatkan seandainya Bupati Dolly Pasaribu memperbaiki Batu Jomba secara permanen.

"Sebagai Kepala Daerah, Bupati Tapanuli Selatan orang yang paling bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di daerahnya, terutama berkaitan dengan penyediaan infrastruktur dan suprastruktur, termasuk memperbaiki infrastruktur yang sudah ada," kata Ahmad Sofyan, pemudik asal Aceh yang melintas di batu Jomba, Minggu, 7 April 2024. 


Ahmad Sofyan bermaksud pulang ke kampung halamannya di Sipagimbar, Kecamatan Saipar Dolok Hole. Seharusnya ia bisa memilih jalur alternatif lewat simpang Siborong-borong-Sidamanik di Kabupaten Tapanuli Utara, masuk melalui Pangaribuan dan langsung ke Kecamatan Saipoar Dolok Hole tanpa harus melintasi Batu Jomba.  Namun, Ahmad Sofyan tidak mendapat informasi tentang jalur alternatif itu, di samping ia meragukan jalur itu lebih parah dari kondisi Batu Jomba. 

Selain di titik Batu Jomba, jalan Lintas Tengah Sumatra yang melalui Kabupaten Tapanuli Selatan, masih dipenuhi lubang yang dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas. Selain itu, keberadaan rambu-rambu lalu lintas dan lampu jalan sangat minim. 

Kondisi yang lebih parah dialami jalan-jalan provinsi seperti  ruas jalan Sipirok-Kecamatan Aek Bilah. Ruas jalan ini melewati Kecamatan Arse dan Kecamatan Saipar Dolok Hole.  Permukaan jalan penuh lubang dan pada musim penghujan digenangi air.  Kondisi seperti ini sudah berlangsung bertahun-tahun, dan Bupati Tapsel tidak kunjung memperbaikinya.

Berdasarkan catatan Sinar Tabagsel,  Bupati Tapsel, Dolly Pasaribu bersama mantan Bupati Tapsel, Syahrul Mangapul Pasaribu, acap mengatakan akan memperbaiki jalan-jalan yang rusak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun, perbaikan jalan yang dijanjikan itu tidak kunjung terealisasi. 

Misalnya saat sosialisasi Kepala Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Sumut Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR Ir Brawijaya Ph.D. di Kantor Camat Batang Angkola, Kabupaten Tapsel kepada para camat, lurah, kepala desa yang irisan langsung dengan  koridor  jalan nasional tersebut  pada 13 Maret 2021, Syahrul M Pasaribu mengatakan tahun 2022 ruas koridor Jalan Nasional di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan dan Kabupaten Mandailing Natal (Tabagsel) bakal mulai dikerjakan dengan sistem multi years contract (tahun jamak).

Syahrul Pasaribu yang seakan-akan juru bicara Pemda Kabupaten Tapsel itu mengatakan, mendapat informasi dari Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) bahwa nilai kontrak Rp196.997.333.000 dan Tapsel mendapat 4,45 km. 

Menurut Syahrul, usulan pembangunan ke tiga koridor Jalan Nasional di Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) disampaikannya kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pada Tahun 2017 silam saat Syahrul masih menjabat sebagai Bupati Tapsel. Namun, apa yang digembar-gem,borkan itu tidak kunjung terealisasi tanpa alasan yang jelas.

Sejumlah kalangan menilai,  realisasi perbaikan jalan raya di Kabupaten Tapsel terhambat karena Kepala Daerah tidak bisa mencarikan solusi.  Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah meminta langsung ke pemerintah pusat untuk memperbaiki jalan mengingat betapa pentingnya jalur itu untuk peningkatan perekonomian daerah. Mungkin Bupati Dolly Pasaribu sudah mengajukan permintaan, namun belum ada tanggapan dari pemerintah pusat. 

Jika melihat realitas yang terjadi saat ini, sekaitan buruknya kondisi infrastruktur jalan raya di hampir seluruh wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan,  hal yang wajar Bupati Dolly Pasaribu berlindung di balik wewenang pemerintah pusat. Pasalnya, komunikasi Pemda Kabupaten Tapsel dengan pemerintah pusat sangat buruk, ditandai dengan tidak ada anggaran pemerintah pusat untuk rehabilitasi jalan raya yang menyasar ke Kabupaten Tapanuli Selatan. 

Tahun 2024, pemerintah pusat menganggarkan Rp868 miliar untuk pembenahan jalan sepanjang 209 kilometer (km) di Sumatra Utara (Sumut). Program ini merupakan pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah. 

Inpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 16 Maret 2023 itu berisi arahan kepada menteri terkait dan kepala daerah (Gubernur dan Bupati/ Wali Kota) untuk mendukung upaya percepatan peningkatan konektivitas jalan daerah dalam rangka menyokong aktivitas perekonomian dalam rangka pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. 

Namun, dari Rp868 miliar anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat untuk pembangunan jalan sepanjang 209 kilometer pada 30 ruas jalan di 18 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumatra Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan tidak kebagian.  


Di masa pemerintahan Bupati Dolly Pasaribu, kondisi jalan di Kabupaten Tapsel bertambah parah. Selain itu, berbagai program perbaikan jalan, baik program pemerintah pusat maupun  Pemda Provinsi Sumatra Utara, tidak kunjung melibatkan Kabupaten Tapsel. 

Kondisi jalan provinsi di Kecamatan Arse  sampai Kecamatan Aek Bilah hancur dan dipenuhi lubang. Kondisi itu berlangsung selama pemerintahan Bupati Dolly, belum ada perbaikan. 

Kondisi serupa juga terjadi pada jalan provinsi  di Kecamatan Angkola Selatan.  Kondisinya rusak parah hingga menyulitkan bagi masyarakat yang tinggal di kecamatan tersebut.  Ruas jalan provinsi ini satu-satunya jalan akses penghubung yang menjadi urat nadi warga. 

Berdasarkan data di Dinas PUPR Sumut, kondisi jalan provinsi yang mengalami rusak parah sebanyak 13.000 km dari 33.000 km jumlah jalan provinsi yang ada di kabupaten/kota.  


Lanjut baca »

Emas di Mandailing Natal untuk Siapa?

item-thumbnail
Sihayo  Gold Limited, raksasa tambang di Australia memiliki 75% saham PT Sorikmas Mining yang sejak 1998 menerima kontrak karya dan berlaku sampai 2049, selama 26 tahun tak kunjung menemukan emas di lahan seluas 66.200 hektare di Kabupaten Madina, padahal tambang rakyat berhasil menemukan emas.  

Wakil Bupati Kabupaten Mandailing Natal, Atika Azmi Uttami, meminta Kapolda Sumatra Utara menertibkan pelaku penambangan emas tanpa izin  (PETI) di kabupaten tersebut.  Sejumlah nama oknum yang diduga sebagai "cukong" disebutkan dalam surat itu. 

Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady K. Harahap

Masyarakat dari beberapa desa di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal,  menyatakan protes atas kebijakan Pemda Kabupaten Madina untuk menertibkan PETI. Mereka mengaku aktivitas pertambangan itu  sangat membantu ekonomi keluarga,  dan khawatir penutupan tersebut akan berpengaruh terhadap meningkatkan angka kemiskinan. 

Protes itu disampaikan warga saat pertemuan di Aula Kantor Bupati Mandailing Natal (Madina), Kamis, 4 Maret 2024 lalu. Di dalam pertemuan yang dipimpin Wakil Bupati Atika Azmi Utammi,  warga menyatakan mendukung pertambangan dengan alasan sangat membantru perekonomian keluarga.  Mereka menyebut banyak warga yang menggantungkan hidup dari berusaha di sektor pertambangan tersebut.

Ratusan warga dari sejumlah desa di Kecamatan Kotanopan mendatangi Markas Polsek Kotanopan, Sabtu, 30 Maret 2024  malam. Massa yang terdiri dari ibu-ibu, bapak-bapak dan pemuda-pemudi, itu meminta agar Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) jangan ditutup karena sumber mata pencaharian mereka. 

Menjadi penambang emas  bukan pekerjaan yang asing bagi sebagian besar warga sejumlah desa di daerah aliras  sungai (DAS) Batang Gadis di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Tapanuli Selatan.  Sungai beraliran sedang itu memberi masyarakat mata pencaharian sampingan, pekerjaan tradisional yang dilakukan turun-temurun,  dikerjakan seusai melakukan pekerjaan utama sebagai petani padi maupun holtikultura. 

Mereka menyebutnya manggore -- istilah tradisional masyarakat -- yakni mendulang emas dengan cara mengayak pasir yang diambil dari dasar Sungai Batang Gadis.  Alat dulang atau disebut gore  itu berbentuk seperti kuali, terbuat dari kayu, permukaannya halus,  dan memiliki cekungan yang tak terlalu dalam.  Alat itu yang digoyang-goyang warga sembari dicelupkan berkali-kali ke air sungai.

Manggore, pekerjaan mendulang emas di Kecamatan Kotanopan yang dilakukan turun-temurun dan mulai ditinggalkan masyarakat.

Tradisi ini sering dilakukan sambil mandi sepulang dari ladang.  Warga akan mengambil pasir di dasar Sungai Batang Gadis dengan tempurung kelapa atau ember,  membuat mereka harus menyelam karena kedalaman air bervariasi.  Pasir itu kemudian diayak dengan gore untuk menghilangkan tanah dan pasir yang berat jenis massanya lebih ringan dibandingkan emas. Kalau beruntung,  setelah tanah dan pasir atau material lain tersingkir, akan diperoleh emas berbentuk pasir (tepung). 

Ketika warga manggore di Sungai Batang Gadis,  pemandangan itu terlihat dari jalan Lintas Sumatra yang dibangun mengikuti alur sungai terbesar di Kabupaten Mandailing Natal itu.  Tidak cuma orang tua (laki-laki dan perempuan), tetapi anak-anak juga ikut terlibat.  Anak-anak sering membantu orang tua melakukan pekerjaan mendulang sepulang sekolah.

Terkadang, mereka mendapatkan butir-butir emas yang lebih besar,  kerikil sebesar biji beras. Namun, hasil yang diperoleh tak menentu, lebih sering mendapatkan hasil di bawah setengah gram dengan harga jual bervariasi, dari Rp50.000 sampai Rp100.000. 

Meskipun hasilnya kecil,  tapi cukup untuk kebutuhan sehari-hari para warga yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Mereka mendulang secara tradisional agar sungai jernih tersebut tetap terjaga dan bisa menghidupi keluarganya secara turun-temurun.

Pekerjaan turun-temurun dari beberapa generasi ini bagian dari kearifan tradisional masyarakat untuk menjaga dan melestarikan Sungai Batang Gadis agar tetap bisa memberi tambahan penghasilan bagi mereka. Namun, pasca reformasi 1989, situasi kemudian berubah dan tradisi itu pun berubah. 

Para panggore (pendulang emas) tradisional itu mulai jarang melakukan aktivitas manggore di Sungai Batang Gadis. Kalau pun masih ada, hanya beberapa keluarga saja yang tampak di arus air sungai sedang manggore. 

Korporat Tambang

Aktivitas para peneliti di PT Sorikmas Mining yang tak kunjung menemukan emas selama 26 tahun  

Pekerjaan tradisional ini tidak ditinggalkan sepenuhnya, sebaliknya membuat masyarakat menjatuhkan pilihan untuk menjadikan  penambang emas sebagai pekerjaan utama.  Pilihan ini dilakukan setelah demam emas, di mana masyarakat menyadari kalau daerahnya kaya akan mineral barang tambang berupa emas dengan kadar yang sangat baik.

Di dalam Undang-Undang Kehutanan (UU 41/1999) yang disusun dan disahkan pada era Presiden Habibie,  dibatasi kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan, hanya membolehkannya secara terbatas di dalam hutan produksi dan tambang tertutup (underground mining) di hutan lindung. Pada masa rezim Megawati Soekarnoputri terbit peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu 1/2004) sehingga perusahaan-perusahaan tertentu dibolehkan menambang secara terbuka (open pit) di dalam hutan lindung. 

Berbasis perppu ini Presiden Megawati kemudian menerbitkan Keppres 41/2004 yang membolehkan 13 korporasi menambang di dalam hutan lindung seluas 927.648 hektare (dari total luas izin 6.257.640.49 hektare). Dari 927.648 hektare untuk korporasi pertambangan di seluruh Indonesia,  PT Sorikmas Mining mendapat 201.600 hektare lahan di Kabupaten Mandailing Natal untuk menambang emas. 

Lahan seluas 201.600 hektare itu tertera dalam Kontrak Karya (KK)  PT SM tertanggal 19 Februari 1998.  Namun, luas wilayah Kontrak Karya itu direvisi pemerintah menjadi 66.200 hektare dalam Kontrak Karya generasi VII berdasarkan surat Keputusan Direktur Pertambangan Umum Nomor 755.K/20.01/DJP/2000 tanggal 19 Desember 2000 dengan jangka waktu hingga tanggal 6 Oktober 2049.

Dari 66.200 hektare wilayah KK PT SM,  sebanyak 63.616 hektare  terletak di Kabupaten Mandailing Natal, dan siusanya sebesar 2.584 hektare di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.  Namun, sejak beroperasi pada 19 Februari 1998, PT SM  belum menemukan emas yang konon digadang-gadang sebesar  1.4 juta ounces.  Pihak PT SM dalam berbagai pertemuan resmi dengan pemerintah mengaku,  cadangan emas 1,4 juta ounces itu terbukti kurang ekonomis.


Meskipun PT SM tidak berhasil menemukan cadangan emas di Kabupaten Madina, namun perusahaan yang merupakan patungan Australia-Indonesia ini tak kunjung angkat kaki setelah 26 tahun beroperasi.  Sebuah institusi bisnis yang mengejar profit, mustahil mampu bertahan selama 26 tahun tanpa mendapatkan keuntungan apapun dari bisnis yang dikelolanya.


Saham PT SM dikuasai Sihayo Gold Limited (SGL), sebuah perusahaan tambang milik Australia yang listing di Australian Securities Exchange (ASX) dengan kode: SIH.  SGL kemudian menunjuk Aberfoyle Pungkut Investments Pte Ltd., perusahaan investasi berbasis di Singapura,  untuk menguasai 75% saham PT SM dan 25%  saham lainnya dikuasai MIND ID--induk BUMN tambang-- yang diberikan kepada PT Aneka Tambang (ANTAM). 

Meskipun PT SM yang mengelola Proyek Sihayo Pungkut Sumatra -- begitu nama yang diberikan SGL terhadap proyek tambang emas mereka di Kabupaten Madina -- belum melakukan eksploirasi emas,  namun SGL mengkomunikasikan tambang emas di Sumatra ini kepada Australian Securities Exchange. Dalam website SGL (https://www.sihayogold.com), disebutkan, Proyek Sihayo Pungkut Sumatramerupakan proyek paling maju dengan Sumber Daya Mineral sebesar 24 Mt pada 2,0 g/t untuk 1,5 Moz kandungan emas dan Cadangan Bijih sebesar 12,5 Mt pada 2,1 g/t untuk 840 koz emas yang terkandung. 

Lahan Kontrak Karya dipromosikan sebagai prospektif mineralisasi emas dan logam dasar dengan beberapa prospek yang diidentifikasi menyasar emas yang mengandung karbonat, emas urat epitermal, skarn emas-tembaga, porfiri tembaga-emas, dan mineralisasi gaya skarn timbal-seng.

Sebab itu, perusahaan mempunyai program eksplorasi aktif termasuk pengeboran lanjutan di Proyek Sihayo Pungkut Sumatra,  pengeboran di Prospek Hutabargot Julu yang terletak 6 km sebelah selatan Proyek Emas Sihayo serta target lain di seluruh wilayah KK.

Potensi itu berkaitan dengan lokasi Proyek Sihayo Pungkut Sumatrayang bertepatan dengan Zona Sesar Trans Sumatera (TSFZ) yang produktif secara geologis dan Busur Magmatik Neogen yang terkait,  yang merupakan hasil dari tumbukan miring dua lempeng tektonik dan subduksi terkait. 

TSFZ disebut-sebut telah menguntungkan proyek emas penting,  Tabang Emas Martabe milik PT Agincourt Resources, di mana wilayah KK PT SM bersebelahan dengan wilayah KK PT Agincourt Resources.  

Menurut SGL,  Hutabargot Julu merupakan lahan multi elemen emas seluas 3,5 km x 3,0 km yang sebagian besar belum teruji anomali geokimia. Letaknya kira-kira 6 km tenggara dari lokasi Proyek Sihayo Pungkut Sumatra. Pemetaan prospek sebelumnya menunjukkan adanya area perubahan hidrotermal yang luas pada gunung berapi dan batuan vulkaniklastik. 

Pengeboran pra-muka pada urat-urat di Hutabargot Julu selama 2011-2013 menghasilkan intersep emas-perak yang signifikan.  Hutabargot Julu dianggap berpotensi prospektif

 untuk deposit emas-perak epitermal yang tersebar dalam skala besar dan secara lokal, urat emas-perak bermutu tinggi.

Dengan potensi mineral seperti itu, seharusnya Proyek Sihayo Pungkut Sumatra sudah berproduksi. Namun, SGL tampaknya menunda produksi PT SM untuk mengupayakan peningkatan nilai tambah Proyek Emas Sihayo. 


Dalam laporan keuangan SGL per 31 Desember 2023 disebutkan,  SGL akan menerapkan dua metode penambangan di Proyek Emas Sihayo. Metode tambang bawah tanah dan metode tambang permukaan akan dipilih setelah SGL melibatkan grup konsultan Mining One. 


Perubahan ini mengacu pada studi kelayakan terbaru yang dirilis pada tahun 2022, di mana proyeksi rata-rata perolehan metalurgi Proyek Sihayo Pungkut Sumatra meningkat dari 71,2% menjadi 83,6% dengan total produksi emas meningkat dari 551.000 oz menjadi 653.000 oz.

Arus kas sebelum pajak selama umur tambang telah meningkat dari 253 juta dolar AS menjadi 353 juta dolar AS, sedangkan nilai sekarang bersih setelah pajak meningkat dari 114 juta dolar AS menjadi 169 juta dolar AS, dan tingkat pengembalian internal dari 16,2% menjadi 20,4%. 

Perkiraan biaya modal awal Proyek Sihayo Pungkut Sumatra menurun dari 243 juta dolar AS menjadi 221 juta dolar AS, sementara biaya pemeliharaan keseluruhannya telah meningkat dari 972 dolar AS per oz menjadi 1.007 dolar AS per oz. 

SGL melaporkan perkiraan cadangan bijih pada Proyek Sihayo Pungkut Sumatra sebesar 11,7 juta ton dengan kadar 1,98 g/t emas untuk 747.000 oz emas yang terkandung . 

Bisnis Tambang Rakyat
Kabupaten Madina dengan sungai yang menjadi titik aktivitas Pertambang Emas Tanpa Izin (PETI)  sekaligus merupakan wilayah Kontrak Karya PT Sorikmas Mining. 

Data deposit yang dikeluarkan SGL tentang potensi mineral Proyek Sihayo Pungkut Sumatra,  dilaporkan kepada publik yang mau investasi pada saham SGL di Bursa Efek Australia. Informasi publik ini dilengkapi dengan hasil-hasil studi yang dilakukan SGL dan bisa diakses dengan mudah, sehingga deposit mineral emas dan perak di Kabupaten Madina menjadi informasi yang terbuka. 

Disadari atau tidak, informasi ini punya andil besar memunculkan penambangan liar di sekitar wilayah KK PT SM.  Pasalnya, deposit mineral emas di Kabupaten Madina yang tak kunjung ditambang PT SM  mendorong munculnya demam emas di masyarakat.  

Warga lokal yang biasa bekerja sebagai petani sawah dan ladang,  akhirnya berubah haluan menjadi penambang emas liar.  Awalnya, demam emas mendera masyarakat untuk membuka tambang emas di sekitar Kecamatan  Hutabargot. Para penambang ini awalnya menerapkan metode tambang bawah tanah, menggali lubang-lubang tambang hingga ke perut bumi untuk menelusuri urat emas. 

Para penambang yang beraktivoitas di kawasan hutan, mampu menciptakan sumber mata pencaharian baru bagi warga lainnya yakni usaha penggelondongan material galian. Unit usaha yang menawarkan jasa gelondong material hasil penggalian ini bermunculan di lingkungan masyarakat, membawa kabar baik tentang hasil penambangan berupa emas yang kadarnya sangat tinggi.

Sejak itu, demam emas melanda Kabupaten Madina. Para penambang muncul di berbagai kecamatan di Kabupaten Madina seperti Siabu, Naga Juang,  Muara Sipongi, Batang Natal. Kotanopan, Lingga Bayu, dan lain sebagainya.  Para penambang tidak hanya menerapkan metode tambang bawah tanah di kawasan hutan yang medannya sangat sulit dengan resiko tinggi tertimbun material galian.

Para penambang mulai menerapkan metode tambang terbuka yang resikonya lebih sedikit. Metode tambang terbuka ini mirip dengan manggore, pekerjaan mendulang emas secara turun-temurun. Bedanya, jika dalam manggore material yang didulang sangat sedikit, maka dalam tambang terbuka pendulangan dilakukan dengan bantuan alat-alat berat seperti eksavator. 

Sejumlah penambang emas mengaku melakukan penambangan karena PT SM tidak  kunjung beroperasi padahal deposit emas di Kabupaten Madina berlimpah.  Lambatnya operasional PT SM yang selalu beralasan hasil tambang kurang ekonomis,  justru dijawab masyarakat dengan memperoleh hasil dari tambang liar tersebut. 

"Banyak penambang yang mendadak jadi kaya raya. Kurang ekonomis bagaimana itu," kata Ahmad Suhali, seorang penambang di Hutabargot Julu. 

Sulaiman, penambang lainnya, mengatakan sebaiknya pemerintah menyerahkan  kegiatan penambangan emas kepada rakyat daripada kepada perusahaan asing yang tidak jelas kemampuannya. 

Keuntungan yang diperoleh warga saat menambang emas di beberapa titik di Kabupaten Madina, ternyata membuat demam emas mempengaruhi sejumlah pemodal yang bersedia berinvestasi.  Para pemodal yang berbasis pengusaha lokal, ramai-ramai mengalihkan investasikan ke sektor pertambangan. Dalam perkembangan selanjutnya, tidak sedikit pengusaha dari berbagai daerah seperti Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padang Sidimpuan yang berinvestasi di sektor tambang. 

Para pengusaha ini ada yang menerapkan pola membeli lahan milik masyarakat untuk ditambang metode tambang terbuka menggunakan alat-alat berat. Ada juga pemilik lahan yang memberikan lahan miliknya, biasanya lahan pertanian yang berada di daerah aliran sungai, untuk ditambang oleh para pengusaha dengan sistem bagi hasil atau sistem sewa. Untuk sistem sewa, ada jangka waktu yang disepakati, dan lahan dikembalikan pemodal kepada warga pemilik lahan setelah areal bekas tambang dikembalikan lagi seperti semula.

Meskipun usaha tambang yang dilakukan tidak dapat izin dan pemerintah menyebutnya PETI (tambang emas tanpa izin),  namun usaha itu tidak  banyak dipersoalkan pemerintah setempat.  Masyarakat yang bekerja di sektor tambang semakin banyak dan meyakini usaha tersebut tidak keliru.  

PETI mulai menjadi persoalan ketika merebak kasus pencemaran sungai oleh zat yang diduga merkuri (air raksa) pada tahun 2019. Merebaknya dugaan 12 anak yang lahir cacat diduga akibat terkontaminasi limbah pembuangan tambang, sehingga Gubernur Sumatra Utara waktu itu, Edy Rahmayadi, membuat kebijakan menutup PETI di wilayah Kabupaten Madina. 

Sejak kebijakan Gubernur Edy Rahmayadi itu, keberadaan PETI menjadi sorotan.  Aksi menentang PETI muncul dari aparat penegakan hukum, mengait-kaitkan aksi PETI dengan pelanggaran peraturan-perundangan. Pelarangan semakin ketat ketika banyak penambang emas yang mendapat kecelakaan dan terkubur di lubang-lubang tambang. 

Kebijakan Setengah Hati

Kapolres Mandailing Natal, AKBP Arie Soepandi Paloh, dengan  melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi-lokasi PETI di Kecamatan Kotanopan, Sabtu, 10 Feberuari 2024. 
Ketika Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi, melarang aksi PETI di Kabupaten Madina pada 2019, kebijakan itu ditindaklanjuti aparatur penegak hukum dengan melakukan operasi poenangkapan para pelaku. Aksi tersebut membuat PETI menghilang sementara, meskipun di beberapa titik di kawasan hutan masih terus berlangsung aksi penambangan bawah tanah. 

Lokasi-lokasi tambang bawah tanah yang berada di lereng-lerang pegunungan di sekitar Sorik Merapi dan kawasan Taman Nasional Batang Gadis,  sulit dijangkau sehingga aksi penutupan tidak sampai ke sana.  Lokasi tambang yang ditutup justru penambang metode lahan terbuka, yang biasanya berlokasi di DAS sungai-sungai yang ada di Kabupaten Madina atau tidak jauh dari lingkungan penduduk. 


Larangan PETI terkesan setengah hati, sehingga warga di beberapa kecamatan di Kabupaten Madina hanya berhenti saat aparat penegak hukum melakukan aksi penutupan. Namun, PETI yang oleh masyarakat disebut tambang rakyat, tetap beroperasi karena demam emas memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat.


Kebijakan penutupan PETI mestinya diimbangi pemerintah dengan memberikan alternatif pekerjaan kepada masyarakat. Namun, pemerintah tidak punya alternatif tersebut dan lebih memilih mensosialisasikan PETI sebagai tindakan kriminal yang bisa mendapat sanksi hukum. 

Digertak dengan sanksi hukum atas tindakan PETI, rakyat Kabupaten Madina yang menjadikan penambang emas sebagai mata pencahariannya justru tidak berhenti. Mereka tetap melakukan aktivitas tambang dan berlangsung secara  terbuka di hadapan publik. 

Kondisi ini terjadi di Kecamatan Kotanopan, misalnya. Di daerah ini, menurut catatan Camat Kotanopan dalam surat pengaduan yang dilaporkan kepada Bupati Madina,  terdapat 23 alat berat jenis beko (excavator) yang melakukan pengerukan tanah dalam aktivitas penambangan emas. Lokasi umumnya berada di lahan-lahan pinggiran Sungai Batang Gadis.

Di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Batang Gadis di Kecamatan Kotanopan, adalah lubang-lubang bekas tambang emas ilegal.  Lubang-lubang yang digenangi air itu tercipta akibat penggunaan alat-alat berat seperti eksavator oleh para penambang. Dalam situs blibli.com,  Eksavator ISUZU CC-6BG1TRP kapasitas 1.05 m3 dengan kekuatan 128.5 kW / 2100 rpm ditawarkan seharga Rp1,3 miliar.  Harga beko merek Komatsu lebih murah, sekitar Rp300 juta sampai Rp900 juta.  

Hal ini menandakan, alat-alat berat ini mustahil dimiliki oleh masyarakat yang sering disebut sebagai pelaku penambangan liar.  Alat-alat berat yang beroperasi di Kecamatan Kotanopan milik para investor, pengusaha pemilik modal yang menjadi masyarakat sebagai pekerja tambang.  

Warga selaku pekerja tambang tidak bisa ditakut-takuti dengan sanksi hukum atas aktivitas PETI. Warga akan berhenti melakukan aktivitas penambangan apabila para pemodal pemilik alat-alat berat itu yang dihentikan aktivitasnya. Namun, aparat penegak hukum tampaknya tidak bekerja maksimal untuk menegakkan hukum, sehingga para pemodal masih bisa beraktivitas mengaktifkan PETI. 

Sebanyak 23 unit alat-alat berat di sepanjang Sungai batang gadis di Kecamatan Kotanopan tidak akan ada si sana jika aparat penegak hukum melakukan penegakan hukum.  Kondisi inilah yang melatarbelakangi Pemda Madina kembali menggaungkan anti-PETI. Dimulai dari pengaduan Wakil Bupati Madina kepada Kapolda Sumatra Utara lewat surat bernomor : 660/0131/DLH/2024 tanggal 24 Januari 2024. 

Selain menyurati Kapolda, Wakil Bupati juga menggelar pertemuan dengan perwakilan warga dari Kecamatan Kotanopan.  Wakil Bupati menjanjikan, jika warga berhenti melakukan aktivitas PETI, ada peluang menjadi pertambangan legal di wilayah Kecamatan Kotanopan dengan pengajuan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada pemerintah Indonesia di Jakarta. Namun, warga meragukan tawaran WPR tersebut karena kebijakan itu belum ada contohnya. 

Menindaklanjuti surat pengaduan Wakil Bupati Madina, Kapolres Mandailing Natal, AKBP Arie Soepandi Paloh, dengan  melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi-lokasi PETI di Kecamatan Kotanopan, Sabtu, 10 Feberuari 2024. Tapi, aksi Kapolres Madina hanya membawa dua alat berat yang diduga dipergunakan pelaku PETI.

Wilayah Pertambangan Rakyat

Tawaran Bupati Madina tentang melegalkan sektor pertambangan dengan mengusulkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), bisa dibilang sebagai solusi yang tidak solutif. Pasalnya, jika mengacu data pada sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) sampai Juli 2022, ada 10.120.574 hektare konsesi tambang yang diobral pemerintah kepada korporat. 

Sebelumnya jumlah izin pertambangan mencapai 11 ribu izin, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginisiasi koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi sektor pertambangan mineral dan batu bara (Korsup Minerba) jumlah izin menyusut karena banyak yang dicabut, hingga kini menjadi 6,5 ribu izin.

Dari jumlah izin itu, 4.114 izin tambang yang aktif di Indonesia. Terdiri dari 4.015 Izin Usaha Pertambangan (IUP), 8 Izin Usaha Pertambangan Khsusu (IUPK), 31 Kontrak Karya (KK) dan 60 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). 

Menurut Laporan "Indonesia Tanah Air Siapa - Kuasa Korporasi di Bumi Pertiwi", yang dirilis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Auriga Nusantara, seperlima dari izin tambang itu dimiliki/dikuasai oleh 10 grup usaha. Dua perusahaan milik BUMN, PT Timah dan PT Antam, menempati urutan teratas. Masing-masing menguasai 487.516 hektare dan 454.885 hektare. 

Pada era reformasi, terjadi “pemberontakan” perizinan oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan izin-izin tambang skala kecil-menengah melalui Kuasa Pertambangan (KP).  Namun, berdasarkan UU Minerba 4/2009 baik KK, PKP2B, maupun KP dilebur menjadi IUP,  meski hingga sekarang proses peleburan tersebut belum sepenuhnya selesai, sehingga masih ada berbagai KK yang masih aktif seperti KK PT Sorikmas Mining di Kabupaten Madina dan KK milik PT Agincourt Resources di Kabupaten Tapsel.


Dalam catatn MODI, tidak ada sama sekali izin usaha pertambangan rakyat yang diterbitkan hingga saat ini. Bahkan, pemerintah belum pernah menetapkan Wilayah Usaha Pertambangan Rakyat (WIPR) sebagai basis untuk menerbitkan izin pertambangan rakyat. 


Padahal, sudah ada PP No. 25 Tahun 2023 yang dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan pengelolaan Wilayah Pertambangan Indonesia, di mana Gubernur memiliki peran besar bekerja sama dengan Bupati/Wali Kota di dalam menetukan wilayah pertamabangan di daerahnya. 

Namun, jika Pemda Madina tetap akan membuat kebijakan tentang penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR),  dibutuhkan kjerja pengkajian dan penelitian tentang kandungan minerba sebagaimana amanat PP 25 Tahun 2023.  Cuma, sukar bagi Pemda Madina untuk melakukan kajian dan penelitian deposit sumber daya mineral di daerahnya, mengingat investor sebesar Sihayo Gold Limited yang mengelola PT Soorikmas Mining membutuhkan 26 tahun untuk bisa mengetahui deposit mineral di Kabupaten Madina.  Tanpa keterlibatan Mining One Pty Ltd, perusahaan konsultan tambang berbasis di Melbourne, Australia. 

Semoga Pemda Madina punya solusi yang tak merugikan rakyatnya.

Lanjut baca »

Jelang Mudik Lebaran 2024, Batu Jomba Diperbaiki Asal-Asalan

item-thumbnail
Sumber foto: Youtube Sarjana Jalanan

Batu Jomba, sepenggal ruas jalan di Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, tetap jadi momok bagi para pemudik Indulfitri 1445 H atau tahuin 2024 ini.  Tanjakan yang tiap bulan memakan korban para sopir itu, kondisinya belum maksimal meskipun telah diperbaiki.

Penulis: Ronald Hutapea |  Editor: Budi Hutasuhut

Beberapa dump truck hilir-mudik menumpahkan  koral ke permukaan tanjakan Batu Jomba yang bergelombang.  Eksavator warna ungu kemudian membagi-bagi kerikil itu untuk menutupi lubang-lubang di permukaan tanjakan.  

Di belakang eskavator,  sebuah Tundem Roller Compactor warna kuning kepayahan merayap di tanjakan Batu Jomba.  Mesinnya menderu. Alat berat itu diturunkan untuk  pemadatan batu-batu koral yang baru diserak. Namun, upaya kompactor  meratakan permukaan tanjakan , tidak membuahkan hasil.  Tanjakan sepanjang sekitar 100 meter itu tetap kriting. 

Selama sepekan terakhir,  menjelang peningkatan arus mudik Lebaran 2024,  tanjakan Batu Jomba diperbaiki. Alat-alat berat yang beroperasi, tidak tampak Grader, Loader, ataupun Asphalt Paver. Tiga jenis kendaraan yang biasa dipergunakan dalam konstruksi jalan ini tidak dipergunakan. Ini menunjukkan perbaikan tanjakan Batu Jomba hanya untuk menutupi lubang-lubang pada permukaan jalan. Tak akan ada pengaspalan hingga terkesan alakadarnya. 

Perbaikan ini tidak diniatkan untuk mempermanenkan kondisi tanjakan Batu Jomba yang lebih baik, atau sama saja dengan melakukan tradisi tahunan menyambut peningkatan arus mudik.  

Saat menghadapi mudik Natal dan tahun Baru 2024 lalu, perbaikan serupa sudah dilakukan. Sinar Tabagsel menyiarkan "Belum 24 Jam Diperbaiki, Jalur Batu Jomba Kembali Rusak". Perbaikan terkesan asal-asalan, sama sekali tak berdampak terhadap kenyaman para pengguna jalan.

Perbaikan yang asal-asalan juga dilakukan menjelang peningkatan arus mudik Lebaran 2024.  Kegiatan yang menjadi tanggung jawab Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumatera Utara, ini terkesan hanya melanjutkan tradisi tahunan. 

Dinas Perhubungan Provinsi Sumut pernah meninjau kondisi jalur Batu Jomba pada Februari 2024 lalu dalam rangka memastikan kesiapan prasarana jalur mudik untuk kelancaran arus mudik dan arus balik Lebaran Idul Fitri 1445 H Tahun 2024 serta kenyamanan masyarakat. Dari hasil survei itu, jalur Batu Jomba dikhawatirkan menjadi titik kemacetan arus lalu lintas mudik Lebaran 2024.  Namun, solusi yang dibuat dengan hanya menutupi lubang-lubang pada permukaan jalan tak akan memberikan kenyamanan kepada para pemudik. 

Menyambut arus mudik Lebaran 2024,  Dishub  Sumut mengatakan, hasil survei menunjukkan adanya 92 titik potensial masalah, termasuk kecelakaan, kemacetan dan kerusakan jalan.  Kondisi tidak baik itu tersebar di wilayah kabupaten/kota, terdiri dari 27 titik rawan kecelakaan, 32 titik rawan macet, 6 titik rawan longsor, 2 titik rawan macet dan banjir, serta 25 titik rawan macet dan kecelakaan.

Penyebab masalah kerawanan itu berupa tujuh titik tidak memiliki fasilitas keselamatan (faskes) berupa rambu jalan, 8 titik kendala hambatan samping, 6 titik jalan longsor, 14 titik jalan longsor dan tidak ada faskes, 32 titik jalan rusak, 20 titik kondisi jalan rusak dan tidak ada faskes, dan 3 titik perlintasan sebidang. 

Dari 92 titik ruas jalan yang potensial masalah itu, jika dirinci, 62 persen berada di ruas jalan kabupaten/kota, 30 persen di ruas jalan provinsi, dan 8 persen di ruas jalan nasional.

Menanggapi kondisi tingginya arus mudik Lebaran 2024 dan adanya kerawanan jalur mudik di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, jajaran Polda Sumut menggelar Lat Pra Operasi Ketupat Toba 2024,  Senin, 1 April 2024.  Kapolres, AKBP Yasir Ahmadi melalui Kasat Lantas Polres Tapsel, AKP  Dahnial Saragih,  mengatakan jajaran Polres Tapsel akan siagakan alat berat di Batu Jomba guna antisipasi jalan rusak dan amblas di kawasan tersebut.

“Bagi para pemudik, harapan kami jangan khawatir, demi pelayanan terbaik, kami siagakan alat berat untuk antisipasi jalan amblas di Batu Jomba,” katanya.

Pada Operasi Ketupat Toba nanti, Polres Tapsel akan mendirikan 2 Pos Pelayanan (Yan) dan 4 Pos Pengamanan (Pam) seperti Pos  Pelayanan Batu Jomba di Kecamatan Sipirok, dan Pos Pelayanan Pal XI di  Kecamatan Angkola Timur.

Selain itu, ada Pos Pengamanan Parsariran di Desa Hapesong Baru, Kecamatan Batang Toru. Lalu, Pos Pengamanan Aek Sijorni di Desa Aek Libung, Kecamatan Sayur Matinggi, Kabupaten Tapsel. Pos Pam Pasar Sipirok di Kelurahan pasar Sipirok, Kecamatan Sipirok. Ada juga Pos Pam Simpang Portibi, Kelurahan Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapsel. 

Cek Kondisi Angkutan Umum

Sementara itu Dinas Perhubungan Sumatra Utara melakukan pengecekan kendaraan angkutan lebaran di seluruh terminal angkutan darat yang tersebar di Sumatera Utara.

“Rampcheck ini kami dilaksanakan mulai tanggal 1 April  sampai 6 April 2024. Kami ingin memastikan kesiapan armada angkutan lebaran agar perjalanan mudik masyarakat Sumut berlangsung lancar, aman dan nyaman,” kata  Kadishub Sumut Dr. Agustinus.

Dalam kegiatan rampcheck ini, Dishub Sumut bekerja sama dengan PT. Jasa Raharja Cabang Sumut,  BPTD Kelas II Sumut, Ditlantas Polda Sumut, Dinas Kesehatan Sumut, dan BNNP Sumut.  

Rampcheck kendaraan dilakukan untuk mengidentifikasi dini potensi penyebab kecelakaan lalu lintas dan memastikan armada angkutan dalam kondisi laik jalan serta layak beroperasi. Pemeriksaan meliputi kelengkapan administrasi, fisik kendaraan, serta kompetensi dan kesehatan awak angkutan. Kendaraan yang lolos Rampcheck kemudian ditempelkan stiker “Laik Jalan”.

"Kami menemukan sembilan orang pengemudi dinyatakan positif terkontaminasi narkoba," katanya. 

Sembilan orang sopir antara lain, dua di terminal di Binjai, dua di Pematang Siantar, dua di Terminal Pinang Baris Medan, dan tiga orang di Kabupaten Karo. 

Mengenai kendaraan layak,  Dr. Agustinus. mengatakan seluruh armada kendaraan layak beroperasi. 


Lanjut baca »

Warga Tapsel Versus TPL, Konflik Dari Tahun ke Tahun

item-thumbnail
Foto udara hamparan tanaman eukaliptus muda di areal izin PT TPL. Foto: Auriga Nusantara.

Konflik antara warga dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kembali memanas di Kabupaten Tapanuli Selatan.  Konflik yang pernah terjadi 2013 lalu, terulang lagi setelah perusahaan produsen bubur kertas (pulp) itu menggarap lahan konsesi di Kecamatan Angkola Timur yang ternyata lahan budidaya warga.


Penulis: Tim Sinar Tabagsel | Editor: Budi Hutasuhut

Eksavator milik PT Toba Pulp Lestari (TPL)  meraung saat merubuhkan tanaman-tanaman budidaya milik warga di sejumlah desa di Kecamatan Angkola Timur.  Ratusan batang pohon karet dan tanaman produksi lainnya tumbang di kebun-kebun yang dikelola warga tanpa ada ganti rugi.  

Aksi para  operator alat-alat berat itu mendapat kecaman dari warga pemilik  lahan.  Mereka memaksa operator menghentikan kegiatan dengan alasan lahan-lahan itu bukan milik PT  TPL.  Namun, operator alat-alat berat bergeming, mengaku menjalankan perintah dari manajemen PT TPL. Perang mulut antara warga dengan pihak PT TPL terjadi. Kondisi ini dikhawatirkan akan menimbulkan konflik yang dapat merugikan banyak pihak. 

Merasa haknya telah direbut, ratusan warga pemilik lahan dari Kecamatan Angkola Timur mengadukan nasib buruk yang menimpa mereka ke Bupati Tapanuli Selatan dan DPRD Tapanuli Selatan sambil membawa salinan sertifikat tanah yang menjadi alas hak mereka. Aksi yang digelar masyarakat didukung kalangan LSM dan ormas, namun,  baik Pemda Tapanuli Selatan maupun DPRD Tapanuli Selatan belum punya solusi terkait persoalan tersebut. 

Kondisi ini membuat warga  yang merasa telah puluhan tahun menguasai lahan dan punya sertifikat merasa tidak didukung oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan. Mereka berharap agar Bupati Tapanuli Selatan Dolly Putra Parlindungan Pasaribu memikirkan nasib rakyat yang telah memilihnya dalam Pilkada 2020 lalu. 

Dari catatan Sinar Tabagsel, warga di Kecamatan Angkola Timur merupakan pendukung utama saat Bupati Dolly Putra Parlindungan Pasaribu mencalonkan diri menjadi Bupati Tapanuli Selatan periode 2019-2024.  Melalui tim sukses dari lingkungan Partai Gerindra Tapsel, yakni anggota DPRD Tapsel dari daerah pemilihan Sipirok dan Angkola Timur,  masyarakat Kecamatan Angkola Timur memberikan suara untuk memilih Bupati Pasaribu. 

"Kami ingin Bupati Tapsel memihak pada masyarakat," kata masyarakat Kecamatan Angkola Timur.

Tahun 2013 lalu, konflik  warga versus PT TPL sudah pernah muncul.  Saat itu Kabupaten Tapanuli Selatan dipimpin Bupati Syahrul Mangapul Pasaribu. Konflik antara warga Kecamatan Angkola Timur versus PT TPL akibat penyerobotan tanah warga oleh perusahan produsen pulp  itu.  Saat itu, tidak ada solusi yang dibuat dan persoalan itu dianggap selesai.

Tahun 2024,  ketika Bupati Dolly P Pasaribu-- anak dari Syahrul Pasaribu--menjadi Bupati Tapsel,  konflik kembali pecah akibat persoalan yang sama. Persoalan konflik tanah diwariskan Bupati  Syahrul M Pasaribu kepada Bupati Dolly P Pasaribu tidak kunjung ada solusinya. 

Hingga di penghujung masa jabatannya pada 2024 ini,  Bupati Dolly Pasaribu tak kunjung menyelesaikan konflik yang merugikan warga tersebut.

Sejumlah warga mensinyalir,  Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan tidak ada niat menyelesaikan konflik bertahun-tahun ini.   Pasalnya,  Pemda Tapsel  acap menjalin kemitraan dengan PT TPL, terutama terkait upaya mengatasi stunting yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan.  

Sebagaimana diberitakan di website resmi Pemda Kabupaten Taposel edisi 2 November 2023, disebutkan PT Toba Pulp Lestari memberi bantuan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk jatah 2 bulan, yang diterima oleh Ketua Tim Penggerak PKK Tapsel, Ny. Rosalina Dolly Pasaribu.

Ketua Tim Penggerak PKK Tapsel, Ny. Rosalina Dolly Pasaribu,  seusai memberikan bantuan makanan tambahan untuk 8 anak, bersama Manager PT. Toba Pulp Lestari, Kepala Dinas PP&KB Tapsel, Satgas Stunting Tapsel, Camat Angkola Timur, Ketua TP. PKK Angkola Timur, dan Forkopimcam Angkola Timur di Aula Kantor Camat Angkola Timur, Selasa,  31  Oktober 2023.

Kemitraan PT TPL dengan Pemda Tapsel berlanjut dalam bentuk CSR, di mana PT TPL berkali-kali memberikan bantuan untuk meningkatkan fasilitas umum dan fasilitas publik yang ada di Kecamatan Angkola Timur.  Bantuan-bantuan dari PT TPL  yang disampaikan melalui Kecamatan Angkola Timur, membuat warga menolak menyampaikan persoalan mereka kepada pemerintah setempat. 

Kedekatan PT TPL  dengan Pemda Tapanuli Selatan  membuat konflik tanah tidak  kunjung diselesaikan sejak 2013.  

Penyebab Konflik

Penyebab konflik  terulang karena PT TPL memfokuskan pengolahan lahan konsesi yang ada di Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel) sejak Januari 2024.  Tahun-tahun sebelumnya,  TPL masih punya persediaan bahan baku pembuatan pulp berupa kebun eukaliptus di sejumlah lahan konsesi di Sumatra Utara. Akhir tahun 2023 lalu, hutan-hutan eukaliptus itu dipanen yang diduga menjadi menyebabkan terjadinya banjir bandang di sejumlah titik di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Samosir. 

Baca: Panen Raya Eukaliptus TPL, Penyebab Banjir Sekitar Danau Toba 

Pasca panen raya itu, PT TPL membuat program mengembangkan kebun eukaliptus di wilayah Tabagsel pada tahun 2024.  Berdasarkan rilis yang diterima Sinar Tabgsel, perusahaan produsen pulp itu mengaku memiliki lahan konsesi seluas 28.340 hektare di Tabagsel. Monang Simatupang, salah seorang direksi PT TPL,  mengatakan lahan konsesi  di Tabagsel dikelola oleh Sektor Tapanuli Selatan Padang Sidimpuan, terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan, dan Kabupaten Padanglawas Utara. 

Tidak dirinci di mana persisnya letak geografis lahan konsesi PT TPL seluas 28.340 hektare. Misalnya, berapa hektare dari 28.340 hektare lahan konsesi itu yang ada di dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dan di mana saja posisi persisnya lahan yang dimiliki PT TPL tersebut di  Kabupaten Tapanuli Selatan.  

Masyarakat  menyebut PT TPL tidak mau transparan  terkait letak geografis  dari 28.340 hektare lahan konsesi yang ada di Tapanuli Selatan, karena PT TPL sesungguhnya tidak punya peta lokasi lahan konsesi itu.  PT TPL mengklaim  lahan yang digarap warga merupakan 28.340 hektare lahan konsesi yang dimilikinya.

PT TPL mengakui keberadaan lahan konsesi 28.340 hektare itu mengacu pada SK Menteri Kehutanan. Pengakuan serupa dipertahankan PT TPL sejak pertama kali konflik terjadi pada 2013. PT TPL mengklaim memiliki lahan 28.340 hektare berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: SK. 704/Menhut-II/2013 tanggal 21 Oktober 2013 tentang Penetapan Batas Areal Kerja PBPH Perseroan.  Lahan yang diberikan pemerintah sebagai konsesi PT TPL berbentuk hutan negara,  meskipun kenyataan di lapangan hutan negara yang dimaksudkan berbentuk perkampungan dan lahan-lahan budidaya milik masyarakat. 

Dari penelusuran Sinar Tabagsel, lahan konsesi PT TPL yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan saat ini terkonsentrasi di Kecamatan Angkola Timur dan   Kecamatan Saipar Dolok Hole.  Di Kecamatan Angkola Timur,  ada kantor PT TPL Sektor Tapanuli Selatan-Padang Sidimpuan.  Jalan selebar delapan meter dibuka menuju kantor  itu, melintasi kawasan hutan eukaliptus, dan di sepanjang jalan menuju ke gerbang utama Kantor PT TPL dipasang iklan pengumuman berbunyi "Selamat Datang di Areal Konsesi PT Toba Pulp Lestari".   

Area konsesi TPL yang dimaksud merupakan areal konsesi yang awalnya diberikan pemerintah Orde Baru kepada PT Indo Rayon Inti Utama,  perusahaan bubur kertas (pulp) yang didirikan oleh konglomerat Sukanton Tanoto.  Saat reformasi, PT Indo Rayon Inti Utama itu telah ditutup Presiden BJ Habibie pada Januari 1999.  Sebab itu, semua lahan yang diberikan pemerintah Ortde Baru kepada PT Indo Raypon Inti Utama juga dihapus. 

Pada 15 November 2000 PT Inti Indorayon Utama berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari.  Perusahaan baru ini  seakan-akan merupakan perusahaan lama,  menjadi pemilik semua lahan konsesinya yang diberikan untuk  bernama PT Indo Rayon Inti Utama. Namun, bagi masyarakat penutupan PT Indo Rayon Inti Utama oleh Presiden BJ Habibie  menjadi momentum untuk mengembalikan hak rakyat yang pernah dirampas pemerintrah Orde Baru. 

Ketika pemerintrah Orde Baru dipimpin Presiden Soeharto, PT Indo Rayon Inti Utama memperoleh konsesi logging yang disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atas ribuan hektare lahan hutan di Provinsi Sumatra Utara.  Pemberian HPH itu dilakukan pada era Menteri Kehutanan Hasrul Harahap. Sejak mendapat HPH, PT Indo Rayon Inti Utama membabat kawasan hutan yang ada di Sumatra Utara, termasuk hutan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Pada tahun 1999,  HPH yang dimiliki Indorayon mencapai 269.000 hektare. Sebarannya di Kabupaten Tapanuli utara (17.943 Ha), Tapanuli Selatan (41.818 Ha), Dairi (31.627 Ha), Simalungun (22.533 Ha), dan Tapanuli Tengah (5.139 Ha). 

Sebanyak 41.818 hekatre hutan negara yang dibabat PT Indo Rayon Inti Utama di Kabupaten Tapanuli Selatan, terkonsentrasi di Kecamatan Sipirok. Pada saat itu, Kabupaten Tapanuli Selatan belum dimekarkan dan Kecamatan Sipirok masih menyatu dengan wilayah Kecamatan Arse, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Aek Bilah, Kecamatan Angkola Timur, dan Kecamatan Sipiongot. 

Dari 41.818 hektare hutan negara di Kabupaten Tapanuli Selatan yang dibabat PT Indo Rayon Inti Utama,  pasca reformasi menjadi lahan konsesi milik PT TPL yang luasnya 28.340 hektare. 

Dari  data yang dikumpulkan Sinar Tabagsel,  areal konsesi PT TPL yang ada di Tabagsel dan dikelola oleh TPL Sektor Tapanuli Selatan-Padang Sidimpuan terdiri dari 13,265 hektare di Kabupaten Tapanuli Selatan, di Kabupaten Padanglawas Utara sebanyak 13,236 hektare, dan Kota Padang Sidimpuan  1,839 hekatre

Di Kabupaten Tapanuli Selatan, areal konsesi sebanyak 13.265 hektare itu terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Sipirok. 

Namun,  pasca reformasi pada 1998,  sebagian besar lahan PT TPL yang sebelumnya bernama PT Ini Indorayon Utara, diambil Menteri Kehutanan untuk pembangunan Markas Komando  dan asrama Bataltyon C Pelopor Satuan Brigadir Mobil, Polda Sumatra Utara. 

Selain itu, dampak keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 37 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tapanuli Selatan,  Menteri Kehutanan berdasarkan SK.244/Menhut-II/2011 melepaskan 271,10 hektare kawasan hutan produksi Sipirok yang merupakan konsesi PT TPL untuk pembangunan pertapakan kantor Bupati Tapsel.  Amant UU itu menyebut, ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan terletak di Kecamatan Sipirok.

Dengan pemekaran wilayah, Pemda Tapsel kemudian memekarkan wilayah Kecamatan Sipirok menjadi Kecamatan Arse, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Aek Bilah, Kecamatan Angkola Timur, dan Kecamatan Sipiongot.  Dengan adanya perubahan administrasi pasca pemekaran kecamatan, maka areal konsesi milik PT TPL seluas 13.236 hektare yang ada di kabupaten Tapanuli Selatan tidak lagi terkonsentrasi di Kecamatan Sipirok, tetapi di Kecamatan ANgkola Timur, Kecamatan Saipar Dolok Hole, dan Kecamatan Aek Bilah. 

Namun, mengacu pafda amanat Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2011 tanggal 16 Pebruari 2011 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pemda Tapanuli Selatan menyusun Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli selatan Nomor 5 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2017 -2037. Di dalam Perda RTRW ini  ditetapkan kawasan-kawasan  hutan di Kabupaten Tapanuli Selatan per wilayah kecamatan dan fungsi dari kawasan hutan tersebut.

Di dalam Perda RTRW tersebut, Pemda Kabupaten Tapsel memiliki kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai resapan air seluas 134.176 hektare, terletak di Kecamatan Angkola Timur, Aek Bilah, Saipar Dolok Hole, Arse, Sipirok, Batang Angkola, Sayurmatinggi, Angkola Barat, Angkola Selatan, dan Tano Tombangan Angkola. Dari luas hutan lindung itu, sebanyak 153,63 hektare yang ada di Kecamatan Tano Tombangan Angkola bisa dikonversi atas persetujuan DPRD Tapsel. Mengacu pada Perda RTRW tersebut, maka hutan lindung yang ada di Kecamatan Angkola Timur tidak bisa dikonversi menjadi areal lain seperti budidaya eukaliptus sebagaimana dilakukan PT TPL. 

Selain hutan lindung, Kabupaten Tapsel memiliki kawasan Suaka Alam seluas 14.897 hektare yang terletak di Kecamatan Sipirok dan berstatus sebagai Cagar Alam Dolok Sipirok dan Cagar Alam Dolok Sibualbuali. Namun, sebanyak 53,96 hekatre dari lahan itu yang ada di Kecamatan Sipirok bisa berubah status namun atas sepersetujuan DPRD Tapsel.

Sedangkan hutan produksi terbatas di Kabupaten Tapsel seluas 83.626 hektare, terletak di Kecamatan Ake Bilah, Saipar Dolok Hole, Batang Angkola, Angkola Selatan, Sayurmatinggi,  Angkola Barat,  Angkola Sangkunur, Muara Batangtoru, dan Tano Tombangan Angkola. Artinya, berdasarkan Perda RTRW Kabupaten Tapanuli Selatan, di wilayah Kecamatan Angkola Timur yang sedang konflik dengan PT TPL, tidak ada hutan produksi.   

Dari PKR sampai Tanah Konsesi

Tidak jelasnya di mana posisi geografis lahan konsesi PT TPL seluas 28.340 hekatre di Kabupaten Tapanuli Selatan, membuat perusahaan asal-asalan menunjuk lahan yang ada.  Pasalnya, PT TPL membutuhkan bahan baku membuat bubur kertas dari tanaman budidaya eukaliptus. 

APL Cagar Alam Dolok Sipirok di Aek Latong ditanami PT TPL dengan eukaliptus dengan pola Perkebunan Kayu Rakyat.

Tingginya kebutuhan bahan baku untuk produksi pulp itu, membuat PT TPL sering menanam eukaliptus di kawasan hutan lindung, atau di yang sebenarnya berfungsi sebagai Areal Penggunaan Lain (APL)  dengan memanfaatkan pola Perkebunan Kayu Rakyat (PKR). Hal ini dilakukan PT TPL  di areal APL Cagar Alam Dolok Sipirok dan APL Cagar Alam Dolok Sibualbuali, padahalk kawasan APL tersebut berfungsi sebagai kawasan sumber pangan dari hewan sangat dilindungi Orangutan Tapanuli. 

Meskipun begitu, PT TPL selalu ngotot memiliki lahan konsesi seluas 28.340 hekatre di Tabagsel.  Namun, bila mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2011 tanggal 16 Pebruari 2011 tentang Penqukuhan Kawasan Hutan, pembuktian hak-hak pihak ketiga berupa hak atas tanah ditunjukkan dengan adanya bukti yang diperoleh sebelum penunjukan kawasan dan perubahannya berupa:  hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan. 

Masyarakat di Kecamatan Angkola Timur memiliki sertifikat atas tanah mereka yang diklaim PT TPL sebagai lahan konsesinya.  Surat sertifikat tanah yang dimiliki masyarakat dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) . 

Humas PT TPL, Bahara Sibuea,  mengatakan lahan yang disertifikatkan BPN Tapsel atas permohonan masyarakat adalah lahan yang berada di kawasan hutan negara yang menjadi lahan konsesi TPL.   

“Kami sangat menyayangankan terbitnya sertifikat tanah di lahan konsesi ini," kata Bahara Sibuea seperti diberitakan Berita Toba, Selasa,  19 Maret 2024.

Lahan hutan negara yang dimasudkan Bahara Sibuea itu merupakan lahan yang sudah diolah oleh masyarakat sejak lama.  Berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan BPN Tapanuli Selatan,  lahan yang diklaim PT TPL sebagai konsesinya di wilayah  Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, merupakan lahan milik warga. Lahan-lahan itulah yang ditanami warga dengan tanaman keras seperti karet, kakao, kopi, dan lain sebagainya.


Lanjut baca »

Bank Pelat Merah Danai Perusahan Pelaku Perusakan Hutan

item-thumbnail

Bank-bank pelat merah yang merupakan BUMN (badan usaha milik negara) seperti BRI, BNI 46, Bank Mandiri, serta bank swasta raksasa, BCA, turut andil dalam perusakan (deforestrasi) hutan di Indoinesia. 

Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady K. Harahap

Bank-bank asal Indonesia termasuk bank terbesar di Asia Tenggara. Bank-bank ini ternyata menyediakan pembiayaan sekitar 30,5 miliar dolar AS (40 persen) dari total kredit bagi perusahaan kelapa sawit, pulp dan kertas, karet, serta kayu yang beroperasi di Indonesia. 

Dalam aporan Banking on Biodiversity Collapse (BOBC)  yang disusun Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia bersama Koalisi Forests & Finance, mengungkapkan Bank Mandiri, BRI, BNI 46, dan BCA  berperan mendorong deforestrasi, hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan pelanggaran hak asasi manusia di kawasan hutan tropis di Indonesia. 

"Bank-bank ini seharusnya menjalankan komitmen Nol Deforestasi, Nol Pembangunan di Lahan Gambut, dan Nol Eksploitasi (NDPE) pada tingkat grup perusahaan yang berisiko buruk untuk hutan, dan meminta perusahaan mematuhi komitmen tersebut sebagai syarat pembiayaan," kata Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Linda Rosalina.

Belum ada satupun  dari lima bank terbesar di Indonesia itu yang mengadopsi  komitmen lingkungan sesuai NDPE ini. Sementara bank-bank yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Jepang mulai mengadopsi kebijakan yang sejalan dengan NDPE.

"Banking on Biodiversity Chaos melaporkan sekitar US$ 30,5 miliar mengalir untuk mendanai komoditas berisiko terhadap hutan dan mendorong deforestasi besar-besaran," kata Linda Rosalina.

Sektor keuangan Indonesia belum membahas risiko terkait perusahaan bayangan yang berada di bawah kendali yang sama dengan grup-grup perusahaan produsen terbesar di Indonesia. 

Linda Rosalina menilai, kondisi ini diperparah melemahnya Taksonomi Hijau OJK sebagai regulator. Sejak  2024,  OJK menggunakan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI), sehingga melemahkan pedoman lingkungan hidup di beberapa sektor termasuk energi dan pertambangan. Perubahan ini memberikan sinyal yang membingungkan bagi pelaku pasar keuangan mengenai di mana mereka harus mengalokasikan modalnya. 

Perusahaan-perusahaan penerima pembiayaan dari bank pelat merah di Indonesia di antaranya Grup Sinar Mas (GSM), pengendali Asia Pulp & Paper dan Golden Agri Resources. Grup usaha yang didirikan konglomenrat Eka Tjipta Widjaya ini teridentifikasi menerima 38 persen dari kredit yang dikucurkan untuk sektor ini. 

Sedangkan Grup Royal Golden Eagle (RGE) menerima 5,8 miliar dolar AS. Pembiayaan kepada RGE sebagian besar ditujukan pada pulp & paper, dan sebagian kecil ditujukan pada minyak sawit. 

Environmental Paper Network (EPN) pada 23 Mei 2023, mengeluarkan laporan berjudul "Deforestation in the RGE Group’s supply chain and RGE’s hidden links to a new mega-scale pulp mill in North Kalimantan, Indonesia",  yang menyebut  deforestasi dalam rantai pasokan Grup RGE berhubungan dengan pabrik pulp skala besar baru di Kalimantan Utara.

Grup RGE sebagai salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar di dunia, masih mengalami deforestasi dalam rantai pasokan pulpnya. RGE juga terhubung dengan pabrik pulp skala besar baru yang sedang dibangun di timur laut Kalimantan, Indonesia yang diperkirakan akan mengancam beberapa hutan hujan tropis terbesar di dunia. 

Berdasarkan pendokumentasian Pusaka Bentala terdapat 20 grup perusahaan kelapa sawit yang menguasai lahan perkebunan skala luas di Papua. Salah satunya adalah Korindo Group atau Tunas Sawa Erma Group (berubah nama sejak 2021) yang menguasai lahan 148.652 ha melalui tujuh perusahaan. 

Direktur Pusaka, Franky Samperante, menilai investasi yang masuk di Papua telah menyebabkan meluasnya alih fungsi kawasan hutan adat menjadi areal usaha komoditi komersial dan beralihnya kontrol penguasaan dan pemilikan tanah dan hutan kepada segelintir pemodal, yang menyingkirkan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat.

“Brutalnya akumulasi kapital dalam sektor perkebunan kelapa sawit telah berkontribusi dalam peningkatan laju deforestasi dan bencana ekologi, cuaca ekstrem, kekeringan dan kebakaran lahan, gizi buruk dan kelaparan, serta kekerasan fisik dan mental," ujarnya.

Lembaga-lembaga ini pun menuntut lembaga keuangan seperti perbankan dan regulator keuangan seperti OJK untuk segera mengambil langkah-langkah dalam menyelaraskan aliran keuangan mereka agar sejalan dengan tujuan kebijakan publik internasional. Sektor keuangan harus mengadopsi setidaknya 5 prinsip dasar, yang mencakup menghentikan dan memulihkan hilangnya keanekaragaman hayati, menghormati dan memprioritaskan hak-hak Masyarakat Adat dan lokal, mendorong transisi energi yang berkeadilan, memastikan integritas ekosistem LST, dan menyelaraskan tujuan kelembagaan lintas sektor, isu, dan instrumen.


Lanjut baca »
Postingan Lama
Beranda