.

Bank Pelat Merah Danai Perusahan Pelaku Perusakan Hutan

Bank-bank pelat merah yang merupakan BUMN (badan usaha milik negara) seperti BRI, BNI 46, Bank Mandiri, serta bank swasta raksasa, BCA, turut andil dalam perusakan (deforestrasi) hutan di Indoinesia. 

Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady K. Harahap

Bank-bank asal Indonesia termasuk bank terbesar di Asia Tenggara. Bank-bank ini ternyata menyediakan pembiayaan sekitar 30,5 miliar dolar AS (40 persen) dari total kredit bagi perusahaan kelapa sawit, pulp dan kertas, karet, serta kayu yang beroperasi di Indonesia. 

Dalam aporan Banking on Biodiversity Collapse (BOBC)  yang disusun Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia bersama Koalisi Forests & Finance, mengungkapkan Bank Mandiri, BRI, BNI 46, dan BCA  berperan mendorong deforestrasi, hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan pelanggaran hak asasi manusia di kawasan hutan tropis di Indonesia. 

"Bank-bank ini seharusnya menjalankan komitmen Nol Deforestasi, Nol Pembangunan di Lahan Gambut, dan Nol Eksploitasi (NDPE) pada tingkat grup perusahaan yang berisiko buruk untuk hutan, dan meminta perusahaan mematuhi komitmen tersebut sebagai syarat pembiayaan," kata Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Linda Rosalina.

Belum ada satupun  dari lima bank terbesar di Indonesia itu yang mengadopsi  komitmen lingkungan sesuai NDPE ini. Sementara bank-bank yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Jepang mulai mengadopsi kebijakan yang sejalan dengan NDPE.

"Banking on Biodiversity Chaos melaporkan sekitar US$ 30,5 miliar mengalir untuk mendanai komoditas berisiko terhadap hutan dan mendorong deforestasi besar-besaran," kata Linda Rosalina.

Sektor keuangan Indonesia belum membahas risiko terkait perusahaan bayangan yang berada di bawah kendali yang sama dengan grup-grup perusahaan produsen terbesar di Indonesia. 

Linda Rosalina menilai, kondisi ini diperparah melemahnya Taksonomi Hijau OJK sebagai regulator. Sejak  2024,  OJK menggunakan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI), sehingga melemahkan pedoman lingkungan hidup di beberapa sektor termasuk energi dan pertambangan. Perubahan ini memberikan sinyal yang membingungkan bagi pelaku pasar keuangan mengenai di mana mereka harus mengalokasikan modalnya. 

Perusahaan-perusahaan penerima pembiayaan dari bank pelat merah di Indonesia di antaranya Grup Sinar Mas (GSM), pengendali Asia Pulp & Paper dan Golden Agri Resources. Grup usaha yang didirikan konglomenrat Eka Tjipta Widjaya ini teridentifikasi menerima 38 persen dari kredit yang dikucurkan untuk sektor ini. 

Sedangkan Grup Royal Golden Eagle (RGE) menerima 5,8 miliar dolar AS. Pembiayaan kepada RGE sebagian besar ditujukan pada pulp & paper, dan sebagian kecil ditujukan pada minyak sawit. 

Environmental Paper Network (EPN) pada 23 Mei 2023, mengeluarkan laporan berjudul "Deforestation in the RGE Group’s supply chain and RGE’s hidden links to a new mega-scale pulp mill in North Kalimantan, Indonesia",  yang menyebut  deforestasi dalam rantai pasokan Grup RGE berhubungan dengan pabrik pulp skala besar baru di Kalimantan Utara.

Grup RGE sebagai salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar di dunia, masih mengalami deforestasi dalam rantai pasokan pulpnya. RGE juga terhubung dengan pabrik pulp skala besar baru yang sedang dibangun di timur laut Kalimantan, Indonesia yang diperkirakan akan mengancam beberapa hutan hujan tropis terbesar di dunia. 

Berdasarkan pendokumentasian Pusaka Bentala terdapat 20 grup perusahaan kelapa sawit yang menguasai lahan perkebunan skala luas di Papua. Salah satunya adalah Korindo Group atau Tunas Sawa Erma Group (berubah nama sejak 2021) yang menguasai lahan 148.652 ha melalui tujuh perusahaan. 

Direktur Pusaka, Franky Samperante, menilai investasi yang masuk di Papua telah menyebabkan meluasnya alih fungsi kawasan hutan adat menjadi areal usaha komoditi komersial dan beralihnya kontrol penguasaan dan pemilikan tanah dan hutan kepada segelintir pemodal, yang menyingkirkan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat.

“Brutalnya akumulasi kapital dalam sektor perkebunan kelapa sawit telah berkontribusi dalam peningkatan laju deforestasi dan bencana ekologi, cuaca ekstrem, kekeringan dan kebakaran lahan, gizi buruk dan kelaparan, serta kekerasan fisik dan mental," ujarnya.

Lembaga-lembaga ini pun menuntut lembaga keuangan seperti perbankan dan regulator keuangan seperti OJK untuk segera mengambil langkah-langkah dalam menyelaraskan aliran keuangan mereka agar sejalan dengan tujuan kebijakan publik internasional. Sektor keuangan harus mengadopsi setidaknya 5 prinsip dasar, yang mencakup menghentikan dan memulihkan hilangnya keanekaragaman hayati, menghormati dan memprioritaskan hak-hak Masyarakat Adat dan lokal, mendorong transisi energi yang berkeadilan, memastikan integritas ekosistem LST, dan menyelaraskan tujuan kelembagaan lintas sektor, isu, dan instrumen.


Tidak ada komentar

Beranda