.

Protes PT TPL, Warga Mengubur Diri di Lahannya

Warga Dusun Silinggom-Linggom, Desa Sanggahpati, mengubur diri di lahan pertanian yang diserobot PT Toba Pulp Lestari.

Situasi di Dusun Silinggpom-Linggom, Desa Sanggahpati, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, makin mencekam, Kamis, 18 April 2024,  menyusul aksi sejumlah warga mengubur diri di lahan yang akan ditanami PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan bibit eucalyptus.  

Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady K Harahap

Sebulan terakhir, warga Dusun Silinggom-Linggom, Desa Sanggahpati, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, tidak bisa tidur dengan nyaman. Hidup mereka sedang terancam, karena sumber matapencaharian mereka dirampas PT Toba Pulp Lestari (TPL). 

Rabu malam lalu, 17 April 2024,  sejumlah warga berkumpul di Dusun Silinggpom-Linggom, Desa Sanggahpati, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, untuk membicarakan hasil pertemuan dengan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang difasilitasi jajaran Polres Tapanuli Selatan.  Di dalam pertemuan itu,  warga didampingi sejumlah organisasi masyarakat sipil (OMS), bertemu dengan pihak manajemen PT TPL.

"TPL bersikeras tetap menanami lahan di  Silinggom Linggom dengan bibit eucalyptus," kata Riski Abadi Rambe, aktivis yang juga Ketua Naposo Nauli Bulung (NNB) Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Kamis, 18 Aporil 2024.  "Kami menginginkan PT TPL memperhatikan kerugian yang dialami masyarakat akibat perusakan lahan pertanian mereka."

Jumlah lahan milik masyarakat yang dirusak PT TPL mencapai 300 hektare. Lahan-lahan budidaya itu merupakan sumber mata pencaharian masyarakat. Dikhawatirkan, perusakan lahan yang dilakukan menggunakan eksavator milik mitra kerja PT TPL itu membuat masyarakat tidak bisa menghidupi dirinya. 

"Dampak ekonomi ini harus dipikirkan. PT TPL harus mengganti rugi kerusakan yang dialami warga," katanya.

Namun, pihak manajemen PT TPL  bergeming dengan keputusan mereka untuk menanam bibit eucalyptus di lahan-lahan yang sudah diratakan tanpa memikirkan ganti rugi atas tanaman budidaya milik warga yang telah dirusak. Perusahaan produsen bubur kertas itu mengklaim,  lahan mereka yang ada di wilayah Dusun Silinggom-Linggom sebagai kawasan hutan negara yang merupakan areal konsesi perusahaan yang diberikan pemerintah. Lahan-lahan itu merupakan bagian dari 28.340 hektare areal di kawasan Tapanuli bagian Selatan berdasarkan peta areal konsesi yang dimiliki. 

"Lokasi konsesi PT TPL berada di dalam areal PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) berdasarkan Keputusan Kementerian Kehutanan dan Lingklungan Hidup No.SK.1487/Menlhk/Setjen/HPL.0/2021," kata Indra Sianir dari PT TPL menjawab pesan WhatApp dari Sinar Tabagsel.

Sejumlah warga  Silinggom-Linggom mengatakan,  pihak PT TPL tidak transparan perihal letak areal konsesi mereka sesuai peta, dan mengklaim sembarang lahan masyarakat sebagai lahan konsesi perusahaan. Padahal, lahan-lahan yang diklaim itu bukan kawasan hutan negara melainkan areal perkebunan rakyat yang ditanamai tanaman budidaya seperti karet dan kelapa sawit. 

"Kami memiliki surat sah atas tanah yang jadiu lahan budidaya kami," kata salah seorang warga sembari menunjukkan surat berupa Berita Acara Penyerahan Sebidang Tanah seluas 80 x 130 meter tertanggal 2 November 1989. Waktu itu, Desa Silinggom-Linggom masih bagian dari Kecamatan Padangsidimpuan Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan. 

Selain memiliki surat sah dengan leges materai senilai Rp1000 yang ditanda tangani Camat Kecamatan Padangsidimpuan Timur yang waktu itu merangkap sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, sejumlah warga  Silinggom-Linggom mengaku memiliki surat sah atas kepemilikan tanah dan mereka telah membayar pajak setiap tahun. 

Sebab itu, warga Silinggom-Linggom mendesak agar PT TPL menghentikan perusakan lahan budidaya milik warga. Selain itu, PT TPL juga harus melakukan ganti rugi atas perusakan lahan berupa tanaman budidaya milik warga. 

"Kami menghidupi keluarga dari hasil lahan itu," kata Yusuf, salah seorang warga. 

Sebelumnya, warga Silinggom Linggom sudah menghalang-halangi dan mengusir petugas PT TPL yang melakukan aktivitas alat berat di desa mereka.  Para petugas PT TPL itu dilarang beraktivitas, sehingga puluhan alat berat milik PT TPL dan perusahaan vendornya tidak bergerak di lahan-lahan warga. 

Warga sudah membulatkan tekad untuk menghadang alat berat milik PT TPL agar tidak beroperasi lagi di area tersebut. Aksi pengusiran itu turut dihadiri sejumlah elemen yang tergabung dalam Aliansi Tabagsel Bersatu.

Tidak ada komentar

Beranda