.

Panen Raya Eukaliptus TPL, Penyebab Banjir Sekitar Danau Toba

Akibat banjir di Humbang Hasundutan.

Jurnalis: Budi  Hutasuhut | Editor: Hady K. Harahap

Banjir bandang dan tanah longsor menghantam masyarakat di sekitar Danau Toba. Korban jiwa dan kehilangan sumber kehidupan dampak yang akan berpengaruh lama bagi masyarakat. Bencana ini terjadi pasca panen raya eukaliptus oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Tiga bencana besar tercatat di rentang November hingga Desember 2023 di kawasan sebelah selatan Danau Toba seperti banjir bandang di Bakkara hingga Simangulampe, Kabupaten Humbang Hasundutan, pada awal Desember, banjir bandang di Sihotang (Kabupaten Samosir) pada pertengahan November, dan longsor di Desa Siabal Abal III (Tapanuli Utara) pada awal Desember.

Di Kenegerian Sihotang, hujan selama dua jam membuat Sungai Binanga Godang dan Binanga Sitio-Tio meluap. Desa Sihotang, Desa Simarsoit Toba, Desa Hariarapohan, Desa Parmahanan, dan Desa Dolok Raja, kebanjiran. Satu warga meninggal dan sekitar 80 persen lahan pertanian hancur.

Di lembah Bakkara mengalami hal serupa. Pemukiman dan persawahan di Desa Marbun Tonga Dolok (Martodo), Marbun Toruan, Siunong-Unong Julu (Sinju), dan Simamora terkena limpasan air dan lumpur. Lahan budidaya itu hancur, membuat masyarakat akan kehilangan sumber mata pencahariannya.

Sementara di Desa Simangulampe (Humbahas) dan Desa Siparendean, Sipahutar, Tapanuli Utara mengalami banjir bandang terparah dengan korban jiwa dua orang dan 10 orang belum ditemukan. 

Deforestrasi

Bencana alam tak bisa ditolak, tetapi bisa dihindarkan. Slah satu cara menghindari bencana banjir bandang dan tanah longsor dengan menjaga kelestarian hutan. Namun, itulah yang tak terjadi di beberapa kabupaten di sekitar Danau Toba. Kawasan hutan di kabupaten-kabupaten itu mengalami deforestrasi yang parah akibat kehadiran investor seperti PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Perusahaan produsen bubur kertas ini, mengubah kawasan hutan dan mengganti tananam alamiah dengan ekaliptus. Tahun 2023, berdasarkan data di PT TPL, perusahaan yang dituduh punya andil dalam merusak lingkungan ini, melakukan panen raya ekaliptus di wilayah Kabupaten Humabng Hasundutan. Hutan ekaliptus hasil budidaya ditebangi, truk-truk pengangkut kayu hilir mudik ke lokasi penebangan, melintas di jalan lintas Doloksanggul--Sidikalang.  

Panen raya ekaliptus PT TPL sejak September 2023, terjadi bersamaan dengan tingginya curah hujan selama tiga bulan terakhir, yang membuat hutan tidak berfungsi sebagai peresapan air. Air hujan kemudian mengelupak tanah, mengalir ke daerah aliran sungai yang menyebabkan naiknya debit air di sejumlah sungai. Kondisi ini terjadi pada Binanga Sitio-tio dan Binanga Godang, dua sungai yang bermuara di Kenegerian Sihotang.

“Di hulu Tombak Sihotang, yang merupakan DAS kedua sungai tersebut, terlihat melalui tangkapan kamera drone, terjadi penebangan pohon secara masif di wilayah Hutagalung, yang merupakan areal konsesi Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Tele. Dari pengukuran jarak dengan menggunakan aplikasi Avenza maps, lokasi banjir bandang hanya berjarak sekitar 3.5 km dari batas konsesi perusahaan tersebut,” kata Ketua Aliansi Tutup Toba Pulp Lestari (TPL), Anggiat Sinaga, dalam rilis yang dikirim ke berbagai media.

Aktivitas seriupa juga terjadi di lembah Bakkara. Sungai Aek Silang, yang meluap, berlokasi di  proyek Food Estate yang mengalir ke Desa Ria-ria. Pada kawasan itu terdapat pembangunan masif dan merupakan lokasi pembangunan PLTA. Hulu SUngai Aek Silang di wilayah Hutagalung, wilayah konsesi budidaya ekaliptus PT TPL.

“Kerusakan hutan yang terjadi di DAS Aek Silang sejak kehadiran perusahaan tersebut tidak bisa dipungkiri, di mana hutan-hutan alam yang tadinya menjadi hulu Aek Silang tepatnya di Kecamatan Pollung saat ini hampir seluruhnya berubah menjadi tanaman monokultur eukaliptus yang mewajibkan deforestasi di setiap panen raya,” jelasnya.

Simangulampe juga korban dari aktivitas yang serupa. Aek Sibuni-buni yang meluap berhulu di Dolok Sibuni-buni. Penelusuran menggunakan drone menunjukkan aktivitas penebangan di kawasan hulu. Bahkan terlihat hamparan tanaman monokultur eukaliptus seluas sekitar 15,6 hektar yang baru dipanen, dan log-log kayu eukaliptus yang tidak diangkut. 

Di beberapa titik banjir bandang di Simangulampe juga ditemukan banyak potongan kayu eukaliptus yang hanyut terbawa air dan lumpur. Belum lagi melihat bahwa dalam tahap pemanenan, juga dilakukan pembukaan jalan yang merusak anak-anak sungai. Beberapa anak sungai yang ada di sekitar areal eukaliptus tersebut tertutup oleh log-log kayu eukaliptus.

Bona Purba dari Kelompok Studi dan Pengembangan Masyarakat (KSPPM), mengungkapkan banjir bandang dan longsor yang terjadi di Sihotang, Bakkara, Simangulampe, dan Sipahutar menjadi alarm bagi kita bahwa Ekosistem di Tano Batak dalam kondisi memprihatinkan atau kritis.

"Deforestasi yang terjadi secara masif dalam 30 tahun terakhir menghancurkan hutan-hutan tropis kita, dengan alasan pembangunan," katanya.

Tanah longsor di Samosir

Deforestasi adalah penyebab utama terjadinya rentetan bencana ekologis, apalagi jika ia menjadi aktivitas wajib dan berulang dilakukan demi kepentingan bisnis dan pembangunan. Bukan sekadar hujan yang menyebabkan luapan banjir dan longsor, melainkan melemahnya kemampuan hutan menahan air di hulu. Khususnya di kawasan Danau Toba, tidak berlebihan menyatakan bahwa seluruh bencana yang terjadi disebabkan oleh deforestasi yang menghancurkan tutupan hutan dan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba.

Lahan PT TPL

Lahan-lahan yang mengalami deforestrasi itu merupakan areal konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL).  Wilayah konsesi TPL di bukit-bukit yang merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir ke Danau Toba, mengalami pengikisan pasca panen raya akibat tingginya curah hujan. 

Hulu sungai-sungai yang meluap dan menimbulkan bencana banjir merupakan areal konsesi PT TPL. Di hulu Aek Silang, misalnya, berdasarkan data PT TPL yang didapat Sinar Tabagsel dari website resminya, kawasan hutan merupakan hutan ekaliptus areal budidaya perusahaan. Awalnya, kawasan yang menjadi hulu sungai dan sepanjang daerah aliran sungai merupakan hutan alam, namun kemudian menjadi tanaman monokultur eukaliptus yang mewajibkan deforestasi di setiap panen raya.

Simangulampe juga korban dari aktivitas yang serupa. Aek Sibuni-buni yang meluap berhulu di Dolok Sibuni-buni. Melalui penelusuran menggunakan drone, kondisi hulu memang sudah sangat meprihatinkan dengan adanya kegiatan penebangan hutan.

Terlihat hamparan tanaman monokultur eukaliptus seluas sekitar 15,6 hektar yang baru dipanen, dan log-log kayu eukaliptus yang tidak diangkut. Di beberapa titik banjir bandang di Simangulampe juga ditemukan banyak potongan kayu eukaliptus yang hanyut terbawa air dan lumpur. Belum lagi melihat bahwa dalam tahap pemanenan, juga dilakukan pembukaan jalan yang merusak anak-anak sungai. Beberapa anak sungai yang ada di sekitar areal eukaliptus tersebut tertutup oleh log-log kayu eukaliptus.

Direktur TPL, Jandres Silalahi, dalam rilis yang diasiarkan website resmi PT TPL mengungkapkan turut prihatin dan merasakan apa yang sedang dialami oleh masyarakat. Dia menjelaskan, dari hasil data yang dikumpulkan tim TPL di lapangan, banjir bandang Samosir disebabkan oleh sejumlah aspek, yakni curah hujan yang tinggi selama 12 jam, kondisi tutupan lahan Daerah Tangkapan Air (DTA) banjir sebagian besar (75%) berupa non hutan sehingga kemampuan tanah untuk meresap air (intersepsi) sangat rendah.

Selanjutnya kondisi kelerengan lahan ± 73% curam dan sangat curam, serta banyaknya material lumpur dan bebatuan di dasar sungai, yang menyebabkan tersumbatnya sungai Sitio-tio.

“Dipastikan tidak ada pengaruh atau keterkaitan operasional TPL dengan penyebab banjir ini, karena aliran air DTA banjir Siparmahan Sihotang adalah ke timur dan dialirkan secara langsung ke Danau Toba sedangkan DTA TPL adalah ke arah barat daya (Aek Silang) dan barat laut (Lau Renun) ini berarti arah aliran konsesi TPL Tele dan DTA banjir bertolak-belakang dan diperkuat dengan tidak adanya kayu jenis eucalyptus dalam material banjir”, kata Jandres.


Tidak ada komentar

Beranda