.

Cerpen : Tragedi Kucing Kampung

 


Oleh : Bang Harlen

Tidak ada yang spesial darinya.Ia hanya seekor kucing kampung yang kumuh dengan bekas luka yang menempel di beberapa bagian tubuhnya. Hidupnya menggelandang seorang diri. Mencari makan dari satu tong sampah ke tong sampah lain. Akan tetapi, kucing berwajah sangar itu kini jadi buronan pihak kepolisian.Ia telah dilaporkan oleh sejumlah warga yang merasa terganggu karena ulahnya yang meresahkan.

Beberapa kasus sedang menjerat kucing itu.Iadiklaim telah mengotori kerapihan dan keindahan kota dengan mengacak-acak tong sampah yang diletakkan di beberapa titik, seperti di sudut jalanan dan di depan rumah-rumah warga. Hal ini bukan hanya menambah pekerjaan bagi petugas kebersihan yang setiap pagi datang untuk mengangkut sampah-sampah yang menumpuk, tapi tak ayal juga menimbulkan aroma busuk yang amat menusuk.Selain itu, kucing kampung itu juga dituding selalu menjerit keras di malam hari dan berlari-lari diatas loteng rumah.Suara jeritan dan derap langkah kucing kampung itu dianggap telah mengusik kenyamanan dan waktu istirahat orang-orang. Belum lagi ia juga kerap menyerang kucing-kucing rumahan yang dipelihara oleh sebagian warga di kota itu.

Mengapa tuduhan-tuduhandemikian keji secara sepihak langsung dialamatkan kepada kucing kampung itu, padahal belum terdapat bukti-buktikonkret yang dapat dijadikan dasar untuk menegakkan diagnosa atas kekacauan yang terjadi ? Jawabannya adalah dikota yang dikenal modern itu rupanya kucing kampung hanya menyisakan dirinya seekor saja. Teman-teman kucingnya yang lain memilih untuk dirawat dan menggantungkan masa depan mereka kepada seorang majikan. Tinggal nyaman di sebuah rumah, diberi perawatan yang baik, dan tentu saja memperoleh asupan makanan yang bukan cuma lezat, tapi juga sarat kandungan gizi. Dengan kata lain, tidak mungkin kucing-kucing rumahan yang anggun bersedia mengorek-ngorek sampah dan membuat keributan di atas loteng rumah. Mereka berangganggapan hanya kucing kampung saja yang punya perangai demikian

Sontak saja satu-satunya kucing kampung yang memutuskan untuk hidup mandiri dan menggelandang itu selalu menerima hujatan dan cemoohan dari teman-temannya sesame kucing.Ia dicap sok idealis dan tidak realistis dalam memandang kehidupan yang singkat ini. Kucing mana coba yang tidak ingin diperlakukan layaknya Raja dan Ratu ? Bukankah di dunia ini kemewahan serta kenyamanan hidup adalah puncak hirarki yang mesti digapai bagaimanapun caranya ? Sungguh betapa naïf dan bodohnya kau sebagai seekor kucing ! Hanya kucing tolol yang memilih hidup dengan mengorek-ngorek kubangan kotoran ketimbang hidup bergelimang kenikmatan !Begitulah cercaan yang tiada hentidilontarkan kepada kucing kampung tersebut.Untungnya, telinga serta batinnya sudah resisten menghadapinya.

Sebetulnya tidak semua warga yang merasa dirugikan oleh ulah kucing kampung itu. Lebih tepatnya sebagian orang-orang justru tidak pernah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kucing kampung itu mengaduk-aduk tong sampah seperti yang dikatakan orang-orang dan yang disiarkan di media-media. Demikian pula dengan tidur mereka yang masih pulas setiap malam karena sama sekali tidak mendengar keributan dari arah loteng rumah.Meski begitu, mereka tidak dapat berbuat banyak.Sebagian warga itu hanya mampu berdiam diri saja. Pasalnya, di kotayang dikenal modern itu perbedaan pendapat bisa berbuntung panjang dan berakhir dengan sangat mengerikan. Apalagi pemberitaan di media-media terus –menerus menggiring opini publik yang seolahmenyudutkan posisi si kucing kampung. Mereka tak punya pilihan lain, demi  keamanan dan ketentraman hidup, mereka putuskan untuk menutup mulut.

Sudah berhari-hari pihak kepolisian melakukan pencarian terhadap kucing kampung itu.Namun, tak kunjung juga menuai hasil yang diharapkan.Kucing kampung itu masih bebas berkeliaran, malah beberapa warga kembali melaporkan bahwa kucing kampung itu telah menyusup ke dapur dan mencuri beberapa potong ikan yang mereka simpan di dalam tudung. Makin kencanglah pasal yang melilit kucing kampung tersebut..

Untuk mempermudah dan mempercepat proses pencarian, maka pihak kepolisian akhirnya meminta bantuan seorang detektif swasta untuk melacak keberadaan dan lokasi persembunyian kucing kampung itu. Sungguh amat disayangkan, belum seminggu detektif itu menjalani tugas penyelidikannya, ia tiba-tiba saja menghilang tanpa kabar. Seketika itu pula berbagai spekulasi pun mencuat.Ada yang menduga bahwa detektif itu telah melarikan diri ke luar negeri, sebagian beranggapan bahwa detektif itu telah bekerjasama dengan kucing kampung itu dan menipu pihak kepolisian. Serta yang tidak kalah mengejutkannya adalah tidak sedikit pula yang meyakini bahwa detektif itu telah tewasditerkam oleh kucing kampung tersebut. Opini sebagaian dari mereka itu dilandasi oleh kehidupan kucing kampung yang memang susahuntuk dijinakkan. Apalagi meskipun terlihat kecil dan lemah, penelitian telah mengungkap bahwa kucing mempunyai 95,6 % gen yang sama dengan harimau. Jadi, bisa saja sewaktu-waktu bila dihadapkan pada situasi yang sempit insting hewan liar liarnya akanbangkit kemudian menyerang dan membunuh si detektif.

Berita menghilangnya si detektif kian menyudutkan keberadaan si kucing kampung seiring dengan pemberitaan di media-media yang cenderung menyiarkan bahwa si detektif telah dimangsa oleh kucing kampung tersebut.Kini bukan hanya polisi yang semakin bernafsu untuk menangkapnya, melainkan kecemasan dan kekhawatiran seketika menguasai pikiran para warga. Mereka takut jika besok atau lusa giliran mereka yang akan menjadi santapan si kucing kampung.

Karena situasi kota yang mulai tidak aman dan terkendali ditambah warga yang semakin panik, pemerintah kemudian melayangkan surat edaran agar dalam beberapa hari ke depan untuk sementara waktu seluruh warga berdiam diri dan melaksanakan rutinitas pekerjaan di rumah dulu. Keputusan berani tersebut diambil mengingat alangkah berbahayanya kucing kampung yang sampai saat ini masih belum tertangkap itu.

Dan sudah dapat dipastikan peraturan sepihak dan mendadak dari pemerintah tersebut melahirkan pro dan kontra di tengah masyarakat.Khususnya bagi kelompok masyarakat yang mengharuskan dirinya untuk mencari nafkah di luar rumah. Tapi apa boleh buat, peraturan tetaplah peraturan. Seluruh elemen masyarakat mau tidak mau mesti mentaatinya.Ah !tak disangka seekor kucing kampung rupanya sanggup menciptakan kehebohan yang luar biasa.

***

Dua hari berlalu sejak surat keputusan dari pemerintah itu diedarkan. Sejumlah warga tetap bersikeras untuk beraktifitas di luar rumah, terutama bagi mereka yang memiliki ladang rezeki di bawah terik matahari.Mereka masa bodoh dan tidak mengacuhkan anjuran yang berlaku.Bagi mereka, kebahagiaan lambung yang sejengkal itu lebih utama daripada memenjarakan diri dalam jeruji-jeruji ketakutan.Mereka juga sudah merelakan nyawa andaikata menjadi korban si kucing kampung.Setidaknya mereka akan mati dengan gagah daripada hanya berdiam dan pasrah. Begitulah keyakinan sebagian warga yang tinggal di kota yang dikenal modern itu, mereka tetap bersikukuh untuk mencari sesuap nasi di luar rumah meski nyawa yang menjadi taruhannya.

Usai berhasil membuat geger warga satu kota dalam beberapa waktu belakangan, kucing kampung itu akhirnya menampakkan kumisnya juga. Ia tertangkap mata seorang petugas polisi yang berpatroli sedang melintas di salah satu atap rumah warga. Di sana ia berjalan dengan begitu santainya seolah-olah tidak menyadari bahwa keadaan kota telah ditetapkan statusnya ke tahap siaga satu karena ulahnya. Ia merasa selama ini hidupnya baik-baik saja. Ia hanya mencari makan seperti biasa. Sebab sebagai seekor kucing gelandangan, jangankan untuk mempunyai sebuah televisi,tempat tinggalnya pun sering bergonta-ganti.Kadang di emperan toko, di dalam parit dan gorong-gorong, atau malah menyelipkan diri antara rongsokan yang menumpuk di gudang.Dan tentu sajaia bukan manusia yang mahir menggunakan kecanggihan teknologi telepon seluler yang memuat beragam platform media untuk mengikuti arus informasi yang berlalu-lalang. Sehingga amat wajar  jika kucing kampung itu bersikap datar dan tidak tahu-menahu bahwa betapa ia telah menjadi musuhnomor satu warga sekota.

Melihat buruannya yang sudah di depan mata, petugas polisi itu pun langsung mengarahkan tembakan peringatan ke udara. Lantas si kucing kampung pun kaget lalu menghentikan langkahnya.Ia menoleh ke belakang mengikuti asal suara ledakan. Mereka berdua kini saling berhadapan. Si kucing kampung mematung di atas atap dengan perasaan bingung, sedangkan petugas polisi tersebut berdiri gagah di depan sebuah rumah sembari menodongkan moncong berettanya ke arah si kucing. Tak lama berselang, lewat sebuah alat protofon yang menempel di rompinya, polisi tersebut mengabarkan kepada rekan-rekannya yang lain bahwa si kucing kampung telah ditemukan.

Dalam beberapa menit saja, si kucing kampung telah dikepung oleh puluhan personil polisi bersenjata lengkap dari segala arah. Bahkan sebuah helikopter pun turut dikerahkan guna membantu proses penangkapan. Situasinya  persis adegan di film-film aksi ketika si targetsudah tersudut, dan tidak bisa ke mana-mana lagi. Gerakannya sudah tertutup, dan ia sudah kena skakmat dan tidak bisa kabur lagi. Padahal kucing kampung itu memang tidak punya niat untuk meloloskan diri dari sana, sampai saat terjepit tersebut ia malah masih  ditimpa sebuah tanda tanya yang besar. Mengapa ia diperlakukan layaknya penjahat kelas kakap ?

Sejurus kemudian kucing kampung itu dibombardir pertanyaan demi pertanyaan yang mengarahkannya agar mengakui perbuatannya yang telah meresahkan masyarakat.Sontak rasa heran bercampur kaget menerobos masuk ke dalam relung hati dan ruang pikirannya.Dan lambat laun berbuntut lahirnya perasaan sedih, marah, dan kecewa.Akhirnya  ia menyadari bahwa dirinya telah difitnah sedemikian keji oleh sebagian besar warga kota yang dikenal modern tersebut.

Kucing kampung itu pun membantah dengan tegas bahwa ia pernah mencuri ikan di dalam tudung saji. Malah ia sering ditendang, diguyur air panas, dan dilempar pakai batu oleh sejumlah warga yang merasa risih dan jijik dengan kondisinya yang kotor.

Ia juga menampik tuduhan yang menyebut dirinya telah mengacak-acak tong sampah hingga seluruh isinya itu berserakan di jalanan. Kucing kampung itu  beralasan kalau sampah-sampah  itu telah tercerai berai dan terburai keluar dari tempatnya terlebih dahulu sebelum ia datang. Dan ia hanya melahap  sisa-sisa makanan yang terhidang di jalanan sambil sesekali melongok ke dalam area tong sampah.

Untuk persoalan loteng rumah warga yang sering menimbulkan keributan di malam hari. Kucing kampung itu mengungkap bahwa saat itu ia sedang mengejar gerombolan tikus yang diakuinya banyak bersembunyi di rumah-rumah warga. Dari keseluruhan kucing yang berdiam di kota yang dikenal modern itu, hanya ia saja yang masih memiliki insting tajam dan kemampuan untuk menangkap tikus. Sementara kucing-kucing lain telah menjadi kucing rumahan yang sudah tidak berselera dan memiliki kepekaan lagi dengan keberadaan tikus di sekelilingnya.Dan untuk setiap kebisingan yang diperbuatnya ketika di loteng, kucing kampung itu memohon maaf.

Rupanya permohonan maaf yang diucapkannya tidak cukup untuk menyelamatkan hidup kucing kampung tersebut.Saat itu juga sebuah peluru melesat ke arahnya, dan beruntung si kucing kampung dengan gesit mampu mengelak darinya.Karena merasa nyawanya sedang terancam, insting bertahan hidupnya hewan liarnya menggelora.Ia menyeringai tajam dan bulu-bulu serta ekornya menegang. Dengan penuh amarah kemudian iamengambil ancang-ancang hendak menerjang salah seorang petugas kepolisian yang masih menodongkan berretta ke arahnya.Deretan kuku-kuku yang runcing mengkilap seolah tak sabar lagi hendak mencabik-cabik wajah polisi keparat yang berdiri di bawahnya. Si kucing kampung  menjelma bak pejuang yang siap sedia membela tanah air serta harga dirinya.

Namun, sungguh disayangkan. Baru satu meter kucing kampung yang gagah itu melompat meninggalkan atap, sebutir peluru panas segera menembus tengkorak dan bersarang di otaknya. Tak lama tubuh kucing kampung itu pun roboh dan terhempas ke ujung atap, berguling-guling hingga akhirnya tersungkur ke tanah.Darah kental kemudian merembes deras dari kepalanya, otaknya berceceran di mana-mana.Seolah tak puas dengan kondisi kepala si kucing kampung yang telah berantakan, perut si kucing kampung pun turut jadi sasaran berikutnya.Dua buah peluru panas kembali diledakkan oleh salah seorang petugas yang tampaknya masih gusar.Sontak bulu si kucing kampung yang semula berwarna belang abu-abu kini menjelma merah darah. Kucing kampung itu akhirnya menemui ajalnya dengan cara yang amat mengenaskan.

Tidak ada yang spesial darinya.Ia hanya seekor kucing kampung yang kumuh dengan bekas luka yang menempel di beberapa bagian tubuhnya. Hidupnya menggelandang seorang diri. Mencari makan dari satu tong sampah ke tong sampah lain. Dan kematiannya kini mulai disesali oleh orang-orang di kota yang dikenal modern itu.

Selepas kepergiannya yang tragis, gerombolan tikus yang semula hanya bisa bersembunyi dan mengendap-endap, sekarang mulai berani menunjukkan eksistensinya.Tikus-tikus itu semakin leluasa mengerat dan menjarah lumbung makanan warga.Jumlah mereka pun semakin banyak dan terus berkembang biak dengan subur. Tak ada lagi satupun kucing di kota yang dikenal modern itu yang berani memburu, menangkap, dan menekan langkah tikus-tikus yang keberadaannya kian meresahkan tersebut. Warga juga tidak bisa berbuat banyak, sebab satu-satunya yang mampu mendengar dan mengendus dengan tajam keberadaan tikus-tikus itu hanya si kucing kampung saja. Saat itulah untuk pertama kalinya kucing kampung itu sungguh dirindukan kehadirannya.[]


Tidak ada komentar

Beranda