Tidak
ada yang spesial darinya.Ia hanya seekor kucing kampung yang kumuh dengan bekas
luka yang menempel di beberapa bagian tubuhnya. Hidupnya menggelandang seorang
diri. Mencari makan dari satu tong sampah ke tong sampah lain. Akan tetapi,
kucing berwajah sangar itu kini jadi buronan pihak kepolisian.Ia telah
dilaporkan oleh sejumlah warga yang merasa terganggu karena ulahnya yang
meresahkan.
Beberapa
kasus sedang menjerat kucing itu.Iadiklaim telah mengotori kerapihan dan
keindahan kota dengan mengacak-acak tong sampah yang diletakkan di beberapa
titik, seperti di sudut jalanan dan di depan rumah-rumah warga. Hal ini bukan
hanya menambah pekerjaan bagi petugas kebersihan yang setiap pagi datang untuk
mengangkut sampah-sampah yang menumpuk, tapi tak ayal juga menimbulkan aroma
busuk yang amat menusuk.Selain itu, kucing kampung itu juga dituding selalu menjerit
keras di malam hari dan berlari-lari diatas loteng rumah.Suara jeritan dan
derap langkah kucing kampung itu dianggap telah mengusik kenyamanan dan waktu
istirahat orang-orang. Belum lagi ia juga kerap menyerang kucing-kucing rumahan
yang dipelihara oleh sebagian warga di kota itu.
Mengapa
tuduhan-tuduhandemikian keji secara sepihak langsung dialamatkan kepada kucing
kampung itu, padahal belum terdapat bukti-buktikonkret yang dapat dijadikan
dasar untuk menegakkan diagnosa atas kekacauan yang terjadi ? Jawabannya adalah
dikota yang dikenal modern itu rupanya kucing kampung hanya menyisakan dirinya
seekor saja. Teman-teman kucingnya yang lain memilih untuk dirawat dan
menggantungkan masa depan mereka kepada seorang majikan. Tinggal nyaman di
sebuah rumah, diberi perawatan yang baik, dan tentu saja memperoleh asupan
makanan yang bukan cuma lezat, tapi juga sarat kandungan gizi. Dengan kata
lain, tidak mungkin kucing-kucing rumahan yang anggun bersedia mengorek-ngorek
sampah dan membuat keributan di atas loteng rumah. Mereka berangganggapan hanya
kucing kampung saja yang punya perangai demikian
Sontak
saja satu-satunya kucing kampung yang memutuskan untuk hidup mandiri dan
menggelandang itu selalu menerima hujatan dan cemoohan dari teman-temannya
sesame kucing.Ia dicap sok idealis dan tidak realistis dalam memandang kehidupan
yang singkat ini. Kucing mana coba yang tidak ingin diperlakukan layaknya Raja
dan Ratu ? Bukankah di dunia ini kemewahan serta kenyamanan hidup adalah puncak
hirarki yang mesti digapai bagaimanapun caranya ? Sungguh betapa naïf dan
bodohnya kau sebagai seekor kucing ! Hanya kucing tolol yang memilih hidup
dengan mengorek-ngorek kubangan kotoran ketimbang hidup bergelimang kenikmatan
!Begitulah cercaan yang tiada hentidilontarkan kepada kucing kampung
tersebut.Untungnya, telinga serta batinnya sudah resisten menghadapinya.
Sebetulnya
tidak semua warga yang merasa dirugikan oleh ulah kucing kampung itu. Lebih
tepatnya sebagian orang-orang justru tidak pernah menyaksikan dengan mata
kepalanya sendiri kucing kampung itu mengaduk-aduk tong sampah seperti yang dikatakan
orang-orang dan yang disiarkan di media-media. Demikian pula dengan tidur
mereka yang masih pulas setiap malam karena sama sekali tidak mendengar
keributan dari arah loteng rumah.Meski begitu, mereka tidak dapat berbuat
banyak.Sebagian warga itu hanya mampu berdiam diri saja. Pasalnya, di kotayang
dikenal modern itu perbedaan pendapat bisa berbuntung panjang dan berakhir
dengan sangat mengerikan. Apalagi pemberitaan di media-media terus –menerus menggiring
opini publik yang seolahmenyudutkan posisi si kucing kampung. Mereka tak punya
pilihan lain, demi keamanan dan
ketentraman hidup, mereka putuskan untuk menutup mulut.
Sudah
berhari-hari pihak kepolisian melakukan pencarian terhadap kucing kampung
itu.Namun, tak kunjung juga menuai hasil yang diharapkan.Kucing kampung itu
masih bebas berkeliaran, malah beberapa warga kembali melaporkan bahwa kucing
kampung itu telah menyusup ke dapur dan mencuri beberapa potong ikan yang mereka
simpan di dalam tudung. Makin kencanglah pasal yang melilit kucing kampung tersebut..
Untuk
mempermudah dan mempercepat proses pencarian, maka pihak kepolisian akhirnya
meminta bantuan seorang detektif swasta untuk melacak keberadaan dan lokasi
persembunyian kucing kampung itu. Sungguh amat disayangkan, belum seminggu
detektif itu menjalani tugas penyelidikannya, ia tiba-tiba saja menghilang
tanpa kabar. Seketika itu pula berbagai spekulasi pun mencuat.Ada yang menduga
bahwa detektif itu telah melarikan diri ke luar negeri, sebagian beranggapan
bahwa detektif itu telah bekerjasama dengan kucing kampung itu dan menipu pihak
kepolisian. Serta yang tidak kalah mengejutkannya adalah tidak sedikit pula
yang meyakini bahwa detektif itu telah tewasditerkam oleh kucing kampung
tersebut. Opini sebagaian dari mereka itu dilandasi oleh kehidupan kucing
kampung yang memang susahuntuk dijinakkan. Apalagi meskipun terlihat kecil dan
lemah, penelitian telah mengungkap bahwa kucing mempunyai 95,6 % gen yang sama
dengan harimau. Jadi, bisa saja sewaktu-waktu bila dihadapkan pada situasi yang
sempit insting hewan liar liarnya akanbangkit kemudian menyerang dan membunuh
si detektif.
Berita
menghilangnya si detektif kian menyudutkan keberadaan si kucing kampung seiring
dengan pemberitaan di media-media yang cenderung menyiarkan bahwa si detektif
telah dimangsa oleh kucing kampung tersebut.Kini bukan hanya polisi yang
semakin bernafsu untuk menangkapnya, melainkan kecemasan dan kekhawatiran
seketika menguasai pikiran para warga. Mereka takut jika besok atau lusa
giliran mereka yang akan menjadi santapan si kucing kampung.
Karena
situasi kota yang mulai tidak aman dan terkendali ditambah warga yang semakin
panik, pemerintah kemudian melayangkan surat edaran agar dalam beberapa hari ke
depan untuk sementara waktu seluruh warga berdiam diri dan melaksanakan
rutinitas pekerjaan di rumah dulu. Keputusan berani tersebut diambil mengingat
alangkah berbahayanya kucing kampung yang sampai saat ini masih belum
tertangkap itu.
Dan
sudah dapat dipastikan peraturan sepihak dan mendadak dari pemerintah tersebut melahirkan
pro dan kontra di tengah masyarakat.Khususnya bagi kelompok masyarakat yang
mengharuskan dirinya untuk mencari nafkah di luar rumah. Tapi apa boleh buat,
peraturan tetaplah peraturan. Seluruh elemen masyarakat mau tidak mau mesti
mentaatinya.Ah !tak disangka seekor kucing kampung rupanya sanggup menciptakan
kehebohan yang luar biasa.
***
Dua
hari berlalu sejak surat keputusan dari pemerintah itu diedarkan. Sejumlah
warga tetap bersikeras untuk beraktifitas di luar rumah, terutama bagi mereka
yang memiliki ladang rezeki di bawah terik matahari.Mereka masa bodoh dan tidak
mengacuhkan anjuran yang berlaku.Bagi mereka, kebahagiaan lambung yang
sejengkal itu lebih utama daripada memenjarakan diri dalam jeruji-jeruji
ketakutan.Mereka juga sudah merelakan nyawa andaikata menjadi korban si kucing
kampung.Setidaknya mereka akan mati dengan gagah daripada hanya berdiam dan
pasrah. Begitulah keyakinan sebagian warga yang tinggal di kota yang dikenal
modern itu, mereka tetap bersikukuh untuk mencari sesuap nasi di luar rumah
meski nyawa yang menjadi taruhannya.
Usai
berhasil membuat geger warga satu kota dalam beberapa waktu belakangan, kucing
kampung itu akhirnya menampakkan kumisnya juga. Ia tertangkap mata seorang petugas
polisi yang berpatroli sedang melintas di salah satu atap rumah warga. Di sana
ia berjalan dengan begitu santainya seolah-olah tidak menyadari bahwa keadaan
kota telah ditetapkan statusnya ke tahap siaga satu karena ulahnya. Ia merasa
selama ini hidupnya baik-baik saja. Ia hanya mencari makan seperti biasa. Sebab
sebagai seekor kucing gelandangan, jangankan untuk mempunyai sebuah televisi,tempat
tinggalnya pun sering bergonta-ganti.Kadang di emperan toko, di dalam parit dan
gorong-gorong, atau malah menyelipkan diri antara rongsokan yang menumpuk di
gudang.Dan tentu sajaia bukan manusia yang mahir menggunakan kecanggihan
teknologi telepon seluler yang memuat beragam platform media untuk mengikuti arus informasi yang berlalu-lalang.
Sehingga amat wajar jika kucing kampung
itu bersikap datar dan tidak tahu-menahu bahwa betapa ia telah menjadi musuhnomor
satu warga sekota.
Melihat
buruannya yang sudah di depan mata, petugas polisi itu pun langsung mengarahkan
tembakan peringatan ke udara. Lantas si kucing kampung pun kaget lalu
menghentikan langkahnya.Ia menoleh ke belakang mengikuti asal suara ledakan. Mereka
berdua kini saling berhadapan. Si kucing kampung mematung di atas atap dengan
perasaan bingung, sedangkan petugas polisi tersebut berdiri gagah di depan
sebuah rumah sembari menodongkan moncong berettanya ke arah si kucing. Tak lama
berselang, lewat sebuah alat protofon yang menempel di rompinya, polisi
tersebut mengabarkan kepada rekan-rekannya yang lain bahwa si kucing kampung
telah ditemukan.
Dalam
beberapa menit saja, si kucing kampung telah dikepung oleh puluhan personil
polisi bersenjata lengkap dari segala arah. Bahkan sebuah helikopter pun turut
dikerahkan guna membantu proses penangkapan. Situasinya persis adegan di film-film aksi ketika si
targetsudah tersudut, dan tidak bisa ke mana-mana lagi. Gerakannya sudah
tertutup, dan ia sudah kena skakmat dan tidak bisa kabur lagi. Padahal kucing kampung
itu memang tidak punya niat untuk meloloskan diri dari sana, sampai saat
terjepit tersebut ia malah masih ditimpa
sebuah tanda tanya yang besar. Mengapa ia diperlakukan layaknya penjahat kelas
kakap ?
Sejurus
kemudian kucing kampung itu dibombardir pertanyaan demi pertanyaan yang
mengarahkannya agar mengakui perbuatannya yang telah meresahkan
masyarakat.Sontak rasa heran bercampur kaget menerobos masuk ke dalam relung
hati dan ruang pikirannya.Dan lambat laun berbuntut lahirnya perasaan sedih,
marah, dan kecewa.Akhirnya ia menyadari
bahwa dirinya telah difitnah sedemikian keji oleh sebagian besar warga kota
yang dikenal modern tersebut.
Kucing
kampung itu pun membantah dengan tegas bahwa ia pernah mencuri ikan di dalam
tudung saji. Malah ia sering ditendang, diguyur air panas, dan dilempar pakai
batu oleh sejumlah warga yang merasa risih dan jijik dengan kondisinya yang
kotor.
Ia
juga menampik tuduhan yang menyebut dirinya telah mengacak-acak tong sampah
hingga seluruh isinya itu berserakan di jalanan. Kucing kampung itu beralasan kalau sampah-sampah itu telah tercerai berai dan terburai keluar
dari tempatnya terlebih dahulu sebelum ia datang. Dan ia hanya melahap sisa-sisa makanan yang terhidang di jalanan
sambil sesekali melongok ke dalam area tong sampah.
Untuk
persoalan loteng rumah warga yang sering menimbulkan keributan di malam hari.
Kucing kampung itu mengungkap bahwa saat itu ia sedang mengejar gerombolan
tikus yang diakuinya banyak bersembunyi di rumah-rumah warga. Dari keseluruhan
kucing yang berdiam di kota yang dikenal modern itu, hanya ia saja yang masih
memiliki insting tajam dan kemampuan untuk menangkap tikus. Sementara
kucing-kucing lain telah menjadi kucing rumahan yang sudah tidak berselera dan
memiliki kepekaan lagi dengan keberadaan tikus di sekelilingnya.Dan untuk
setiap kebisingan yang diperbuatnya ketika di loteng, kucing kampung itu
memohon maaf.
Rupanya
permohonan maaf yang diucapkannya tidak cukup untuk menyelamatkan hidup kucing
kampung tersebut.Saat itu juga sebuah peluru melesat ke arahnya, dan beruntung
si kucing kampung dengan gesit mampu mengelak darinya.Karena merasa nyawanya
sedang terancam, insting bertahan hidupnya hewan liarnya menggelora.Ia
menyeringai tajam dan bulu-bulu serta ekornya menegang. Dengan penuh amarah
kemudian iamengambil ancang-ancang hendak menerjang salah seorang petugas
kepolisian yang masih menodongkan berretta ke arahnya.Deretan kuku-kuku yang
runcing mengkilap seolah tak sabar lagi hendak mencabik-cabik wajah polisi
keparat yang berdiri di bawahnya. Si kucing kampung menjelma bak pejuang yang siap sedia membela
tanah air serta harga dirinya.
Namun,
sungguh disayangkan. Baru satu meter kucing kampung yang gagah itu melompat
meninggalkan atap, sebutir peluru panas segera menembus tengkorak dan bersarang
di otaknya. Tak lama tubuh kucing kampung itu pun roboh dan terhempas ke ujung
atap, berguling-guling hingga akhirnya tersungkur ke tanah.Darah kental
kemudian merembes deras dari kepalanya, otaknya berceceran di mana-mana.Seolah
tak puas dengan kondisi kepala si kucing kampung yang telah berantakan, perut
si kucing kampung pun turut jadi sasaran berikutnya.Dua buah peluru panas
kembali diledakkan oleh salah seorang petugas yang tampaknya masih gusar.Sontak
bulu si kucing kampung yang semula berwarna belang abu-abu kini menjelma merah
darah. Kucing kampung itu akhirnya menemui ajalnya dengan cara yang amat mengenaskan.
Tidak
ada yang spesial darinya.Ia hanya seekor kucing kampung yang kumuh dengan bekas
luka yang menempel di beberapa bagian tubuhnya. Hidupnya menggelandang seorang
diri. Mencari makan dari satu tong sampah ke tong sampah lain. Dan kematiannya
kini mulai disesali oleh orang-orang di kota yang dikenal modern itu.
Selepas
kepergiannya yang tragis, gerombolan tikus yang semula hanya bisa bersembunyi
dan mengendap-endap, sekarang mulai berani menunjukkan eksistensinya.Tikus-tikus
itu semakin leluasa mengerat dan menjarah lumbung makanan warga.Jumlah mereka pun
semakin banyak dan terus berkembang biak dengan subur. Tak ada lagi satupun
kucing di kota yang dikenal modern itu yang berani memburu, menangkap, dan
menekan langkah tikus-tikus yang keberadaannya kian meresahkan tersebut. Warga
juga tidak bisa berbuat banyak, sebab satu-satunya yang mampu mendengar dan
mengendus dengan tajam keberadaan tikus-tikus itu hanya si kucing kampung saja. Saat
itulah untuk pertama kalinya kucing kampung itu sungguh dirindukan
kehadirannya.[]
COMMENTS