.

Menjaga Habitat Orangutan Tapanuli di Areal Tambang Emas

Orangutan Tapanuli, satwa langka yang hanya ada di Ekosistem Batangtoru. (Foto: SCOP)

Operasional Tambang Emas Martabe di dalam kawasan Ekosistem Batangtoru kembali mendapat kritikkan dari peneliti Orangutan Tapanuli. Eksplorasi tambang yang dikelola PT Agincourt Resources yang akan memulai operasi lagi tahun 2024,  dikhawatirkan menyebabkan habitat Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliencis) semakin kritis sehingga kelangsungan  hidup primata sangat dilindungi itu semakin terancam.

Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady Kurniawan Harahap 

Keberadaan Orangutan Tapanuli di Ekosistem Batangtoru menarik perhatian dunia internasional karena primata langka itu terancam punah.  Spesies yang masuk daftar merah IUCN sejak 2017 itu, mendorong para ahli primata dunia untuk datang meneliti dan lebih tahu perihal kera besar yang hanya ada di Tapanuli itu. Tapi, pemerintah Indonesia melalui Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Men KLH), Siti Nurbaya, tidak memberi kelonggaran kepada para peneliti asing. Akibatnya, para peneliti asing harus mendapatkan informasi dari sumber resmi, tapi para peneliti menilai validitas dan aktualitas sumber resmi itu meragukan.  

Kondisi ini menyebabkan para peneliti asing harus bekerja ekstra menjalin komunikasi dengan Kemen LHK, meskipun hanya beberapa kalangan saja yang akhirnya mendapat izin untuk melakukan penelitian. Para peneliti asing yang mendapat izin dari Kemen KLH akhirnya berkolaborasi dengan peneliti lokal seperti yang dilakukan Yayasan PanEco yang berpusat di Swiss bermitra dengan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) untuk proyek pelestarian Orangutan Sumatra, kemudian meluas menjadi pelestarian Orangutan Tapanuli.. 

Melalui program Sumatran Orangutan Conservation Programs (SOCP),  berupa kegiatan konservasi yang awalnya untuk Orangutan Sumatra, belakangan juga menangani Orangutan Tapanuli. Para peneliti di PanEco mendapatkan informasi terbaru tentang Orangutan Tapanuli dari puluhan peneliti yang bekerja untuk mitranya di YEL. Bahkan, lembaga yang kini menjadi mitra Kemen LHK ini terkait konservasi Orangutan Sumatra dan terutama Orangutan Tapanuli, menjadi lembaga yang sangat dekat dengan para ahli primata dan peneliti lokal di Indonesia.    

Kemitraan PanEco atau YEL dengan Kemen KLH mengundang kecemburuan banyak peneliti primata asing, yang mengkhawatirkan informasi tentang Orangutan Tapanuli bukan fakta terbaru. Kekhawatiran ini berkaitan erat dengan kritik yang pernah dilakukan Erik Meijaard, peneliti asing,  terhadap informasi populasi Orangutan di Indonesia yang pernah dirilis Menteri KLH, bahwa populasi Orangutan di Indonesia lebih rendah dibandingkan informasi yang disampaikan pemerintah Indonesia itu. 

Akibatnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan surat Nomor S.1447/MENLHK-KSDAE/KHSS/KSA.2/9/2022 yang memerintahkan seluruh kepala UPT Balai Taman Nasional dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk tidak memberikan pelayanan dan perizinan kepada Erik Meijaard dan kawan-kawan terkait dengan kegiatan konservasi,  pemerintah Indonesia terkesan menjadi tidak transparan terkait informasi keberadaan Orangutan Tapanuli. 

Dampak Pelarangan

Pelarangan terhadap peneliti asing itu berdampak kepada eksistensi PT Agincourt Resources, pengelola Tambang Emas Martabe, yang memiliki lahan konsesi di dalam kawasan Ekosistem Batangtoru. Induk perusahaan ini,  Jardine Matheson Holdings Limited (JMHL) yang berbasis di Hong Kong, disorot kalangan aktivis lingkungan hidup dan menjadi perhatian IUNC. Tambang Emas Martabe dikhawatirkan dapat menggangu habitat Orangutan Tapanuli.

Dr Genevieve Campbell,  pimpinan Satuan Tugas ARCC  (Avoid, Reduce, Restore, Conservation), yang juga dikenal di dunia internasional sebagai ahli primata yang menangani spesies primata untuk daftar IUCN,  mengkritisi rencana operasional Tambang Emas Martabe pada 2024. Ia menilai, lokasi tambang yang ditetapkan pada pit Ulu Ala --setelah pit-pit tambang sebelumnya dinilai tidak lagi ekonomis -- merupakan Ekosistem Batangtoru  (disebut juga Harangan Tapanuli)  yang menjadi habitat Orangutan Tapanuli.  Eksplorasi tambang oleh PT Agincourt Resources dikhawatirkan akan membuat Hutan Batangtoru bertambah kritis.  

"Jumlah Orangutan Tapanuli kurang dari 800 yang tersisa di dunia dan mengingat tingkat reproduksinya yang lambat, perusakan habitatnya berdampak buruk terhadap kelangsungan hidup mereka,"  tulis Dr Genevieve Campbell dalam surat tertanggal 28 Maret 2024 yang ditujukan kepada Jardine Matheson

Dalam kajian Satuan Tugas ARCC, daerah di mana PT Agincourt Resources melakukan eksplorasi, merupakan kawasan yang tumpang tindih Kawasan Keanekaragaman Hayati Utama (KBA) dengan Kawasan Alliance for Zero Extinction (AZE). Ekosistem Batangtoru dinilai memiliki keunikan, dan kawasan ini tidak hanya untuk orangutan, tapi juga untuk spesies terancam punah lainnya.

Kritik yang Berulang

PT AR acap menggelar kegiatan berkaitan menjaga kelangsungan lingkungan dan habitat Orangutan Tapanuli. (Foto: PTAR)

Kritik serupa dari Satgas ARCC ini sudah pernah disampaikan pada tahun 2023 lalu dan ditanggapi JMHL. Sebelumnya, pada tahun 2021, Jardine Matheson pernah menghubungi Satuan Tugas ARRC untuk meminta bantuan dan saran dalam upaya melindungi Orangutan Tapanuli di lingkungan Tambang Emas Martabe agar sesuai standar praktik terbaik International Finance Corporate (IFC) Pasal  6 yakni Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Berkelanjutan. 

Saat itu, PT Agincourt Resources sudah memiliki  Biodiversity Advisor Panel (BAP), lembaga konsultan lingkungan yang bertanggung jawab memberikan masukan terkait mitigasi lingkungan di sekitar Tambang Emas Martabe. Namun, Jardine Matheson tetap meminta Satgas ARCC mengingat pentingnya memperhatikan pelestarian Orangutan Tapanuli yang ada dalam wilayah konsesi Kontrak Karya PT Agincourt Resources. 

Di dalam websitenya, Jardine Matheson menulis: "Melindungi keanekaragaman hayati selalu menjadi keharusan bagi PTAR. Perusahaan telah melakukan survei komprehensif di sekitar tambang selama masa operasinya dan telah mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampak tambang terhadap keanekaragaman hayati setempat. Baru-baru ini, upaya keanekaragaman hayati secara khusus berfokus pada orangutan Tapanuli dan tindakan untuk mendukung pelestarian spesies ini dalam jangka panjang. Inisiatif-inisiatif ini dirinci di bawah ini."

Sebagai lermbaga yang menangani primata langka, Satgas ARRC  menyanggupi permintaan Jardine Matheson. Pada tahun 2022, dibuat nota kesepahaman (MoU) yang intinya ARRC akan melakukan penelitian Orangutan Tapanuli dengan metode penelitian bersama Tim BAP (Biodiversity Advisor Panel)  yang dibentuk PT Agincouyrt Resources.  Namun, perjanjian penelitian  Orangutan Tapanuli metode  peer review itu tidak bisa dilakukan Satgas ARRC karena pemerintah Indonesia melarang peneliti asing pada tahun 2022.  

Kesepakatan antara Satgas ARRC  dengan Jardien Matheson tidak bisa berjalan. Pada April 2023 lalu, Satgas ARRC  akhirnya memutuskan bahwa mereka tidak akan memperpanjang MoU.  Pasalnya, Satgas ARRC  kecewa, ternyata pemerintah Indonesia yang telah masuk menjadi anggota EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) sejak 2010, masih tidak tranparan terkait informasi menyangkut industri ekstraktif seperti tambang emas.

Berdasarkan Standar EITI,  negara-negara yang menjadi anggota EITI berkomitmen mengungkapkan informasi (transparan) di sepanjang rantai nilai industri ekstraktif . Namun,  kebijakan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk menyimpan informasi tentang keberadaan Orangutan Tapanuli, menyuilitkan kerja-kerja yang dilakukan dunia ionternasional terkait pelestarian Orangutan Tapanuli. 

Satgas ARRC menilai, kondisi ketertutupan informasi tentang Orangutan Tapanuli oleh pemerintah Indonesia menguntungkan pihak PT Agincourt Resources. Dengan begitu, aktivitas tambang yang dilakukan di habitat Orangutan Tapanuli tidak bisa disoroti dunia internasional, karena informasi tentang kondisi Orangutan Tapanuli harus selalu datang dari Indonesia. 

Kondisi ketertutupan data tentang Orangutan Tapanuli ini dikhawatirkan Satgas ARRC. "Data  tingkat populasi Orangutan Tapanuli yang diumumkan kepada publik, berasal dari data puluhan tahun lalu. Kita tak tahu kondisi terbaru saat ini," kata  Campbell. "Pengelola proyek tambang emas belum membagikan data yang  memadai." 

Orangutan Tapanuli sangat terancam punah (Critically Endangered/CR). Individu Orangutan Tapanuli yang dilaporkan kepada publik hanya tersisa beberapa ratus individu.  Namun, keberadaan Tambang Emas Martabe sejak 2007, yang sekarang akan memperluas wilayah eksplorasi ke pit Ulu Ala, akan riskan mempengaruhi habitat Orangutan Tapanuli. 

"Pengelola tambang emas kurangnya pemahaman mengenai besarnya dampak penambangan terhadap Orangutan Tapanuli dan keanekaragaman hayati secara umum. Dampaknya tidak terbatas pada pembukaan habitat, tapi juga kebisingan, fragmentasi habitat, potensi penularan penyakit,  mendorong orangutan lebih dekat ke pemukiman manusia yang dapat menimbulkan interaksi negatif antara manusia dan orangutan," kata Campbell

Satgas  ARCC menambahkan,  PT Agincourt Resources tidak memiliki program untuk mitigasi Orangutan Tapanuli, sehingga kegiatan tambang tidak sejalan sejalan dengan standar Internasional Standar Kinerja 6 (PS6) Finance Corporation (IFC). "Skala dampak terhadap orangutan belum ditinjau secara eksternal atau secara mandiri," katanya.

Dibantah BAP

Petugas PT Agincourt Resources rutin melakukan pemantauan terhadap kondisi Orangutan Tapanuli. (Foto: PTAR) 


Kritikan Satgas ARCC dibantah Biodiversity Advisor Panel (BAP). Rondang Sumurung Edonita Siregar Mphil.Ph.D,  peneliti primata yang juga terlibat dalam konservasi Orangutan Tapanuli selama puluhan tahun,  menilai kritikan Satgas ARCC itu tidak beralasan. Pasalnya, BAP merupakan lembaga independen yang otonom selalu memberikan masukan kepada pengelola Tambang Emas Martabe terkait penanganan Orangutan Tapanuli di kawasan Ekosistem Batangtoru.

"Jika PT Agincourt Resources ingin melakukan penambangan, kalau tidak layak dilakukan karena faktor mitigasi lingkungan, maka kami tidak akan merekomendasikan," kata Rondang SE Siregar. "Kami belum menyetujui aktivitas penambangan lebih lanjut dan akan mempertahankan status quo ini sampai pemahaman ilmiah di masa  depan dan ketersediaannya tindakan mitigasi mungkin mendukung alternatif tersebut."

Rondang SE Siregar menjadi konsultan lingkungan PT Agincourt Resources bersama Dr Suci Atmoko, Dr. Puji Rianti, Dr. Onrizal. Nama-nama ini acap muncul dalam penelitian Orangutan Tapanuli maupun konservasi di Ekosistem Batangtoru.  Mereka juga terkait dengan kegiatan SCOP (Sumatran Orangutan Conservation Programs) dan beberapa usaha inisiatif dari lembaga-lembaga konservasi untuk menjaga habitan Ekosistem Batangtoru. 

SOCP merupakan program kolaborasi Swiss PanEco Foundation, Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Saat ini, informasi aktual tentang kondisi Orangutan Tapanuli banyak dikeluarkan SCOP melalui YEL. 

Di dalam website resmi PT Agincourt Resources disebutkan, bahwa Biodiversity Advisor Panel (BAP) dibentuk tahun 2019 sebagai sumber saran dari ahli keanekaragaman hayati independen kepada perusahaan tambang. Keanggotaan BAP merupakan ilmuwan dan akademisi yang bekerja secara independen untuk mengindentifikasi, memetakan, dan memitigasi risiko terhadap keanekaragaman hayati. 

PT Agincourt Resources tidak seperti yang dikhawatirkan Satgas ARCC, karena melakukan penelitian yang rutin terhadap keberadaan Orangutan Tapanuli di kawasan Ekosistem Batangtoru. Dalam website resminya, PT Agincourt Resources sebagai memiliki Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati PTAR dan meminta agar BAP melakukan studi independen untuk mengetahui apakah aktivitas tambang berdampak pada Orangutan Tapanuli.

Meskipun PT Agincourt Resources sudah punya sistem kerja penanganan lingkungan yang baku, namun ekspansi tambang yang dilakukan Jardine Matheson, tetap jadi sorotan kalangan aktivis lingkungan dan pengamat primata langka.  Pasalnya, Orangutan Tapanuli itu merupakan kera besar paling langka di dunia,  yang membutuhkan penelitian dan pengkajian lebih mendalam guna menjaga kelestariannya.  

Para ilmuwan menegaskan, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengetahui populasi mereka saat ini. Orangutan Tapanuli merupakan spesies primata yang masuk dalam daftar spesies kritis yang terancam punah dari Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam, organisasi perlindungan lingkungan global.

Jardine Matheson menanggapi kritik itu dengan IUCN untuk menyetujui nota kesepahaman untuk mempelajari spesies tersebut guna mengukur dampak tambang terhadap habitatnya.

Sebagai bagian dari pembicaraan,  IUNC meminta Jardine Matheson menghentikan perluasan tambang emas agar mereka punya waktu untuk memetakan berapa banyak spesies terancam punah yang tersisa di Ekosistem Batangtoru.

Namun, saat pembicaraan dengan IUNC belum final, ternyata Tambang Emas Martabe terus beroperasi. Amanda Hurowitz, penasihat senior kelompok lingkungan Mighty Earth, mengkhawatirkan Jardine Matheson tidak akan mendengarkan para aktivis lingkungan karena mereka tetap beroperasi. 

Namun, Jardien Matheson lewat anak usahanya, PT Agincourt Resources, tidak seperti dituduhkan para ahli internasional. Pasalnya, pengelola Tambang Emas Martabe ini selalu menjaga habitat Orangutan Tapanuli sembari melakukan operasional tambang.

Survei pra-pembangunan dilaksanakan di bawah pengawasan BAP. Survei-survei tersebut dirancang dan dikendalikan oleh BAP dan, tergantung pada hasilnya, merekomendasikan praktik mitigasi yang bijaksana untuk meminimalkan dampak kegiatan pembukaan lahan terhadap keanekaragaman hayati. Inspeksi lebih lanjut dilakukan oleh tim personel tambang terlatih sebelum pekerjaan ini dimulai untuk memeriksa keberadaan spesies yang tergolong terancam punah, termasuk orangutan Tapanuli.

Jardine Matheson mengklaim, mereka adalah pemilik Tambang Emas Martabe yang bertanggung jawab atas bisnisnya. "Kami akan terus mempertahankan standar tinggi dalam pengelolaan dan konservasi keanekaragaman hayati di tambang Martabe. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama dan tanggung jawab bersama dari anak-anak perusahaan kami yang terkait, PTAR, United Tractors, Astra International, dan Jardine Cycle & Carriage. Melalui kerja sama dengan para ilmuwan, LSM, dan pemangku kepentingan lainnya di kawasan Batang Toru, kami akan memainkan peran kami dalam mendorong pelestarian spesies kera besar orangutan Tapanuli dalam jangka panjang," tulis Jardine Matheson dalam website resminya.


Tidak ada komentar

Beranda