Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan menetapkan sejumlah titik di wilayahnya sebagai kawasan rawan banjir, tapi tidak ada kebijakan lanjutan tentang bagaimana mencegah agar korban jiwa tidak terjadi bila banjir itu menerjang.
Penulis: Rahmi Pertiwi | Editor: Mad Gie
Banjir yang menghantam tiga desa di Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Sayur Matinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan, seharusnya tidak sampai mewaskan warga.
Tapi nasi sudah jadi bubur, bencana alam yang terjadi pada Jumat, 23 November 2024, malam itu merengut nyawa Sudirman Nainggolan (50) dan Sulhan Pulungan (72)-- keduanya warga Desa Sipange Siunjam, Kecamatan Sayur Matinggi.
Selain dua orang meninggal, sebanyak 35 warga Desa Sipange Siunjam mengalami luka-luka. Mereka sudah menjalani perawatan medis di rumah sakit.
Kabar terakhir yang diperoleh Sinar Tabgsel, sebagain besar warga yang mendapat perawatan itu sudah kembali bersama keluarga masing-masing.
Bencana banjir juga memporak-porandakan fasilitas umum dan fasilitas sosial, juga merusak rumah-rumah penduduk. Sebagian warga yang rumahnya dihantam banjir, terpaksa memilih mengungsi. Bahkan, sebuah kompleks belajar-mengajar, SD Negeri yang ada di Desa Sipange Siunjam, kondisinya dipenuhi lumpur dan material kayu serta batu yang dibawa air.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tapanuli Selatan mencatat, banjir di Desa Sipange Siunjam, Kecamatan Sayur Matinggi, berdampak terhadap 734 jiwa penduduk. Sebanyak 67 rumah rusak berat, 65 rusak ringan, dan 10 rumah hanyut.
Selain itu, lebih 50 hektare lahan pertanian tanaman padi dan 78 hektare lahan perkebunan mengalami kerusakan.
Sementara di Desa Huta Padang dan Desa Hurase di Kecamatan Batang Angkola, dampak banjir menghantam kehidupan 1.160 jiwa warga. Sebanyak 51 orang di Desa Hutapadang terpaksa mengungsi karena 15 rumah rusak berat.
Bupati Tapanuli Selatan, Dolly Putra Parlindungan Pasaribu, yang baru saja libur karena ikut Pilkada serentak 2024 sebagai salah satu calon Bupati Tapanuli Selatan periode 2024-2029, sudah mengunjungi lokasi bencana pada Minggu, 23 November 2024.
Sejumlh alat berat dari Dinas PUPR Tapanuli Selatan membersihkan puing-puing yang menutupi Jalan Tor Simincat, satu-satunya jalan yang menghubungkan lokasi bencana dengan daerah-daerah lain. Ruas jalan kabupaten selebar enam meter itu tidak bisa dilewati, karena dipenuhi tunggul-tunggul kayu, batu-batu, dan lumpur tebal.
Rawan Bencana Banjir
Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan telah mengeluarkan Perda Nomor 5 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2017-2037. Di dalamnya ditetapkan sejumlah titik di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan daerah rawan bencana banjir dan tanah longsor seperti Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Sayumar Matinggi.
Penetapan sejak 2017 ini tidak dibuat asal-asalan, tetapi melalui kajian yang komprehensif. Setelah disampaikan ke legislatif, kemudian disahkan berdasarkan peraturan daerah.
Meskipun begitu, pemerintah daerah melalui BPBD Kabupaten Tapanuli Selatan belum punya kebijakan khusus terkait antisipasi bencana di titik-titik yang sudah diprediksi sebagai rawan bencana alam itu.
Pemerintah daerah bahkan tidak punya program rutin yang memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat di kawasan rawan bencana perihal tata cara menghadapi bencana. Kondisi ini diakui sejumlah masyarakat di Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Sayur Matinggi ketika ditemui Sinar Tabagsel.
Masyarakat mengatakan, meskipun sudah lama menjadi warga di Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Sayur Matinggi, baru sekarang mendengar kalau daerahnya termasuk rawan bencana alam. Bukan itu, masyarakat mengaku tidak punya pemahaman dan pengetahuan perihal menghadapi bencana alam, sehingga masyarakat menjadi gugup dan tidak bisa berbuat apa-apa ketika bencana alam itu datang.
Masyarakat membutuhkan pengetahuan perihal mitigasi bencana alam. Mitigasi bencana bertujuan mengurangi risiko bencana, baik sebelum, saat, maupun setelah bencana. Mitigasi bencana untuk mengurangi korban jiwa dan kerugian harta benda.
"Kami mendengar suara gemuru beberapa saat sebelum rumah-rumah diterjang banjir," kata beberapa warga di Desa Sipange Siunjam, Kecamatan Sayur Matinggi.
Sebelum menyadari apa yang sedang terjadi, banjir sudah menerjang. Masyarakat mengaku hanya memikirkan satu hal, menyelamatkan diri agar tidak jadi korban. Masyarakat baru tahu, ternyata dua orang warga mereka telah terseret banjir dan meninggal dunia.
Sebab itu, belajar dari peristiwa bencana alam yang baru terjadi, pemerintah daerah harus mempertegas kebijakan terkait mitigasi bencana alam. Apabila sebuah titik ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana alam, pemerintah harus membuat program yang menitikberatkan pentingnya menyelamatkan nyawa manusia.
Misalnya, pemerintah daerah membangun bangunan tahan bencana yang berfungsi sebagai tempat pengungsian sementara, meningkatkan program menjaga kelestarian lingkungan, dan rutin memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Selain itu, permrintah daerah perlu menyusun peraturan perundang-undangan penanggulangan bencana alam, termasuk perihal pentingnya skala prioritas dalam melakukan mitigasi bencana.
COMMENTS