Penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Mandailing Natal kembali jadi sorotan setelah Bupati Saipullah Nasution mengeluarkan surat perintah kepada 12 camat untuk menghentikan tambang emas illegal.
Penulis Budi Hutasuhut | Editor: Efry Nasaktion
Dari dalam sebuah warung kopi di Kelurahan Tapus, Kecamatan Linggabayu, Ahmadi, warga setempat, mengarahkan telunjukkan ke sebuah kawasan hutan, sekitar 1.400 hektare lahan yang merupakan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) milik PT Madinah Madani Mining (M3).
"Dulu, lahan itu bekas kebun masyarakat," kata Ahmadi, bercerita kepada Sinar Tabagsel tentang betapa kesalnya masyarakat Kelurahan Tapus karena merasa telah ditipu pihak perusahaan. "Kami ingin mengambilnya kembali lahan itu untuk usaha budidaya."
PT M3 sudah diusir masyarakat pada 2015 lalu. Pasalnya, perusahaan yang memiliki alat berat itu melakukan kegiatan tambang emas illegal secara terang-terangan. Aksi mereka berlangsung bertahun-tahun, dan terjadi pembiaran.
Menggunakan alat-alat berat, perusahaan mengeruk butiran-butiran emas dari lahan milik masyarakat. Tak sedikit pun masyarakat mendapatkan manfaatnya. Bekas galian tambang itu dibiarkan menganga, dan kini telah menjelma waduk-waduk.
Kegiatan tambang emas ilegal oleh PT M3 ternyata dilegalisasi pemerintah daerah, karena perusahaan itu mengantongi izin usaha pertambangan yang dikeluarkan Bupati Mandailing Natal. Di dalam SK bernomor 540/473/K/2012 tentang Perubahanatas Keputusan Bupati Mandailing Natal Nomor540/461/K/2009 tentang Persetujuan Peningkatan Izin menjadi Izin Usaha Pertambangan, itu PT M3 menguasai lahan seluas 1.400 hekatre untuk menambang bauksit.
Kenyataannya, PT M3 justru menambang emas, mineral berbeda dari bauksit. Beberapa warga yang bekerja di perusahaan itu, terutama yang terlibat dalam kegiatan penambangan, mengakui mineral yang ditambang adalah emas.
Tindakan itu illegal, membuat Dinas Pertambangan dan Energi Sumatera Utara kembali menajemen PT M3, namun tak didengarkan. Pada 24 Juli 2015, keluar surat peringatan ke-3 Nomor:540/1603/DPE/2015 yang ditujukan kepada manajemen PT M3 agar menghentikan operasionalnya.
Operasional PETI (penambangan emas tanpa izin) yang dilakukan PT M3, membuat Direktur Reserse Kriminal, Polda Sumut turun tangan dan menetapkan Lukito Wibowo, komisaris Utama PT M3 saat itu menjadi tersangka kasus penambangan liar. Namun, Lukito Wibowo mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap Direktur Reserse Kriminal, Polda Sumut atas penetapan dirinya sebagai tersangka.
Pengadilan Negeri (PN) Medan lewat putusan Nomor: 46/Pra.Pid/2016/PN Md, menolak permohonan Lukito Wibowo dan menyatakan penetapan tersangka Lukito Wibowo oleh Direktur Reserse Kriminal, Polda Sumut adalah sah dan berkekuatan hukum.
Sebelumnya, masyarakat sudah mendengar kalau PT M3 melakukan kegiatan tambang emas illegal karena seharusnya perusahaan ini menambang bauksit. Warga Kelurahan Tapus merasa telah ditipu dan meminta pemerintah daerah mengusir PT M3 dari daerah mereka.
Membawa massa dalam jumlah besar, warga Kelurahan Tapus mengepung Kantor Bupati Mandailing Natal di Panyabungan. Dengan tuntutan mengusir PT M3 dari daerah mereka, warga bergeming baru mau pulang bila pemerintah daerah mencabut izin perusahaan itu.
Namun, pemerintah tak mendengarkan rakyat karena tak pernah mencabut izin PT M3 meskipun perusahaan itu telah melakukan kegiatan illegal yang sekaligus melanggar ketentuan dalam SK Izin Usaha Penambangan mineral bauksit.
Klaim Kepemilikan Lahan
Meskipun PT M3 tidak lagi beroperasi di Kelurahan Tapus, namun lahan mereka seluas 1.400 hektare dibiarkan tak dikelola. Sejumlah pihak yang mengaku masih berhubungan dengan manajemen PT M3 . mengklaim ribuan hektare lahan itu sebagai lahan konsesi perusahaan. Sebab itu, hak atas pengelolan 1.400 hektare lahan bekas tambang emas PT M3, masih milik perusahaan karena durasi WIUP sampai tahun 2037.
Selain izin dari Bupati Mandailing Natal, ternyata PT M3 mengantongi izin usaha pertambangan dari Gubernur Sumatra Utara dengan Nomor: 671/368/DPMPPTSP/5/XI.1B/VI/2017 untuk operasi tembaga di areal seluas 363 hektare hingga 13 Juni 2037.
Masyarakat mengatakan, pihak PT M3 pernah menyerahkan pengelolaan lahan WIUP mereka kepada perusahaan lain bernama Capital. Namun, saat sosialisasi ke masyartkat untuk clear and clear lahan, masyarakat menuntut agar pihak perusahaan transparan soal hasil produksi tambang agar pembagiannya rata.
"Kami minta persentasenya jelas. Berapa persen untuk perusahaan dan berapa persen untuk warga. Semua operasional dibuat transparan," kata Husin, warga lain, sambil menambahkan bahwa perusahaan baru itu menolak sehingga gagal berproduksi.
Husin mengaku, masyarakat sudah trauman dengan PT M3. Selain PT M3 tidak berhak mengambil emas, perusahaan itu juga sudah mengeruk harta kekayaan warga Kelurahan Tapus dari tanah mereka sendiri dan dibiarkan pemerintah.
"Daripada emas di lahan kami diberikan kepada orang lain, leboih baik kami yang kelola," gumanm Ahmadi, membenarkan bahwa penambangan emas menjadi pekerjaan rutin bagi masyarakat di Kecamatan Linggabayu.
Tradisi Menjaga Hak
Di Kecamatan Linggabayu, Kabupaten Mandailing Natal, masyarakat terbiasa melakukan penambangan emas, baik di lahan sendiri maupun di lahan orang lain. Bagi masyarakat, daerah mereka, terutama di sepanjang aliran Batang Natal, emas adalah mineral yang tidak sulit ditemukan.
Tidak jarang warga menemukan gumpalan logam mulia itu di sekitar aliran Batang Natal, terutama di dalam aliran sungai. Namun, untuk menemukan secara khusus dengan cara mengalihkan aliran Batang Natal, warga merasa tidak mampu soal modal.
"Banyak pengusaha yang sengaja datang menyewa lahan masyarakat untuk ditambang dengan sistem bagi hasil pendapatan emas. Ada yang berhasil, tidak sedikit yang gagal karena kendala peralatan," kata Marwan, warga lain, yang mengaku pernah mengundang kontraktor tambang asal Sumatra Barat untuk mengeksplorasi emas di lahan miliknya. Namun, setelah setahun, upaya mencari emas itu gagal karena minimnya peralatan.
Bagi masyarakat, menambang emas di tanah sendiri bukan pelanggaran karena lahan milik mereka. Sebab itu, upaya pemerintah daerah menghentikan akjsi penambangan oleh warga sama saja dengan menghalangi masyarakat berusaha di lahan sendiri.
Larang PETI di Madina
Bupati Mandailing Natal Saipullah Nasution mengeluarkan surat penghentian PETI yang beroperasi di sejumlah kecamatan yang ada kabupaten itu. Surat perintah itu dikirimkan ke para camat di 12 kecamatan yang ada di yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas Iingkungan hidup sehingga mengancam kelangsungan prikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Surat yang bernomor 660/0698/DLH/2025 tanggal 17 April 2025 itu ditandatangani Bupati Madina, Saipullah Nasution.
Surat itu ditujukan ke Camat Hutabargot, Nagajuang, Kotanopan, Muarasipongi, Pakantan, Ulu Pungkut, Batang Natal, Lingga Bayu, Ranto Baek, Batahan, Natal, dan Muara Batang Gadis. Di dalam surat disebutkan: Bupati memerintahakan para camat agar meminta kepada masyarakat untuk menghentikan segala kegiatan PETI i wilayah masing-masing.
Sebelumnya, dalam banyak kesempatan, Bupati Saipullah Nasution mengatakan, dirinya mengkhawatirkan isu-isu lingkungan yang terjadi terkait tambang emas ilegal.
Bupati Madina menambahkan, tahun 2024 sudah ada undang-undang yang baru dan Pemkab Madina menunggu peraturan pelaksanaannya supaya masyarakat bisa difasilitasi, bisa menambang tetapi dalam koridor hukum yang tidak melanggar aturan, juga tidak merusak lingkungan.
COMMENTS