Diduga Korupsi Proyek Penataan Situs Benteng Putri Hijau, Kejati Tahan Kadis Kebudayaan Sumut

Siapa saja yang terlibat dalam proyek Penataan Situs Benteng Putri Hijau, di Desa Deli Tua,  Kecamatan Namorambe, Deliserdang,  yang dibiayai APBD Sumatra Utara tahun 2022 senilai Rp3,6,  bisa digugat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya karena merusak cagar budaya. 

Penulis: Rosita Harahap | Editor: Budi Hutasuhut

Zumri Sulthony akhirnya dipakaikan seragam warna merah jambu oleh Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) pada Selasa, 11 Maret 2023. Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif  (DKPE) Sumatera Utara,  ini ditahan terkait dugaan korupsi Proyek Penataan Situs Benteng Putri Hijau, di Kecamatan Namorambe, Deliserdang. 

"Proyek itu tidak selesai tepat waktu dan mengalami dua kali adendum, serta ditemukan kekurangan volume pekerjaan hingga merugikan negara sebesar Rp817.008.240,37," kata Adre W Ginting, kepala Seksi Penkum Kejati Sumut.

Kejati Sumut sudah menyelidiki kasus dugaan korupsi ini sejak tahuiin 2022 ketika pengerjaan Proyek Penataan Situs Benteng Putri Hijau mendapat kritik dari masyarakat dan para ahli karena merusak situs inti cagar budaya. 

Dari penyelidikan Kejati Sumut, tiga tersangka sudah ditahan pada 1 November 2024.  Ketiga tersangka itu adalah: Junaidi Purba (52) yang menjabat sebagai Fungsional Pamong Budaya Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sumut dan bertindak selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Kemudian, Rizal Gozali Malau (31),  karyawan swasta pada CV Citra Pramatra selaku konsultan pengawas, dan Rijal Silaen (26) merupakan Wakil Direktur CV Kenanga selaku rekanan.

Setelah penahanan ketiga tersangka, Tim Penyedik Kejati Sumut kemudian mendapat informasi keterlibatan Zumri Sulthony selaku Kepala DKPE Sumatera Utara.  

Penyelidikan Kejati Sumut mulai dilakukan sejak 2022 ketika pengerjaan Proyek Penataan Situs Benteng Putri Hijau mendapat kritik dari para ahli dan masyarakat. Pasalnya, proyek berupa pembangunan jalan di sekitar cagar budaya justru menghancurkan situs-situs yang kaya akan data sejarah tentang keberadaan Kerajaan Aru pada abad ke-14 sampai ke-16.

Kritik disampaikan Ketut Wiradyana, arkeolog dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN),  yang ikut berperan agar Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menetapkan Situs Benteng Putri Hijau sebagai cagar budaya tingkat provinsi pada 2019. 

Situs yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat kabupaten oleh Bupati Deli Serdang, Ashari Tambunan, pada Desember 2014, itu berupa benteng pertahanan Kerajaan Aru yang merekam data-data sejarah peradaban manusia pada abad ke-14 dan abad ke-16. 

"Benteng itu malah dirusak untuk membuat  jalan oleh pemerintah,” kata Ketut seperti dikutif dari Kompas edisi 10 Desember 2022. 

Dalam lampiran Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/706/KPTS/2019 tentang Penetapan Cagar Budaya disebutkan, hasil penelitian dan pengamatan di situs tersebut dilakukan sejak tahun 1996. Dari berbagai penggalian ditemukan artefak berupa fragmen keramik, tembikar, gerabah, sumatralith (peralatan batu), peluru timah, terak besi, dan uang logam dirham Aceh.

Temuan itu sangat penting karena diduga merupakan peninggalan Kerajaan Haru atau Aru yang pernah berjaya di Sumatera, tetapi lokasinya tidak diketahui secara pasti. Temuan situs itu pun menjadi titik terang tentang keberadaan Kerajaan Aru.

Zumri Sulthony sempat mengembalikan posisi semula dari benteng yang terlanjur dibobol.  Namun, apa yang dilakukan pemerintah justru menjadi presden buruk bagi perlindungan cagar budaya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. 

Data yang diperoleh Sinar Tabagsel,  pekerjaan itu adalah proyek belanja bahan bangunan dan konstruksi penataan situs Benteng Putri Hijau. Proyek senilai Rp 3,37 miliar itu dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemintah Provinsi Sumut dengan kontraktor CV Kenanga.

alt gambar
Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes