Penulis: Budi Hutasuhut | Jurnalis Sinar Tabagsel
![]() |
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Sarullah di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki dua lokasi operasional di WKP Sibualbuali. (SINAR TABAGSEL\ DOK SARULLA OPERATION LTD) |
Meskipun Kabupaten Tapanuli Selatan tak hanya memiliki potensi listrik sumber daya air (PLTA) tapi juga potensi listrik sumber daya panas bumi, namun Dana Bagi Hasil Panasbumi yang diperoleh tiap tahun menunjukkan kabupaten ini bukan daerah penghasil panasbumi.
Sudah lama masyarakat tahu, Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki potensi panas bumi yang sangat besar. Sejak tahun 1990-an, pengeboran sudah berlangsung di wilayah Cagar Alam Dolok Sipirok di Kecamatan Sipirok oleh Unocal North Sumatra Geothermal Ltd dan banyak titik sumur yang masih aktif, namun masyarakat tak pernah tahu ada dua perusahaan besar sudah membuat skema KBO (konsorsium operasi bersama) untuk mengeruk potensi panas bumi di WKP Sibualbuali. Kedua perusahaan itu, PT Pertamina Geothermal Energy, Tbk (PGE) dan Sarulla Operation Ltd. .
PGE merupakan anak perusahaan PT (Persero) Pertamina. Mulai 24 Februari 2023, perusahaan ini melaksanakan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Sebagai salah satu perusahaan panas bumi terbesar di Indonesia dan global dalam hal kapasitas terpasang itu, PGE akan melepas 25% saham ke publik dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.
Rencana IPO PGE dikritik banyak kalangan sebagai langkah pemerintah untuk memprivatisasi BUMN. Namun, pemerintah bergeming mendorong PGE untuk IPO menjual 25% untuk memperoleh dana murah. Bahkan, PGE sudah melalui proses legal due diligence/legal audit dan uji tuntas kondisi keuangan perusahaan (financial due diligence).
Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy, Ahmad Yuniarto, dalam paparannya secara virtual yang diikuti Sinar tabagsel, Senin, 20 Feberuari 2023, lalu, mengatakan IPO dilakukan karena PGE ingin ekspansi luar negeri. Selain itu, dalam waktu lima tahun ke depan, perusahaan akan mengembangkan 600 Megawatt (MW) di 13 wilayah kerja panas bumi yang saat ini telah dimiliki. "Saat ini perusahaan mengoperasikan 672 MW secara mandiri dan 1,8 GW dioperasikan dengan mitra," kata Ahmad.
PGE merupakan pemegang wilayah kerja panas bumi terbesar di indonesia. Di Sumatra, PGE memegang wilayah kerja panas bumi di Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh. Di wilayah tersebut telah terbangkitkan listrik panas bumi sebesar 1.877 MW, terdiri atas 672 MW yang dioperasikan sendiri (own operation) dan 1.205 MW dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract).
Sementara di Sumatra Utara, PGE memegang wilayah panas bumi di WKP Sarullah (Kabupaten Tapanuli Utara), WKP Sibualbuali (Tapanuli Selatan), WKP Sibayak, WKP Sinabung, dan sebagainya. Khusus WKP Sibualbuali, PGE mengelolanya dengan skema KOB bersama Sarulla Operation Ltd (SOL). SOL merupakan konsorsium yang dibangun PT Medco Power Indonesia, Itochu Corporation (Jepang) dan Kyushu Electric Power (Jepang), dan Ormat International (AS).
KBO PGE dengan SOL ini telah membangun Pusat Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Sarulla yang merupakan pembangkit listrik terbesar di dunia. PLTP Sarulla dibagi menjadi tiga unit yang dikembangkan di dua lokasi: Silangkitang dengan kapasitas 1x110 Mega Watt (MW) dan dua unit di Namorailangit dengan kapaistas 2x110 MW.
Dua unit Namorailangit berada pada WKP Sibualbuali. Data di Kementerian ESDM menyebut, PLTP Sarulla sudah beroperasi penuh sejak 2018. Operasional komersial sudah dimulai pada 18 Maret 2017 dan 2 Oktober 2017.
Pembangunan proyek geothermal raksasa ini sempat mandek selama 27 tahun akibat regulasi pemerintah yang belum jelas terkait energi panasbumi. Sebelumnya, gagasan awal tenaga listik panasbumi ini pertama kali dimunculkan Unocal North Sumatra Geothermal Ltd, anak perusahaan Unocal Corp yang bermarkas di El Segundo, California, Amerika Serikat, pada tahun 1992.
Unocal berniat membangun pusat listrik geothermal, lalu pada tahun 1993 melakukan pengeboran di sejumlah titik di kawasan Cagar Alam Dolok Sibualbuali, khususnya di titik Kecamatan Sipirok. Namun, usaha Unocal berhenti di tengah jalan ketika perusahaan pengembang itu mengalami kesulitan dana pasca krisis moneter 1998.
Saat itu, harga listrik yang ditawarkan Unocal terlalu tinggi karena akibat modal yang tersedot dalam investasi cukup besar pada proyek itu. Unocal yang saat itu bermitra dengan Pertamina, membutuhkan dana sekitar 600 juta dolar pada tahun 1998. Sebesar 70 persen diharapkan bisa diperoleh dari pinjaman bank. Sementara dana yang sudah dikeluarkannya sejak awal pembangunan pada tahun 1993 mencapai 80 juta dolar AS.
Dengan alasan harga listrik yang tinggi itu, PLN selaku pemilik lokasi sumber listrik, mengambil alih proyek. Pada 2003, Unocal akhirnya bersedia menerima tawaran buy out PLN. Unocal setuju menerima dana buy out sebesar 60 juta dolar AS.
Pertamina dan Unocal pernah mengeksplorasi Blok Sarulla pada periode 1993 -1998. Berdasarkan penemuan dan penilaian cadangan sistem panas bumi pada 13 sumur di Sibualbuali Timur, Silangkitang dan Namorailangit, ditemukan cadangan terbukti yang mampu menghasilkan tenaga listrik 330 megawatt selama 30 tahun.
Empat sumur panas bumi Eastern Sibualbuali dinyatakan produktif dengan sistem panas bumi bertemperatur maksimal 267°C, dan temperatur zona produksi 218-248°C. Lima sumur lagi dibor di lapangan Silangkitang, yang terbentang sepanjang garis Celah Sumatera. Dari dua sumur saja, ditemukan zona kuat aliran fluida bersuhu hingga 310°C. Sumur berdiameter besar di zona tersebut dipastikan mampu menghasilkan fluida untuk menghasilkan listrik sebesar 50 megawatt.
Di lapangan Namorailangit juga telah dibor sebanyak empat sumur yang mampu menghasilkan fluida bertemperatur di atas 260°C dengan maksmimum suhu terukur 276° C.
Setelah Unocal pergi, pmerintah lewat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)menawarkan potensi panas bumi itu tahun 2005 kepada calon investor untuk dikembangkan menjadi pembangkit listrik panas bumi. PT Medco Energi Internasional Tbk berminat atas proyek itu, bersaing dengan anak perusahaan PLN dan Pertamina, PT Geo Dipa Energi. Keduanya ditetapkan sebagai calon pengembang, dinyatakan lolos pada seleksi awal.
Proyek PLTP ini sendiri membutuhkan investasi sekitar US$1,6 miliar yang didanai partisipasi swasta yang dipimpin Medco dengan anggota konsorsiumnya, yang terdiri dari modal (equity) 30 persen dan pinjaman lunak dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan Asian Development Bank (ADB) sebesar 70 persen.
Minim Dana Bagi Hasil Panasbumi
Meskipun Kabupaten Tapanuli Selatan termasuk salah satu daerah penghasil panas bumi karena memilik WKP Sibualbuali yang telah berproduksi, namun sumber daya alam yang dimiliki rakyat Kabupaten Tapanuli Selatan itu tidak banyak berkontribusi terhadap kepentingan masyarakat.
Sesuai data di Kementeraian ESDM, WKP Sibualbuali tersebar di tiga titik, datu titik di Sarulla yang memiliki sumber daya hipotesis 100MW, dan dua titik di Sibua-Buali/Namorailangit dengan potensi terduga 376 MW. Dengan kapasitas sumber daya seperti itu, dana bagi hasil yang diterima Kabupaten Tapanuli Selatan dari sumber panas bumi sangat rendah.
Pada tahun 2021, dana bagi hasil panasbumi untuk Kabupaten tapanuli Selatan hanya Rp214.198 juta, sama seperti DBH Panasbumi yang diperoleh kabupaten/kota lain di Provinsi Sumatra Utara yang merupakan bukan daerah penghasil. Sementara pada tahun yang sama, Kabupaten Mandailing Natal, yang merupakan daerah penghasil panas bumi dengan keberadaan PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP), mendapat Rp6.854.315 juta.
Pada tahun 2022, Kabupaten Tapanuli Selatan memperoleh DBH Pnasbumi sebesar Rp256.148 juta atau sama dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Sumatra Utara yang bukan penghasil energi panasbumi. Sementara Kabupaten Mandailing Natal memperoleh Rp8.196.730 juta, belum lagi ditambah bonur produksi dari PT SMGP.
Pada 2023, Kabupaten Tapanuli Selatan memperoleh tambahan DBH Panasbumi menjadi Rp750.539 juta karena memiliki WKP Sibualbuali, sama seperti perolehan DBH Panasbumi untuk Kabupaten Padanglawas karena ada WKP Sibuhuan. Sementara Kabupaten Madina menerima DBH Rp9.581.350 juta belum lagi bonus produksi yang diterima masyarakat.
Dari sumber Sinar Tabagsel di lingkungan Sarulla Operation Ltd. ternyata pihak perusahaan sudah memberikan kontribusi yang cukup besar kepada masyarakat di sekitar daerah produksi panasbumi. Bahkan, Sarullah Operation Ltd. telah membagi-bagikan CSR dan juga bonus produksi untuk masyarakat di Kecamatan Sipirok dalam bentuk pembibitan kopi.
COMMENTS