.

Singkirkan Perusahaan Perusak Hutan dari Lingkungan Masyarakat di Tapanuli Selatan

Delima Silalahi

Delima Silalahi, aktivis lingkungan hidup menerima penghargaan Goldman Environmental Prize 2023, mengunjungi lokasi budidaya ekaliptus PT Toba Pulp Lestari di Dusun Aek Latong dan Dusun Padang Bulan, keduanya di Desa Marsada, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, pada Jumat, 26 Mei 2023 lalu. 

Bersama rombongan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM). KSPPM bersama ALiansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak sukses membantu mendapatkan hak pengelolaan sah atas 7.213 hektare hutan adat milik enam kelompok masyarakat adat di Tano Batak--empat diantaranya mendapatkan Surat Keputusan (SK) Hutan Adat dan dua merupakan SK Pencadangan Hutan. 

Delima Silalahi sengaja datang karena mendengar lokasi budidaya ekaliptus PT Toba Pulp Lestari berada di kawasan Hutan Batangtoru, satu-satunya habitat Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) di dunia.  

"Setelah merusak kawasan hutan Danau Toba, kini perusahaan itu sedang berusaha menghancurkan habitat Orangutan Tapanuli," kata Delima Silalahi yang juga Direktur Eksekutif KSPPM. 

Didampingi Budi Hutasuhut dari Sinar Tabagsel, Delima Silalahi bersama rombongan menyaksikan langsung bagaimana areal kawasan Hutan Batangtoru Blok Timur habitat Orangutan Tapanuli itu diubah menjadi lahan bertangga-tangga, dan tanaman ekaliptus telah tumbuh setinggi semeter.  Perubahan permukaan tanah menghilangkan sumbver-sumber mata air dan mematikan sejumlah anak sungai yang merupakan hulu dari Aek Sagala, sungai yang menjadi sumber air bersih serta sumber pengairan sawah irigasi di Kecamatan Sipirok yang merupakan salah satu sentra padi d8i Kabupaten Tapanuli Selatan.

"Masyarakat harus memahami dampak buruk deforestrasi bagi kehidupan mereka," kata Delima Silalahi mengawali percakapan dengan Budi Hutasuhut dari Sinar Tabagsel.

Berikut hasil percakapan Sinar Tabagsel dengan Dalima Silalahi, alumni Pascasarjana Sosiologi dari Universitas Gajah Mada (UGM). Aktivis lingkungan yang pernah terlibat dalam aksi jalan kaki dari Provinsi SUmatra Utara ke Istana Presiden di Jakarta untuk menolak keberadaan PT Toba Pulp Lestari di lingkungan masyarakat Toba ini, membicarakan isu lingkungan hidup di Kabupaten Tapanuli Selatan, salah satu daerah yang kawasan hutannya termasuk terbaik di Provinsi Sumatra Utara.  

Sinar Tabagsel: Anda baru saja menerima penghargaan Goldman Environmental Prize 2023 karena dedikasi Anda melindungi hutan adat di Sumatera Utara dari aksi perampasan besar-besaran untuk kepentingan industri bubur kertas (pulp) dan serat rayon. Apakah keberhasilan masyarakat adat di Toba menolak aksi perusakan hutan oleh PT Toba Pulp Lestari bisa diulangi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Delima Silalahi: Belasan tahun saya mendampingi warga perdesaan di tepi Danau Toba, Sumatera Utara, agar mereka  mendapatkan hak atas tanahnya. Saya tidak sendirian, tetapi ada jaringan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), juga berbagai lembawa swadaya masyarakat, masyarakat umum, dan para aktivis lingkungan  yang terlibat dalam gerakan ini. Isu "Tolak TPL di Toba" disambut oleh banyak lapisan masyarakat karena keberadaan perusahaan pulp dan serat rayon ini sangat merugikan masyarakat. Selain mereka mengambil alih lahan-lahan adat, merusak tatanan adat dan warisan budaya yang ada di masyarakat lokal, juga menyebabkan deforestrasi kawasan hutan hingga beresiko terjadi penurunan debit air Danau Toba yang merupakan salah satu keajaiban dunia. 

Bagaimana Anda memulai semua gerakan ini?

Pendampingan pengakuan atas tanah dimulai pada Juni 2009 saat masyarakat Desa Pandumaan dan Sipituhuta di Humbang Hasundutan menuntut haknya atas lahan kemenyan di hutan yang kemudian ternyata merupakan kawasan hak pengelolaan hutan perusahaan pulp di Toba. Padahal warga telah mengusahaan tanaman kemenyan itu bergenerasi.

Rangkaian demonstrasi warga dan amuk massa karena perusakan lahan kemenyan masyarakat oleh perusahaan membuat delapan warga ditangkap dan lima orang masuk daftar pencarian saat itu. Puncaknya pada Februari 2013 sebanyak 36 orang ditahan oleh polisi. Terakhir 16 orang ditahan dan sisanya dilepas. Meskipun tekanan terus mendera, warga bersikukuh hutan kemenyan harus dikembalikan ke mereka karena itu warisan nenek moyang. Akhirnya, semua usaha membawa hasil. Pada 2016, Presiden Joko Widodo menyerahkan SK Pencadangan Hutan untuk warga.

Delima Silalahi (ke-4 dari kiri) mengunjungi lokasi perambahan dan penebangan Hutan Batangtoru Blok Timur di Dusun Aek Latong, Desa Marsada, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Jumat, 25 Mei 2023. Hutan Batangtoru merupakan habitat satwa endemik, Orangutan Tapanuli.

Sekaitan perihal isu lingkungan di Kabupaten Tapanuli Selatan, apa yang Anda dengar selama ini tentang kabupaten ini?

Selama saya berada di Amerika Serikat dalam rangka penerimaan Goldman Environmental Prize, kawan-kawan aktivis lingkungan selalu bertanya tentang Orangutan Tapanuli dan Hutan Batangtoru. Dua hal ini selalu mendapat perhatian lebih besar dibandingkan isu lingkungan yang ada di daerah lain. Pengetahuan saya tentang dua hal itu tidak seberapa, tapi kemudian saya mendengar kabar tentang PT Toba Pulp Lestari yang melakukan perusakan dan pembabatan kawasan Hutan Batangtoru yang merupakan habitat Orangutan Tapanuli. 

Berita ini membuat saya tersentak? Kenapa sampai terjadi pembiaran di Kabupaten Tapanuli Selatan. Semestinya, pemerintah daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan mensyukuri bahwa daerah ini masih memiliki kawasan hutan yang menjadi perhatian dunia, yakni Hutan Batangtoru. Bayangan orang tentang Hutan Batangtoru adalah hutan asli yang lebat, membuat Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi satu-satunya daerah di Provinsi Sumatra Utara yang kawasan hutannya sangat terjaga. 

Ditambah lagi keberadaan Orangutan Tapanuli sebagai hewan endemik di Hutan Batangtoru, banyak aktivis lingkungan di luar negeri yang tergerak untuk datang guna menjaga kelestariannya. Tapi, fakta yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan, ternyata kawasan Hutan Batangtoru yang merupakan habitat Orangutan Tapanuli itu sudah mengalami deforestrasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Apalagi kami mendengar salah satu pelaku deforestrasi adalah PT Toba Pulp Lestari.

Apa sebetulnya yang Anda harapkan dengan mengunjungi lokasi deforestrasi Hutan Batangtoru yang merupakan habitat Orangutan Tapanuli oleh PT Toba Pulp Lestari ini?

Kami dengar ada banyak aktivis lingkungan yang tergabung dalam non-goverment organization lokal maupun internasional yang berkutat dalam isu Hutan Batangtoru dan Orangutan Tapanuli. Tapi, kami heran kenapa isu deforestrasi Hutan Batangtoru oleh PT Toba Pulp Lestari untuk areal budidaya ekaliptus terkesan adem dan dibiarkan. Padahal, deforestrasi ini sudah terjadi sejak 2020 dan seharusnya pemerintah daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan sudah mengetahui persoalan ini.

Bukankah pemerintah daerah di mana-mana tak mau tahu persoalan hutan karena urusan hutan bukan lagi menjadi persoalan pemerintah kabupaten/kota?

Pemahaman seperti ini sangat keliru. Pemilik hutan sebetulnya adalah pemerintah daerah di kabupaten/kota. Jika kawasan hutan mengalami deforestrasi, yang dirugikan adalah masyarakat di kabupaetn/kota bersangkutan. Sebagai pemilik hutan, pemerintah daerah di kabupaten/kota punya hak untuk menjaga kelestarian lingkungan hutannya, setidaknya agar masyarakatnya tidak dirugikan.

Masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan tidak punya irisan dengan hutan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika hutan ditebangi perusahaan,masyarakat merasa hal itu bukan persoalan mereka. 

Masyarakat harus memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian hutan Rusaknya kawasan hutan berdampaki langsung terhadap kehidupan masyarakat. Saat ini terjadi pemanasan global akibat deforestrasi di mana-mana. Dampak lain, terjadi banjir. Bahkan, deforestrasi bisa menyebabkan matinya aliran sungai yang menjadi sumber mata air bersih atau pengairan bagi sawah irigasi yang menjadi mata pencaharian masyarakat. Cepat atau lambat, deforestrasi akan meruskan tatanan sosial masyarakat di sekitarnya.

Apa yang seharusnya dilakukan masyarakat untuk mencegah deforestrasi kawasan hutan oleh PT Toba Pulp Lestari? Masyarakat cenderung takut berhadap-hadapan langsung dengan perusahaan?

Tidak semua masyarakat seperti itu. Kami juga awalnya menduga masyarakat tak punya keberanian, atau masyarakat tak mau tahu soal deforestrasi kawasan hutan oleh PT Toba Pulp Lestari. Kenyataannya, masyarakat mengeluhkan dampaknya tetapi mereka tidk punya saluran resmi untuk menyampaikan keluhannya. 

Saya kira, di lingkungan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan ada banyak yang mengeluhkan deforestrasi yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari, tetapi sesama masyarakat saling menakut-nakuti akibat tidak adanya pihak lain yang mau mengadvokasi masyarakat. Artinya, masyarakat harus terus diingatkan bahwa deforestrasi itu bukan hanya berdampak jangka pendek, tetapi juga berdampak jangka panjang. Pada akhirnya, masyarakat yang akan dirugikan dalam banyak hal. Mulai dari penguasaan lahan sampai pada dampak kekeringan.

Untuk meyakinkan masyarakat, bukan pekerjaan yang bisa dilakukan dalam waktu singkat. Pengetahuan mereka tentang lingkungan harus selalu ditingkatkan. Pemahaman mereka tentang hak-hak masyarakat harus diperbaharui. 

Dalam kasus deforestrasi Hutan Batangtoru Blok Timur oleh PT Toba Pulp Lestari ini, kami mencatat keluhan muncul dari masyarakat yang lahannya direbut PT Toba Pulp Lestari untuk budidaya ekaliptus setelah membenturkan kelompok tani dengan pemilik lahan?

Itu pola yang biasa dilakukan PT Toba Pulp Lestari. Mereka mengadu masyarakat dan membangu nkesan seolah-olah mereka tidak terlibat di dalamnya. Setelah sesama masyarakat saling beradu, PT Toba Pulp Lestari akan muncul sebagai pengelolalahan untuk budidaya ekaliptus. Kami dengar di Kabaupaten Tapanuli Selatan ini PT Toba Pulp Lestari memanfaatkan kelompok tani sebagai pihak yang berhadap-hadapan dengan petani pemilik lahan. Persoalan seperti ini harus diluruskan. Setiap orang harus memahami, penguasaan atas lahan itu diatur dengan peraturan perundang-undnagan yang berlaku. Yang jelas, masyarakat jangan mau diadu domba. 

Yang terpenting, masyarakat harus bersatu. Perusahaan perusak hutan harus disingkirkan dari lingkungan kita. 

Tidak ada komentar

Beranda