.

Tak Jelas Pelanggaran yang Dituduhkan, Warga Singkuang Tetap Penuhi Panggilan Polisi

Budi Hutasuhut | Jurnalis Sinar Tabagsel

Meskipun 19 warganya dilaporkan ke Polres Madina,masyarakat Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, tetap melancarkan aksi menolak truk-truk PT Rendi Permata Raya memasuki kawasan pabrik crude palm oil (CPO) untuk membawa tandan buah segar (TBS). Terlihat saat masyarakat menyuruh sopir truk sawit pembawa TBS agar membalik arah.

Meskipun tak jelas pasal berapa atau tindak pidana apa yang telah dilanggar, namun warga Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, beretikat baik penuhi panggilan Polres Mandailing Natal. 

Senin pagi, 29 Mei 2023, Sapihuddin alias Buyung Umak mendatangi Markas Polres Mandailing Natal, bersama Tasri dan Bayhaki.  Ketiga orang itu pengurus Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama (KPHSB), di mana Sapihuddin menjadi ketua, dan dua lainnya adalah sekretaris dan bendahara. "Kami datang untuk memenuhi panggilan polisi," kata Sapihuddin kepada Sinar Tabagsel.

Beberapa hari lalu, Satuan Reserse Kriminal, Polres Madina, melayangkan surat panggilan kepada ketiganya agar hadir menemui petugas penyelidik pada Senin, 29 Mei 2023. Surat panggilan itu untuk menindaklanjuti Laporan Polisi Nomor: LP/B/115/V/2023/SPKT/POLRES MADINA/POLDA SUMUT tanggal 14 Mei 2023. 

Laporan yang dicatatkan pihak PT Rendi Permata Raya itu menyebut, Sapihuddin bersama 18 warga Desa Singkuang 1 pada Sabtu, 13 Mei 2023,  telah melakukan tindakan menutup jalan masuk dari dan menuju pabrik PT Rendi Permata Raya dengan karung berisi pasir.  

Tindakan menutup jalan itu dilakukan saat aksi unjuk rasa gelombang ke tiga. Aksi serupa, menutup pintu gerbang PT Rendi Permata Raya, juga dilakukan saat unjuk rasa gelombang pertama dan kedua yang dilancarkan petani plasma dan pengurus KPHSB selama Maret-April 2023 lalu. Bahkan, pada unjuk rasa di bulan April 2023, masyarakat menggelar tenda dan dapur umum di depan gerbang masuk PT Rendi Permata Raya sekaligus menghalau truk-truk sawit pembawa TBS milik perusahaan produsen CPO itu. Akibat aksi gelombang pertama dan kedua, pabrik CPO milik PT Rendi Permata Raya berhenti beroperasi.   

BACA: Diduga Tak Mau Penuhi Tuntutan Warga Singkuang, Puluhan Pengunjuk Rasa Dilaporkan ke Polres Madina

Didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Madina Yustisia, mereka kemudian menemui petugas penyelidik di Ruang Unit Lidik IV, Satreskrim, Polres Madina. Proses penyelidikan itu berlangsung lama, ada sembilan warga yang menjalani pemeriksaan. Sisanya, sebanyak 13 warga lainnya akan menjalani pemeriksaan di hari berikutnya. 

"Kami ditanyai perihal aksi masyarakat pada Sabtu, 13 Mei 2023, yang menyebabkan truk pembawa TBS milik PT Rendi Permata Raya tidak bisa masuk ke dalam lokasi pabrik CPO," kata Ali Isnandar, SH, MH, yang juga Ketua LBH Madina Yustisia, seusai penyelidikan.  

Ali Isnandar mengatakan, yang dilaporkan adalah Sapihuddin, Tasri, dan Bayhaki beserta 16 orang lainnya ikut dipanggil sebagai saksi. Pada Senin, 29 Mei 2023, ada sembilan orang yang menjalani pemeriksa di Polres Madina, sementara 13 lainnya menjalani pemeriksaan di hari berikutnya.

Materi pemeriksaan, kata dia, seputar dugaan tindak pidana pada peristiwa menutup atau memblokir jalan masuk ke PT. Rendi Permata Raya menggunakan beberapa karung goni berisikan pasir yang diletakkan di depan pintu gerbang dan diduga dilakukan langsung oleh Sapihuddin, Tasri, dan Bayhaki pada Sabtu, 13 Mei 2023 sekitar pukul 10.00 Wib. 

"Tuduhan terhadap Sapihuddin, Tasri, dan Bayhaki itu tidak dilakukan ketiganya," kata Ali sembari menjelaskan, saat massa aksi melakukan unjuk rasa dan menaruh karung goni berisi pasir di pintu gerbang PT Rendi Permata Raya, ketiganya sedang bernegoisasi dengan pihak perusahaan agar jangan mengeluarkan TBS sebelum adanya kejelasan mengenai tuntutan petani plasma. 

Namun, perusahaan tetap ngotot ingin mengeluarkan TBS karena terkait operasional perusahaan CPO itu. Spontan, massa aksi mengangkuti pasir dalam karung goni dan meletakkannya di depan portal milik perusahaan. Lantaran aksi itu, pihak PT Rendi Permata Raya melaporkan warga yang melakukan aksi. 

Tak Jelas 

Ali Isnandar, SH, MH, Ketua LBH Madina Yustisia, bersama warga Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Madina, mendatangi markas Polres Madina untuk memenuhi panggilan.

Ali Iskandar mengatakan, seharusnya tidak ada laporan polisi seandainya pihak PT Rendi Permata Raya memahami bahwa masyarakat yang sedang unjuk rasa itu sesungguhnya mitra usahanya. 

Sebagai mitra usaha, PT Rendi Permata Raya selayaknya menganyomi masyarakat dengan memenuhi tuntutan mereka selaku petani plasma.

Terkait soal dugaan tindak pelanggaran hukum yang disangkakan sehingga 19 warga Desa Singkuang dipanggil dan harus menjalani pemeriksaan, Ali Iskandar mengaku belum mengetahui pasal apa yang dilanggar oleh masyarakat. 

"Di dalam surat panggilan tidak ada disebutkan pasal berapa yang diduga dilanggar. Menurut Pasal 112 Ayat (1) KUHAP,  surat panggilan disampaikan dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas," kata Ali. 

Meskipun tidak ada penjelasan dari pihak Satreskrim, Polres Madina, Ali Iskandar tetap meminta mereka yang dipanggil beritikad baik memenuhi pemanggilan. 

"Kami sudah punya etikat baik.Kami berharap pihak kepolisian yang melakukan menyelidikan/penyidikan mampu melihat persoalan ini secara utuh dan tidak hanya melihat dari sisi hukum pidana saja. Ada persoalan hak masyarakat yang selama 18 tahun tidak diakomodir oleh perusahaan, sehingga menjadi penyebab adanya peristiwa kegaduhan di lapangan," katanya. 

Meskipun 19 warga dipanggil untuk menjalani penyelidikan oleh petugas di Satreskrim, Polres Madina, namun masyarakat Desa Singkuang 1 lain terus melancarkan aksi menolak truk-truk sawit pengangkut TBS milik PT Rendi Permata Raya memasuki kawasan pabrik CPO. Di jalan raya menuju pabrik, warga memaksa truk-truk pengangkut TBS yang hendak masuk kawasan pabrik agar memutar balik. 

Masyarakat melakukan hal itu karena menilai PT Rendi Permata Raya tidak beretikat baik untuk memenuhi tuntutan warga atas 20% lahan dari 3.741 hektare lahan perusahaan yang mendapat sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 77 tertanggal 10 Juli 2015, yang diterbitkan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mandailing Natal. 

Apa yang dituntut masyarakat itu adalah hak petani plasma yang merupakan amanat peraturan perundang-undangan yang sah. "Sudah 18 tahun masyarakat berjuang, tapi jawaban perusahaan justru warga kami dilaporkan ke polisi," kata Habibun Hasibuan, salah seorang warga Desa Singkuang 1. 


Tidak ada komentar

Beranda