Solusi Pemda Madina Tak Solutif

Saat konfrensi pers pada Rabu, 29 Maret 2023, Bupati Mandailing  Natal, HM Jafar Sukhairi Nasution, berkali-kali mengatakan persoalan yang mendera masyarakat Desa Singkuang I, Kecamatan  Muara Batang Gadis, tidak terjadi saat dirinya menjadi Kepala Daerah, tetapi merupakan persoalan lama yang tak kunjung selesai. 

Tentu saja pernyataan itu hanya mengulangi hal yang sudah diketahui secara umum, dan masyarakat Desa Singkuang I yang masih menggelar aksi unjuk rasa di depan portal gerbang PT Rendi Permata Raya tak menginginkan pernyataan seperti itu. Masyarakat hanya ingin kejelasan, apakah perusahaan perkebunan sawit yang tidak memenuhi kewajiban memberikan 20% dari lahan hak guna usaha (HGU) kepada petani plasma itu akan memenuhi tuntutan masyarakat atau tidak.

Bupati Sukhairi menegaskan, manajemen perusahan perkebunan sawit sudah bersedia memberikan 100 hekatare lahan untuk petani plasma yang merupakan warga Desa Singkuang I. Cuma, PT Rendi Permata Raya belum tahu di mana letak lahan yang 100 hektare tersebut. Tentu saja keputusan itu bukan keputusan yang menyenangkan bagi masyarakat. Pasalnya, jauh-jauh hari PT Rendi Permata Raya sudah menyanggupi akan memberikan lahan seluar 100 hektare yang terletak di Desa Singkuang II, tetapi masyarakat menolaknya.

BACA Aksi Unjuk Rasa Warga Singkuang I Terus Berlanjut

Lahan HGU yang dikuasai PT Rendi Permata Raya seluas 3.404,37 hektare. Jika jatah petani plasma 20% dari luas lahan HGU itu,  maka jatah petani plasma lebih 100 hektare. Dan, penolakan petani terhadap lahan seluas 100 hekatre itu sudah disampaikan kepada Bupati Sukhairi, tetapi justru solusi yang tidak solutif itu menjadi pilihan Kepala Daerah. Ini artinya, Pemda Madina tak punya daya tawar di hadapan PT Rendi Permata Raya. Kepala Daerah tidak mampu bernegosiasi dengan pihak perusahaan agar memenuhi amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebab itu, wajar saja jika masyarakat Desa Singkuang I kehilangan rasa percaya pada kemampuan Pemda Madina dalam mengayomi kepentingan masyarakat. Solusi ini pun menunjukkan bahwa masyarakat akan tetap menggelar aksi di gerbang PT Rendi Permata Raya, karena harapan kembali tidak terwujud. Solusi yang ditawarkan Bupati Sukhairi ini membenarkan tuduhan masyarakat bahwa Pemda Kabupaten Madina membiarkan masyarakat menggelar aksi. 

Padahal, ada solusi yang lebih bagus ditawarkan oleh Komisi II DPRD Madina, berupa rekomendasi kepada Bupati Sukhairi agar memberi sanksi tegas kepada PT Rendi Permata Raya jika tidak memenuhi kewajiban sesuai undang-undang yang berlaku. Rekomendasi itu lebih tegas, kentara kalau para wakil rakyat memahami apa yang menjadi unek-unek masyarakat konstituennya. 

BACAMasyarakat Singkuang I, Hidup Menunggu Ketidakpastian

Lagi pula, sebagai Kepala Daerah, Bupati Sukhairi mestinya punya kekuasaan untuk mendesak PT Rendi Permata Raya agar mengutamakan memenuhi hak rakyatnya. Tanpa memenuhi hak-hak rakyat, siapa pun tidak boleh beroperasi di Kabupaten Madina. Sayangnya, Bupati Sukhairi lebih mengikuti keinginan PT Rendi Permata Raya yang menawarkan lahan 100 hektare, lalu mengalihkan persoalan kepada siapa petani yang layak menerima jatah lahan 100 hektare itu.

Artinya, jika soal lahan 100 hekatre dipaksakan Bupati Sukhairi agar diterima masyarakat, maka solusi ini akan menimbulkan persoalan baru terkait pembagian lahan 100 hektare. Padahal, masalah pembagian bukan subtansi persoalan yang dipersoalan masyarakat Desa Singkuang I. Subtansi sebetulnya adalah PT Rendi Permata Raya tidak memenuhi hak-hak petani. Subtansi lain, karena tidak memenuhi hak-hak petani plasma, maka PT Rendi Permata Raya dengan sengaja telah melanggar peraturan perundangan-undangan. Di negara hukum, tidak boleh ada pihak yang dengan sengaja melanggar peraturan perundang-undangan.   

Sementara mengenai pembagian lahan, persoalan itu merupakan persoalan internal para petani plasma yang tergabung dalam Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama. Mereka punya mekanisme yang disepakati seluruh anggota tentang manajemen pengelolaan koperasi, dan siapa pun tidak bisa mengintervensi. Lahan 20% yang mmereka tuntut dari PT Rendi Permata Raya adalah hak petani, yakni mereka yang sudah mendirikan Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama. Koperasi itu dibentuk untuk memenuhi syarat agar bisa menerima lahan 20% untuk kemitraan opetani plasma sawit. 

Jadi, persoalan sesungguhnya bukan siapa petani yang berhak mendapatkan lahan kemitraan plasma sawit itu, tapi apakah PT Rendi Permata Raya mau memenuhi kewajibannya yang diamanatkan peraturan perundang-undangan.

alt gambar
Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes