.

Rusydi Nasution, Ekonomi Padang Sidimpuan Ditopang Perdagangan


Rusydi Nasution kelahiran Pasar Siborang, Kota Padang Sidimpuan, pada 5 Mei 1973, menghabiskan sebagian besar waktunya sebagai perantau di luar kota kelahirannya. Pelaku usaha di sektor perbankan ini, yang telah mengenyam runyamnya bisnis perbankan nasional,  sejak Pemilu 2019 lalu terpilih menjadi Wakil Ketua DPRD Kota Padang Sidimpuan dari Fraksi Partai Gerinda. 

Sebagai wakil rakyat di Kota Padang Sidimpuan,  anak dari pasangan H. Hasan Nasution - Hj. Zuraidah Nasution ini mengakui,  keluarganya masih di Jakarta sehingga fokusnya menjadi terbelah antara mengurus keluarga di Jakarta dengan mengurus masyarakat konstituen di Padang Sidimpuan. "Tahun ini saya akan pindah dan bawa keluarga ke Kota Padang Sidimpuan supaya lebih fokus memikirkan masyarakat konstituen," kata Rusydi Nasution kepada Budi Hutasuhut dari Sinar Tabagsel.

Bertemu di rumah Rusydi Nasution pada Minggu pagi, 12 Maret 2023, Sinar Tabgsel mengajaknya kombur (berbincang-bincang) tentang perspektifnya sebagai wakil rakyat di DPRD Kota Padang Sidimpuan, tentang penduduk asli Padang Sidimpuan yang lama merantau, dan kapasitasnya selaku pebisnis dalam melihat masa depan Kota Padang Sidimpuan. 

Berikut hasil kombur dengan Rusydi Nasution dituliskan oleh Budi Hutasuhut.

Sinar Tabagsel: Anda kelahiran Padang Sidimpuan, tapi lama meninggalkan kota kelahiran Anda. Lalu Anda pulang dan menjadi Wakil Ketua DPRD Kota Padang Sidimpuan. Tentunya Anda punya ekspektasi tertentu tentang Kota Padang Sidimpuan ini.

Saudara-saudara saya ada di sini. Keluarga besar saya ada di sini. Kota Padang Sidimpuan ini banyak melahirkan orang-orang besar, tetapi sayang kota ini tidak berkembang sebagaimana ekspektasi semua orang. Ini sebuah kota kecil, dalam sehari bisa ditelusuri dari ujung ke ujungnya, dan semua masyarakatnya saling mengenali antara satu dengan lainnya. Mestinya kota ini bisa lebih berkembang dari kondisi saat ini.

Kami pikir, kondisi Kota Padang Sidimpuan seperti ini  sudah berlangsung sejak lama, sejak menjadi daerah otonomi sudah tampak tidak ada peluang untuk berkembang lebih pesat.  Bukankah para pejabat pengambil kebijakan selalu mempersoalkan minimnya sumber daya alam di kota ini sehingga sulit mengembangkannya?

Ini harus diakui, sumber daya alam memang minim.  Tapi, kita bisa menciptakan alternatif dengan melakukan banyak inovasi untuk mengatasi minimnya sumber daya alam. Memang bukan pekerjaan yang mudah dan bisa langsung dinikmati. Ini pekerjaan sulit, tapi segala sesuatu harus berdasarkan data. Apa yang menjadi persoalan sesungguhnya di Kota Padang Sidimpuan dan apa keunggulan sebenarnya. Semua data kan sudah ada, hanya tinggal menganalisis dan mencari solusi dan menciptakan inovasi.

Tidak semua orang mengetahui data yang dimaksud. 

Kita ambil contoh dalam survei-survei ekonomi yang dilakukan lembaga seperti Biro Pusat Statistik atau Bank Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Padang Sidimpuan. Jika dilihat dari Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) Kota Padang Sidimpuan setiap tahun, apalagi dalam beberapa tahun terakhir, sektor usaha yang besar kontribusinya untuk pertumbuhan ekonomi adalah sektor perdagangan, jasa, pertanian, pendidikan, dan lain sebagainya. Hasil kajian itu penting sebagai pijakan awal untuk merumuskan strategi pembangunan daerah yang mampu mendorong agar sektor perdagangan dan jasa, misalnya, bisa lebih besar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.  

Sebagai contoh, kita tak melihat ada peluang kerja baru di Kota Padang Sidimpuan ini. Fenomena yang selalu tampak, tiap tahun ada orang yang pensiun sebagai tenaga kerja, kemudian ada upaya mencari penggantinya. Di luar tradisi tahunan itu, tidak ada kita dengar perekrutan tenaga kerja secara besar-besaran untuk mengatasi masalah tingginya jumlah lulusan sarjana.  Generasi muda lulusan perguruan tinggi kita, begitu lulus malah berpikir untuk meninggalkan Kota Padang Sidimpuan untuk mencari pekerjaan. Yang terjadi, sebuah tradisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Sarjana lulus dari perguruan tinggi di Kota Padang Sidimpuan ini berlimpah, dan kondisi ini seharusnya diimbangi dengan menciptakan peluang-peluang pekerjaan baru. 

Bukankah hal seperti ini menjadi domain pemerintah bersama legislatif untuk menyelesaikannya. Masyarakat sendiri sebetulnya sudah banyak berbuat. Sebagian besar unit usaha yang ada di Kota Padang Sidimpuan hari ini, baik yang sektor usaha mikro sampai usaha kecil dan menengah (UMKM), yang banyak menyerap tenaga kerja, bisa dibilang tumbuh dengan sendirinya tanpa fasilitas dari pemerintah daerah. 

Inilah yang sering menjadi persoalan, terutama terkait dengan regulasi dan kebijakan. Segala program kerja pemerintah daerah mengandalkan instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang nilainya sangat sedikit. APBD kita sangat minim. Selain itu, dalam kebijakan penganggaran, regulasi dari pemerintah pusat sudah jelas. Fiskal kita sangat rendah karena adanya pembatasan.  Misalnya, regulasi yang mengatur anggaran 20% dari APBD harus dialokasikan untuk pendidikan, 15% untuk kesehatan, dan lain sebagainya. Sisanya setelah kewajiban penganggaran itu  justru membuat pemerintah daerah tidak bisa berinovasi, sehingga instrumen APBD itu dikerjakan apa adanya. 

Legislatif kan punya wewenang untuk mengubahnya. Saat pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tiap tahun, bukankah DPRD Kota Padang Sidimpuan punya hak untuk mengintervensi pembiayaan program-program kerja pemerintah daerah. 

Secara undang-undang legislatif punya hak. Persoalannya bukan soal hak. Persoalan yang terjadi, DPRD Kota Padang Sidimpuan sendiri sering kesulitan sumber data. Saat membahas Rencana APBD setiap tahun, data yang diberikan oleh pemerintah daerah hanya berupa teks Rencana APBD yang begitu global. Dalam peraturan daerah (Perda) tentang APBD, misalnya, yang disampaikan hanya hitungan global tentang pendapatan dan belanja dalam setahun. 

Mestinya, legislatif saat membahasa Rencana APBD, membicarakan tentang detail setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah selama satu tahun anggaran yang mengandalkan instrumen pembiayaan APBD.  Semua dokumen tentang Rencana APBD itu seharusnya diserahkan pemerintah daerah kepada legislatif, mulai dari rencana kerja pemerintah daerah per organisasi pemerintah daerah (OPD) sampai rencana anggaran pembiayaannya (RAB). Dengan membahas alokasi anggaran pada tiap program kerja, legislatif akan bisa mengukur subtansi tiap program, sehingga kita bisa mengetahui kebermanfaatan (out come) setiap program tersebut. 

Selama ini, pemerintah daerah hanya memberikan data berupa Rencana APBD, dan legislatif disuruh membahasnya agar disetujui menjadi Perda APBD.  Cara seperti ini tidak akan berkualitas, karena yang diharapkan pemerintah daerah dari program yang dibiayai APBD itu bukan kebermanfaatan tetapi hasil akhirnya. Misalnya, program membangun infrastruktur jalan tidak lagi dilihat apakah manfaat jalan itu bagi masyarakat atau bagi pengembangan perekonomian daerah. Yang dilihat justru aspek bahwa Kota Padang Sidimpuan sudah membangun jalan dan itu berarti sudah melakukan pembangunan.

Seharusnya DPRD Kota Padang Sidimpuan menolak membahas Rencana APBD jika data yang diberikan pemerintah daerah sangat minim. Lalu, kenapa legislatif justru tetap mengesahkan APBD Kota Padang Sidimpuan setiap tahun meskipun tidak mendapatkan data yang berisi subtansi APBD itu? 

Inilah persoalannya. Kita berhadapan dengan dilema. APBD itu kan urat nadi pembangunan daerah. Jika DPRD menolak membahas dengan alasan tidak ada data atau informasi yang diberikan pemerintah daerah, APBD akan tertunda. Pada akhirnya, itu justru akan merugikan masyarakat. Daripada merugikan masyarakat, kita terima saja budaya yang sudah terbangun itu. 

Jangan-jangan wakil rakyat juga menyukai situasi seperti itu. Sudah menjadi pendapat umum, bukankah wakil rakyat juga menjadikan momentum pembahasan Rencana APBD itu untuk bersikap pragmatis. 

Kita tidak bisa menggeneralisasi seperti itu.  Semua orang pada akhirnya akan pragmatis jika situasi dan kondisi yang ada tidak berjalan sebagaimana peraturan perundang-undangan yang ada.  Sebab itu, seharusnya semua pihak berusaha untuk menjalan segala sesuatu sebagaiman peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat juga mengetahui peraturan perundang-undangan, mereka melihat apakah pemerintah dan legislatif menjalankan peraturan yang ada atau tidak. Jika tidak, bukan hal yang aneh bila masyarakat kehilangan kepercayaannya.

Hal seperti ini kan bisa diperbaiki.  Bagaimana komitmen DPRD Kota Padang Sidimpuan sendiri untuk memperbaiki kondisi seperti ini.

Sebagai bagian dari unsur pimpinan di DPRD Kota Padang Sidimpuan, kami juga resah dengan kondisi seperti ini. Apapun yang akan dilakukan, orang-orang sudah terbiasa berpikir pragmatis. Mereka hanya bertanya apa untung bagi dirinya, dan tidak berpikir jauh ke depan. Kita juga memaklumi kondisi ini. Misalnya kawan-kawan di DPRD Kota Padang Sidimpuan. Mereka sudah banyak mengeluarkan biaya untuk bisa menjadi wakil rakyat, sementara penghasilan seorang wakil rakyat kan tidak seberapa. Kita memakluminya. Tapi, setidaknya, tidak semua hal harus dilihat dari aspek pragmatis. Ada hal yang harus memikirkan jauh ke depan, terutama terkait bagaimana meningkatkan pembangunan di Kota Padang Sidimpuan.

Apakah ini berarti Kota Padang Sidimpuan ini menghadapi persoalan sumber daya manusia. Masyarakat juga melihat, dinamika pembangunan daerah yang terkesan stagnan di Kota Padang Sidimpuan ini dampak dari belum memadainya kualitas aparatur pemerintah daerah sekaligus wakil rakyat di DPRD Kota Padang Sidimpuan.

Semuanya tergantung masyarakat sendiri. Masyarakat kita harus mulai memilih wakil rakyat yang mampu memperjuangkan kepentingan mereka. Untuk eksekutif, juga tergantung masyarakat. Apakah pilihan masyarakat terhadap Kepala Daerah memang didasarkan pada program-priogram kerja atau hanya kepentingan pragmatis. 

Kita harus mengakui, masyarakat sangat pragmatis. Ini akan sangat menyulitkan dalam menggerakkan roda pembangunan daerah. Apapun yang dilakukan, masyarakat selalu akan bertanya apa keuntungannya dalam waktu singkat. Pembangunan tidak seperti itu, tidak untuk sesuatu yang instant, tetapi sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak dan untuk masa depan. 

Semua ini kan bisa dibenahi. Yang penting ada komitmen bersama.  

Tentu saja selalu ada cara untuk bisa membenahi, tapi ini tidak mudah. Meskipun begitu, usaha tetap harus dilakukan. Misalnya, kita benahi dulu apa yang bisa dibenahi. Saya melihat hal yang paling urgen dibenahi di Kota Padang Sidimpuan ini adalah penataan ruang. Kalau dari perspektif PDRB ternyata pertumbuhan ekonomi di Padang Sidimpuan merupakan kontribusi sektor perdagangan,   maka regulasi pemerintah harus difokuskan ke sana. 

Saya membayangkan di kota ini ada pembagian ruang yang jelas. Misalnya, ada lokasi khusus untuk pergudagangan seperti di kawasan jalan baru karena berada di luar wilayah pusat kota. Semua pergudangan dipusatkan di sana, tak boleh lagi ada di pusat kota. Dengan begitu, akan tumbuh sektor transportasi berupa angkutan barang dari pergudangan ke pusat pasar.  Sayangnya, itu tidak terjadi, penataan ruang tidak baik. Kita sering menemukan kendaraan besar dan over kapasitas masuk ke Pasar Sagumpal Bonang untuk menurunkan barang sehingga arus lalu lintas terganggu. 

Selain itu, kawasan bisnis juga perlu ditata sehingga tempat-tempat perdagangan bisa menarik minat calon pembeli dari berbagai kota di luar Padang Sidimpuan. Tidak kalah penting, Padang Sidimpuan ini harus punya kegiatan-kegiatan produktif dan inovatif  seperti festival-festival yang mampu menarik minat kedatangan pengunjung dari berbagai daerah di luar Padang Sidimpuan. 


Tidak ada komentar

Beranda