.

Sumut Menuntut Dana Bagi Hasil Sawit Lebih Banyak

Penulis: Juan Sitorus | Editor: Budi Hutasuhut


Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi, kembali menuntut dana bagi hasil (DBH) perkebunan yang lebih besar dan hal itu diakomodir dalam undang-undang. Pasalnya, apa yang diperoleh Sumut hanya 4% dari triliunan rupiah hasil yang diberikan Sumatra Utara untuk pemerintah pusat.  

"Sumut memberikan penghasilan Rp575 triliun untuk negara dari hasil perkebunan sawit. Namun, DBH perkebunan yang diterima tiap tahun berkisar  Rp24 triliun," kata Gubsu Edy saat Kunjungan Badan Legislasi DPR RI dalam rangka Sosialisasi Tahap I Program Legislasi Nasional RUU Prioritas tahun 2022 di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41, Medan, Senin (24/1).

Gubsu Edy menilai, besaran dana bagi hasil perkebunan itu harus ditingkatkan dan hal ini perlu diakomodir di dalam undang-undang. "Sumut selalu kekurangan anggaran untuk membangun infrastruktur/ Tiap tahun hanya dianggarkan Rp400 miliar, padahal Sumut memiliki jalan provinsi terpanjang di Indonesia sepanjang 3.000,5 km, dan biaya membangun 1 km jalan sekitar Rp5 miliar," kata Gubsu Edy.

Wakil Ketua DPRD Sumut, Harun Nasution, senada dengan Gubsu Edy Rahmayadi, mengharapkan DBH sawit untuk Sumut ke depan bisa lebih besar. Menurutnya, DBH sebesar 4% tidak bisa digunakan untuk merawat jalan.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Sumatra Utara, Musa Rajekshah, menemui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta pada Kamis (6/1) lalu. Dalam pertemuan itu, Wagubsu Musa mengusulkan dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. 

Sumut ingin agar UU itu pun mengatur bahwa daerah penghasil sawit  mendapatkan DBH dari pemerintah pusat. Dengan begitu, sebagai salah satu daerah penghasil, Sumut juga akan mendapatkan DBH sawit. 

Pendapatan DBH dari sektor ini sudah selayaknya didapatkan daerah penghasil, terutama sebagai pihak yang paling mengalami tekanan, mulai dari aspek lingkungan, sosial hingga ekonomi. 

"Kerusakan infrastruktur jalan akibat pengangkutan CPO dan lainnya. Tentu butuh biaya dalam penanggulangannya," kata Musa. 

Karena itu, jika usulan revisi ini diterima maka akan menunjang pembangunan infrastruktur dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang signifikan. Aspirasi mendapatkan DBH sawit sebenarnya sudah digaungkan sejak awal 2020. 

Ketika itu 21 daerah penghasil sawit di Indonesia menggelar rakor dan menyuarakan DBH Sawit dengan merevisi UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menilai daerahnya pantas menerima DBH dari Perkebunan Sawit karena memiliki sumber daya alam yang besar dari sektor ini. Pemprov Sumut mencatat total luas perkebunan sawit di wilayahnya mencapai 1,3 juta hektare. 

Dari luasan itu, sebanyak 66% di antaranya milik PT Perkebunan Nusantara dan sisanya milik swasta. Dengan luasan perkebunan sawit tersebut Sumut mampu mengekspor CPO hingga 3,6 juta ton setiap tahun. Namun, selama ini Sumut belum mendapat kontribusi secara langsung dari sumber daya alam tersebut. 

Menurut Gubsu Edy, penerimaan DBH sawit akan dapat menambah anggaran pembangunan daerah secara signifikan, khususnya infrastruktur jalan. Yang mana selama ini jalan raya menjadi infrastruktur paling terdampak dari kegiatan perkebunan, termasuk sawit. 

Berbagai upaya loby juga sudah beberapa kali dilakukan Sumut ke pemerintah pusat secara langsung, termasuk kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada pertengahan November tahu  lalu. Tahap fundemental dalam upaya mendapatkan DBH Sawit adalah dengan merevisi UU Nomor 33 Tahun 2004. *

Tidak ada komentar

Beranda