![]() |
Sutan Tinggi Barani semasa hidupnya menjadi tempat bertanya para mahasiswa terkait kebudayaan Batak. |
Sutan tinggi Barani Perkasa Alam Siregar, budayawan Batak dari Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel), meninggal dunia pada Senin, 11 Mei 2025 sekitar pukul 1`9.00 Wib, dalam usia 88 tahun.
Penulis: Dian MS Siregar | Editor: Budi Hutasuhut
Daerah-daerah yang ada di wilayah Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel), semua wilayah yang dulunya bagian dari Kabupaten Tapanuli Selatan, kehilangan salah seorang putra terbaiknya, Sutan tinggi Barani Perkasa Alam Siregar. Budayawan Batak yang telah menghasilkan puluhan buku ini, meninggal dalam usia 88 tahun dan dikebumikan di Sikoring-koring, Kota Padangsidimpuan.
Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam Siregar tak pernah lelah mencurahkan perhatian dan pemikirannya untuk melestarikan nilai-nilai budaya Batak. Puluhan buku telah ditulisnya sejak dekade 1970-an, sebagian besar karya itu menjadi bahan ajar di jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Sudah ratusan pula orang yang jadi sarjana, baik setelah meneliti karya-karyanya maupun setelah menjadikan buku-bukunya sebagai referensi dalam penulisan skripsi, disertasi, dan tesis.
"Saya banyak belajar tentang adat budaya Batak di wilayah Tabagsel dari karya-karya Sutan Tinggi Barani," kata Nelson Lumbantoruan dari Badan Pelaksana Otorita Danau Toba kepada Sinar Tabagsel. "Beliau sudah berumur. Semoga masih tetap berkarya."
Nelson Lumbantoruan yang bekerja di Badan Otorita Danau Toba ini mengaku, pernah mendapat pengetahuan terkait nilai-nilai Batak dari Sutan Tinggi Barani dalam acara di Balai Bahasa Sumatra Utara di Kota Medan. Pengetahuan dan pemahaman Sutan Tinggi Barani sangat luas, mirip seperti kamus pengetahuan tentang kebudayaan Batak.
Di tempat tinggalnya, di Kota Padangsidimpuan, tak banyak yang mengetahui keberadaan tokoh yang menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya untuk melestarikan nilai-nilai budaya Batak di Tabagsel itu. Para tetangganya hanya tahu, rumah kecil di wilayah Kayu Ombun itu sering didatangi para mahasiswa yang ingin bertanya tentang kebudayaan Batak. Dari sekian banyak orang yang datang, yang mengharapkan mendapat pengetahuan tentang warisan kebudayaan Batak, nyaris tidak ada yang mengapresiasi apa yang dilakukan Sutan Tinggi Barani.
Pemda Kota Padangsidimpuan pernah memakai buku karya Sutan Tinggi Barani untuk diterbitkan menjadi buku ajar muatan lokal. Lima buku yang ditulisnya, Aksara Batak Angkola Untuk SD kelas V, Partuturon Di Namardalihan Natolu untuk SD kelas VI, Naposo Bulung, Cerita Rakyat Kearifan Lokal Untuk SMP Kelas VII, Mengenal Upacara Adat Dan Tata Cara Upacara Adat untuk SMP Kelas VIII, dan Seni Budaya Angkola dan Mangkobar di Sidang Adat untuk SMP Kelas IX, diperuntukkan untuk buku ajar muatan lokal.
Buku karya Sutan Tinggi Barani ini diterbitkan bersama nama salah seorang akdemisi di UIN Sahada Padangsidimpuan, Dr. Zainal Hasibuan. Proyek buku ajar muatan lokal itu tidak bisa disebut sebagai bentuk apresiasi pemerintah daerah atas karya-karya Sutan Tinggi Barani. Akibatnya, prestasi yang telah ditorehkan Sutan Tinggi Barani tidak menginspirasi generasi muda untuk ikut melestarikan nilai-nilai budaya.
"Untuk apa melestarikan budaya. Sutan Tinggi Barani saja tak mendapatkan apresiasi dari pemerintah atas apa yang dilakukannya selama ini,' kata Serlina, seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Kota Padangsidimpuan.
COMMENTS