Keuangan pemerintah daerah mengalami defisit alias kekurangan dana. Banyak target pembiayaan pembangunan daerah yang tercantum dalam APBD 2024 tidak bisa dibayarkan. Honorer bekerja tanpa gaji, tunjangan ASN tidak dikasih.
Penulis: Sultoni Harahap | Editor: Budi Hutasuhut
Memasuki Desember 2024, para tenaga honorer di sejumlah organisasi pemerintah daerah (OPD) di Kota Padangsidimpuan gigit jari. Gaji yang mereka harapkan ternyata tidak jadi cair.
Bulan November 2024, gaji mereka tidak cair. Selama sebulan, mereka hidup dengan menumpuk hutang dengan rencana akan dilunasi jika gaji bulan Desember 2024 dicairkan.
Ternyata, bulan Desember 2024, harapan itu pupus. Gaji masih belum cair. Tidak ada penjelasan, kecuali rumor yang berkembang di antara para tenaga honor, bahwa keuangan Pemda Kota Padangsidimpuan sedang defisit. Kas pemerintah daerah kosong.
Kondisi ini tak hanya berdampak pada pengganjian tenaga honor di lingkungan birokrasi Pemda Kota Padangsidimpuan. Anggaran untuk TPP (tambahan penghasilan pegawai) yang dialokasikan dalam APBD 2024 untuk ASN (aparatur sipil negara), ternyata belum bisa dicairkan.
"Keuangan Pemda Kota Padangsidimpuan defisit," kata Ketua DPRD Kota Padangsidimpuan, Sri Fitrah Munawaroh, di hadapan massa yang menggelar aksi di kantor DPRD Kota Padangsidimpuan pada Senin, 16 Desember 2024. "Gaji honorer dan TPP ASN akan dibayarkan, saya sudah bicara dengan pemda."
Pernyataan Sri Fitriah Munnawaroh yang disampaikan secara terbuka, disiarkan secara luas melalui media sosial DPRD Kota Padangsidimpuan, seakan-akan defisit keuangan yang dialami Kota Padangsidimpuan bukan persoalan krusial.
Defisit keuangan alias kekurangan uang dalam kas daerah hingga tidak bisa membayar gaji dan TPP, merupakan problem pengelolaan keuangan daerah yang terjadi akibat tak sinergi antara rencana startegik dan rencana operasional dengan realisasi di lapangan.
Di dalam pengelolaan keuangan daerah, seharusnya semua kegiatan yang akan dibiayai sudah tertera dalam rencana startegik dan rencana operasional. Semua yang dilakukan dalam pembiayaan program-program tidak boleh keluar dari rencana strategik dan rencana operasional tersebut.
Dalam hal ini, Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kota Padangsidimpuan yang mengatur manajemen keuangan berdasarkan rencana strategik dan rencana operasional pemda.
Dari catatan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang diperoleh Sinar Tabagsel, menunjukkan selama ini persoalan terbesar dalam pengelolaan keuangan daerah di Kota Padangsidimpuan terkait rendahnya serapan anggaran yang dilakukan organisasi pemerintah daerah (OPD), terutama untuk kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh dana dekonsentrasi bidang khusus.
Rendahnya serapan ini akibat OPD tidak inovatif dalam menyusun program, sehingga dana-dana alokasi khusus per bidang tidak bisa dicairkan tepat waktu. Sejumlah OPD yang mendapat jatah DAK khusus bidang tertentu, selama tahun 2024, mengalami periode yang stagnan. Perubahan kepemimpinan dalam OPD salah satu faktor yang mempengaruhi.
Selain itu, jadwal penyerapan keuangan oleh OPD sering tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. OPD melakukan penyerapan anggaran tidak di awal tahun, sehingga berpengaruh pada pengolaan anggaran sekaligus berdampak terhadap kualitas hasil program kerja.
Kondisi ini harus disikapi DPRD Kota Padangsidimpuan dengan serius. Pembahasan KUA-PPAS yang diajukan Pemda Kota Padangsidimpuan kepada legislatif menjadi momentum penting. Tentu saja hal ini akan berhasil apabila DPRD Kota Padangsidimpuan di bawah kepemimpinan Sri Fitriah Munnawaroh mampu bekerja dengan baik.
Cuma, sangat disayangkan, Ketua DPRD Kota Padangsidimpuan yang berasal dari Partai Golkar ini, tidak cukup berpengalaman untuk mengatasi persoalan krusial tersebut.
Pasalnya, persoalan defisit dana di kas pemda ini merupakan imbas dari buruknya kinerja OPD di lingkungan Pemda Kota Padangsidimpuan. Sebab, sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) Kota Padangsidimpuan selama 2024 mengalami penurunan signifikan.
PAD sebagai salah satu sumber pendapatan dalam APBD 2024 tidak terealisasi sebagaimana target. Akibatnya, banyak program-program kerja pemda yang seharusnya dibayarkan, tidak bisa dibayarkan. Selain gaji honorer dan TPP ASN di lingkungan birokrasi pemerintah daerah, sejumlah rekanan pemda juga mengaku kesulitan mencairkan uang yang seharusnya menjadi hak mereka.
Pemda Kota Padangsidimpuan sendiri tampaknya tidak punya solusi, sebaliknya justru menutup-tutupi realitas kekurangan uang dalam kas ini kepada publik.
Kondisi ini berdampak terhadap dinamika Kota Padangsidimpuan pada tahun 2025 mendatang, di mana tidak akan lebih baik dari kondisi tahun 2024, meskipun sudah memiliki Kepala Daerah yang baru, dan sebelumnya memiliki deretan anggota legislatif yang relatif baru.
Realitas ini tidak secara gamblang disampaikan Pj. Wali Kota Padangsidimpuan, Timur Tumanggor, ketika menyampaikan rencana KUA-PPAS kepada DPRD Kota Padangsidimpuan pada Sidang Paripurna di gedung DPRD Kota Padangsidimpuan, Senin, 2 Desemeber 2024 lalu.
Di dalam KUA-PPAS, Pj. Wali Kota Padangsidimpuan merencanakan pendapatan daerah Rp895.137.428.774., terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Rp119. 458.173.108, atau naik dibandingkan rencana PAD 2024 sebesar Rp117.708.173.108. Selain itu, Transfer Pemerintah Pusat Rp725.318.628.200 dan transfer antardaerah atau bagi hasil Rp50.360.627.466.
Dalam APBD 2024, transfer dana pusat untuk Kota Padangsidimpuan sebesar Rp778.837.361.070. Transfer ini terdiri dari dana bagi hasil (DBH) Rp24.838.184.000, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp 514.135.311.00, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Rp 45.480.678.000, DAK Non-Fisik Rp97.998.255.000, dan Dana Desa Rp 32.312.666.000.
Berdasarkan salinan surat Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan No: S-116/PK/2024 tentang Penyampaian Rincian Alokasi Transfer ke Daerah TA 2025, disebutkan bahwa dana transfer umum 2025 untuk Kota Padangsidimpuan Rp560.011.323.000, Tapsel Rp972.249.225.000, Madina Rp980.703.008.000, Palas Rp593.788.472.000, dan Paluta Rp626.012.361.000.
Dana transfer Kota Padangsidimpuan bersumber dari DBH sebesar Rp32.013.203.000. DBH ini terdiri dari DBH Pajak berupa Pajak Penghasilan (PPH) Rp11.241.244.000 dan PBB (Pajak Bumi Bangunan) Rp3.131.569.000.
Selain itu, DBH SDA (sumber daya alam) kehutanan dalam bentuk IIUPH/PSDH Rp74.654.000. Kota Padangsidimpuan tidak memperoleh dana reboisasi hutan.
Kota Padangsidimpuan memperoleh DBH Migas RpRp12.079.000, DBH Minerba Rp13.872.502.000, DBH Perikanan Rp833.805.000, dan DBH Panasbumi Rp117.026.000. Ada juga DBH lain berupa perkebunan sawit sebesar Rp2.730.324.000.
Sementara Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Kota Padangsidimpuan pada 2025 sebesar Rp527.998.120.000, yang terdiri dari DAU tak ditentukan penggunaannya Rp404.359.565.000, dan DAU yang telah ditentukan penggunaannya seperti Pengganjian Formasi PPPK Rp2.062.946.000, Pendanaan Kelurahan Rp7.400.000.000, DAU Pendidikan Rp48.743.553, DAU Kesehatan Rp40.643.989.000, dan DAU Pekerjaan Umum Rp24.788.067.000.
COMMENTS