Debat tahap kedua pasangan calon Bupati Tapanuli Selatan menyasar ke persoalan konflik masyarakat dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Kedua calon kepala daerah sama-sama tidak punya solusi, sehingga persoalan yang kini mendera masyarakat di Kecamatan Sipirok dan Kecamatan Angkola Timur itu akan tetap menjadi persoalan krusial.
Hampir setahun lalu PT Toba Pulp Lestari (TPL) mengambil kembali lahan mereka yang sudah dikelola masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan. Aksi itu dilakukan dengan melibatkan alat berat, membuat masyarakat tak mampu mempertahankan hak mereka.
Buntutnya, masyarakat mengadukan PT TPL ke Polres Tapsel atas tuduhan merampasan aset rakyat. Ratusan pengaduan yang dicatatkan warga itu, tidak satu pun yang ditindaklanjuti pihak kepolisian. Sementara alat berat PT TPL terus menghancurkan lahan-lahan budidaya milik masyarakat.
Aksi penolakan oleh masyarakat atas ulah PT TPL merebak di Kecamatan Sipirok dan Kecamatan Angkola Timur. Sementara masyarakat terus melakukan perlawanan, PT TPL justru mengelola setiap jengkal lahan dengan menanami eukaliptus.
Ratusan hektare areal kebun eukaliptus yang baru bermunculan di lahan yang diakui masyarakat sebagai milik mereka. Pemda Tapanuli Selatan dan legislatoif di DPRD Tapanuli Selatan tidak bisa berbuat apapun untuk membela rakyatnya.
Kisah tentang konflik perebutan lahan antara PT TPL dengan masyarakat di Kecamatan Sipirok dan Kecamatan Angkola Timur inilah yang diungkit pasangan Dolly Putra Parlindungan Pasaribu-Parulian Nasution dalam salah satu sesi debat publik tahap kedua yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tapanuli Selatan di Santika Premiere Dyandra Hotel and Convention, Medan, Senin, 11 November 2024.
Dolly Pasaribu, calon Bupati Tapsel dari independen, mempertanyakan ke mana saja Gus Irawan Pasaribu selama konflik warga versus PT TPL itu terjadi. Sebagai anggota DPR RI, lanjut Dolly, seharusnya Gus Irawan Pasaribu punya solusi atas konflik lahan antara warga versus PT TPL tersebut.
Menangapi pertanyaan Doly Pasaribu yang bernada menggungat itu, Gus Irawan Pasaribu justru menekan kenapa Bupati Tapanuli Selatan justru menghilang dan menghindari ketika rakyat ingin digelar pertemuan dengan PT TPL. Gus Irawan kemudian menekannya, keberadaan investor seperti PT TPL di Kabupaten Tapanuli Selatan harus menguntungkan bagi rakyat.
"Untuk apa investor kalau tidak menguntungkan bagi masyarakat," katanya.
Perdebatan antara Dolly Pasaribu dengan Gus Irawan Pasaribu tidak menukik pada satu solusi yang orisinal dan urgentif terkait konflik tanah antara warga versus PT TPL. Kedua calon Bupati Tapanuli Selatan itu malah membangun kesan, bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan itu tidak akan bisa diselesaikan.
Sebab itu, siapa pun Bupati Tapanuli Selatan periode 2024-2029 nantinya, problem yang dihadapi masyarakat di Kecamatan Sipirok dan Kecamatan Angkola Timur tidak akan ada penyelesaiannya. Artinya, pihak PT TPL sebagai pihak yang mengantongi izin di lahan yang merupakan hutan negara itu, menjadi pihak yang paling diuntungkan secara hukum.
Dengan begitu, masyarakat yang kehilangan lahan, akan tetap kehilangan lahannya. Upaya mereka untuk memperjuangkan haknya tidak akan menemukan titik terang.
PT TPL—yang sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama--merupakan perusahaan produsen bubur kertas yang mengalami mengalami sedikitnya sembilan kali revisi. Revisi demi revisi atas perizinan perusahaan ini mengistimewakan TPL.
Setidaknya itulah kesimpulan dari laporan berjudul The Devil is in the Detail yang dirilis Koalisi Indonesia Memantau pada 20 Juni 2023. Koalisi ini merupakan kolaborasi fleksibel masyarakat sipil yang dalam laporan ini terdiri dari Auriga Nusantara, KSPPM Parapat, AMAN Tano Batak, HAKI Sumsel, YMKL, LPESM Riau, dan Green of Borneo (GOB).
Laporan tersebut disusun dengan menganalisis setiap izin revisi yang kemudian ditampalkan ( overlay ) dengan berbagai peta terkait, seperti kawasan hutan, penutupan lahan, dan tutupan kebun kayu dari tahun ke tahun.
Meskipun pada izin terbaru (2020) luas konsesi TPL adalah 167.912 hektare, namun secara agregat izin korporasi ini mencakup areal seluas 291.263 hektare. Dari angka luas ini seolah-olah izin terbaru merupakan perluasan dari lahan yang lebih luas sebelumnya, tetapi bila diterapkan lebih lanjut dalam rentetan revisi izin tersebut, ada area-area baru yang dimasukkan dalam izin revisi.
Izin TPL saat ini merupakan konsesi kebun kayu, atau dalam terminologi pemerintah disebut hutan tanaman. Izin awal perusahaan ini saat bernama PT Inti Indorayon Utama adalah hak pengusahaan hutan (HPH) atau penebangan selektif .
HPH hanya diperbolehkan menebang secara terbatas pohon-pohon yang sudah ditebang, kemudian diwajibkan menanam ulang atau memperkaya vegetasi di lahan bekas tebangannya.
Kewajiban ini tidak dibebankan pada TPL, tetapi malah diberi izin untuk menghabiskan seluruh vegetasi ( pembukaan lahan ) untuk kemudian menanaminya dengan kebun kayu monokultur demi memasok industri pulp yang juga dimiliki oleh pemilik yang sama dengan PT TPL.
Pada izin TPL terbaru terdapat area yang bukan hutan produksi, yakni di Area Penggunaan Lain (APL) seluas 22.033 hektar. Di APL ini terdeteksi kebun kayu seluas 2.360 hektare. Izin tersebut juga sebagian berada di Hutan Lindung, yakni seluas 11.232 hektar, yang mana terdapat kebun kayu seluas 3.660 hektar di dalamnya.
Analisis lebih dalam terhadap tutupan kebun kayu yang ada, terdapat 5.163 hektare yang berada di luar area izin terbaru namun masih dalam agregat izin TPL.
Namun, ada juga kebun kayu seluas 3.990 hektar yang sama sekali di luar agregat izin TPL. Dari kebun kayu di luar agregat izin ini, 1.215 berada di dalam kawasan hutan.
Posting Komentar