Home
Utama
Dolok Sibualbuali, Makin Tak Layak Jadi Cagar Alam
Dolok Sibualbuali, Makin Tak Layak Jadi Cagar Alam
By
Sinar Tabagsel
At
Senin, November 11, 2024
0
Cagar Alam Dolok Sibualbuali (CADS) kini babak-belur. Kawasan suaka alam bagi flora dan fauna ini mengalami kerusakan yang parah.
Dolok Sipirok dalam jejeran Bukit Barisan, memiliki ketinggian 1.200 – 1.700 m dpl, merupakan kawasan cagar alam yang luasnya 5.000 hektare. Sebagian besar wilayahnya berada di Kecamatan Sipirok, sebagian lainnya di wilayah Kecamatan Angkola Timur dan Kecamatan Marancar.
Kawasan ini rumah bagi ratusan flora dan fauna. Berbagai jenis hewan langka berhabitat di sini seperti orangutan tapanuli, harimau sumatra, siamang, kambing hutan, berbagai jenis burung, dan banyak lainnya. Belum lagi flora, seperti ragam anggrek hutan yang sebetulnya punya nilai ekonomi yang tinggi.
Selain sungai yang bersumber dari kawasan ini, yang mengalir ke pesawahan masyarakat di Kecamatan Sipirok, Angkola Timur, dan Marancar, banyak kekayaan Dolok Sibualbuali yang jadi berkah bagi masyarakat.
Tanaman aren, yang tumbuh liar dan sembarang, salah satunya kekayaan Dolok Sibualbuali. Pohon ini menjadi sumber mata pencaharian masyarakat yang diwariskan turun-temurun.
Penderes nira aren mengolah nira menjadi penghasil gula aren. Usaha tradisional ini dilakukan masyarakat selama puluhan tahun.
Masyarakat mencari pohon aren liar di dalam kawasan cagar alam dan menderesnya. Nira aren kemudian diolah menjadi gula aren. Keberadaan mereka di dalam kawasan cagar alam secara tidak langsung ikut menjaga kelestarian.
Berkah Dolok Sibualbuali itu belum seberapa. Pasalnya, masyarakat sejumlah desa yang berbatasan langsung dengan cagar alam, masih hidup tidak sejahtera. Keberadaan Dolok Sibualbuali sebagai cagar alam seharusnya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar sembari memperkuat usaha pelestariannya.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memperkuat kemitraan konservasi bersama masyarakat. Kemitraan konservasi salah satu bentuk perhutanan sosial yang melibatkan masyarakat sebagai mengelola sebagian wilayah Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan Suaka Alam.
Presiden Joko Widodo pernah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Dalam Pasal 6 Perpres, pemerintah menetapkan berbagai strategi percepatan perhutanan sosial. Mulai dari penentuan skala prioritas dalam pemberian akses legal, penanganan konflik tenurial (batas tanah) dalam kawasan hutan, dan penguatan mekanisme hingga percepatan pemberian persetujuan pengelolaan hutan.
Setelah Perpres itu berlaku, pemerintah menargetkan perhutanan sosial dapat mencapai 12 juta hektare pada 2030. Berdasarkan data yang ada, per tahun 2023, baru ada sekitar 5,5 juta ha kawasan hutan negara yang dialokasikan untuk perhutanan sosial, dan melibatkan sekitar 1,2 juta kepala keluarga.
Perhutanan sosial adalah program pemberian izin pengelolaan hutan negara kepada warga setempat, termasuk masyarakat adat. Bentuknya bisa melalui hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Program perhutanan sosial belum ditemukan di dalam kawasan Cagar Alam Dolok Sibualbuali. Meskipun begitu, sejak 2023 lalu, sudah banyak kawasan hutan yang dibabat. Pelakunya bukan masyarakat, melainkan oleh pengusaha yang mengaku mengantongi izin resmi dari pemerintah.
Truk-truk pembawa kayu bulat keluar dari kawasan Dolok Sibualbuali. Aksi itu berlangsung di hadapan masyarakat seperti yang terjadi di hadapan masyarakat Desa Bulumario, Kecamatan Sipirok. Masyarakat mengaku tidak tahu-menahu perihal kayu-kayu bulat yang keluar dari dalam kawasan Dolok Sibualbuali.
Berita Terkait
Posting Komentar