Mencari Gelanggang Debat Hingga ke Medan



Meskipun namanya debat terbuka, jangan harapkan terjadi perdebatan sebagaimana publik membayangkan ada pertarungan gagasan dan pemikiran. Tidak ada pertarungan gagasan, apalagi sampai menghasilkan inovasi. Yang ada hanya mempersoalkan hal-hal yang sudah diketahui publik.  Yang kemudian ditangkap publik, debat terbuka itu tidak produktif.


Debat terbuka hanya salah satu syarat yang harus diikuti para pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada serentak 2024. Syarat itu ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam produk hukumnya, sehingga setiap kandidat kepala daerah harus mengikutinya. Itu sebabnya, para kandidat kepala daerah tidak boleh absen, termasuk kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangsidimpuan.. 


KPU Kota Padangsidimpuan pasangan menggelar debat terbuka calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangsidimpuan pada 24 Oktober 2024. Debat terbuka perdana ini tidak digelar di Kota Padangsidimpuan, tetapi justru digelar  di Kota Medan, sekitar delapan jam perjalanan dari Kota Padangsidimpuan. Barangkali  KPU Padangsidimpuan meyakini, orang yang tinggal di Kota Medan yang akan memilih dalam Pilkada Kota Padangsidimpuan pada 27 November 2024 mendatang. 


KPU Padangsidimpuan bisa saja membuat penjelasan untuk membenarkan keputusan menggelar debat di Kota Medan. Misalnya, KPU Padangsidimpuan beralasan tidak ada tempat yang representatif di Kota Padangsidimpuan untuk menggelar debat terbuka. Atau, KPU Padangsidimpuan tidak mampu menggelar acara debat terbuka sehingga membutuhkan pihak ketiga selaku event organizer untuk mengemas acara ini, dan pihak ketiga itu hanya ada di Kota Medan. 


Itu memang perkara teknis, dan perkara itu menjadi kewenangan KPU Kota Padangsidimpuan. Cuma, kalau dilihat dari aspek yang subtansial bagi perekonomian di daerah, memindahkan debat publik ke Kota Medan sama saja dengan mengalihkan anggaran yang diambil dari APBD Kota Padangsidimpuan ke Kota Medan. Mestinya APBD Kota Padangsidimpuan "dihabiskan" untuk masyarakat Kota Padangsidimpuan. Setidaknya, uang beredar di Kota Padangsidimpuan ini akan bertambah, dan itu menguntungkan prekonomian daerah.


Itu satu sisi. Sisi lain, ternyata, tiga pasangan calon kepala daerah untuk Kota Padangsidimpuan itu menerima debat terbuka digelar di Kota Medan. Seandainya para calon kepala daerah menolak berdebat di Kota Medan, tentunya debat publik itu tidak digelar di Kota Medan. Tapi, para calon kepala daerah setuju, dan mereka membawa rombongan masing-masing ke Kota Medan. 


Sebagai calon kepala daerah, seharusnya mereka memahamkan, bahwa sekecil apapun nilai APBD yang dipergunakan,  pasti berdampak terhadap dinamika perekonomian daerah. Tentu, hanya calon kepala daerah yang baik dan mengetahui kebutuhan  masyarakat yang akan menolak debat terbuka di luar Kota Padangsidimpuan.


Mungkin para kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangsidimpuan itu tak tahu apa implikasi bila dana dalam APBD Kota Padangsidimpuan dipergunakan tidak di Kota Padangsidimpuan. Tentu saja mereka tahu, apalagi ada kandidat yang memasang tagline "APBD untuk Rakyat" dalam kampanyenya.  Itu artinya, kandidat ini sangat paham bahwa APBD dirumuskan untuk rakyat, tetapi implementasinya menegaskan tagline itu hanya sekadar iklan politik.

  

Bukan tagline itu saja yang terkesan sekadar iklan politik. Visi dan misi para kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangsidimpuan tampaknya sekadar iklan politik. Visi dan misi itu tak mampu dielaborasi saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemas para panelis dalam debat terbuka.  Ada kandidat kepala daerah yang menderita demam panggung. Akhirnya kehilangan kecerdasan artikulasi, sehingga jawaban yang diberikan atas pertanyaan tidak menukik ke subtabsial persoalan. Atau, mungkin, mereka sebetulnya tidak begitu memahami persoalan yang sedang dihadapi masyarakat?  


Pertanyaan-pertanyaan yang dikemas tim panelis, sebetulnya sudah lebih dahulu disampaikan kepada para calon kepala daerah. Sebelum debat terbuka, KPU Kota Padangsidimpuan sudah memberikan poin-poin yang akan diperdebatkan. Itu artinya, ketiga calon kepala daerah sudah diberi waktu untuk mempersiapkan diri lebih dahulu. Sangat disayangkan,  jawaban mereka saat debat terbuka, hanya mengulang-ulang apa yang sudah dipahami masyarakat.

 

Para calon kepala daerah, misalnya, memiliki gagasan dan pemikiran yang sama tentang sektor pertanian sebagai andalan pembangunan ekonomi di Kota Padangsidimpuan. Ada yang merasa yakin bahwa sektor ini akan membuat Kota Padangsidimpuan  berkembang pesat. Padahal, lahan pertanian saja mengalami pengurangan dari tahun ke tahun. Tempat budidaya itu, beralih fungsi menjadi tempat pemukiman.  


Bahkan, seandainya para kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangsidimpuan ini gemar membaca hasil survei Biro Pusat Statitik (BPS) terkait Pendapatan Domestik reginal Bruto (PDRB) Kota Padangsidimpuan, mereka tentu tahu sektor pertanian bukan lagi penyumbang terbesar. Kontribusi sektor ekonomi yang satu ini, kalah jauh dibandingkan sektor perdagangan dan jasa.  Itu artinya, Kota Padangsidimpuan ini tidak perlu lagi mengandalkan sektor pertanian, sehingga para kandidat kepala daerah perlu merumuskan gagasan tentang kemungkinan bagi Kota Padangsidimpuan menjadi "kota perdagangan dan jasa".


Mungkin mereka memang gugup sehingga jawabannya cenderung sama.  Kita tak menemukan gagasan orisinil dan inovatif.  Kita hanya menyaksikan tiga paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangsidimpuan sedang mencoba terlihat cerdas dan cergas.

alt gambar
Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes