Raja-raja adat marga Harahap di Kota Padang Sidimpuan, para tokoh Raja Panusunan Bulung yang menjadi representasi masyarakat adatnya, terpecah-pecah dalam pilkada serentak yang akan digelar November 2024 mendatang.
Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady K Harahap
Ketika Hapendi Harahap - Gempar Nauli Hamonangan Nasution mendaftarkan diri sebagai pasangan bakal calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Padang Sidimpuan periode 2024-2029 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Padang Sidimpuan, Kamis, 29 Agustus 2024, mereka tampil berpakaian adat Angkola untuk pengantin laki-laki. Beriring-iringan, berjalan kaki.
Sebuah truk colt bergerak perlahan di jalan raya, mendahului iring-iringan. Dari bak truk itu bergema suara gondang, ogung, dan suling, memancar lewat pelantang suara yang diputar dalam volume tinggi. Esembel musik tradisional yang biasanya dipergunakan dalam seremoni adat (horja adat) itu, mengalun mengikuti onang-onang (sastra lisan) yang mengisahkan riwayat pasangan bakal calon kepala daerah yang diusung PDIP, Demokrat, Nasdem, PAN, Perindo, dan Hanura itu.
Hapendi Harahap - Gempar Nauli Hamonangan Nasution berjalan kaki sekitar satu km dari posko mereka di jalan Kenanga menuju kantor KPU Padang Sidimpuan di Jalan Hasanuddin. Langkah kedua tokoh yang digadang-gadang akan memenangi kontestasi pilkada 2024 itu, begitu perlahan dalam balutan pakaian adat pengantin laki-laki masyarakat Angkola: memakai appu, kain bugis, dan di pinggang keduanya terselip masing-masing sepasang pisau.
Sejajar dengan keduanya, membentuk barisan yang memakan seluruh lebar Jalan Hasanuddin, tampak Raja Adat Marga Harahap dari Sabungan Julu, Siharang Karang, Pijor Koling, dan lain sebagainya. Mereka menjajari langkah Hapendi Harahap-Gempar Nauli Hamonangan Nasution. Kehadiran mereka membuat masyarakat menafsirkan bahwa raja-raja adat marga Harahap sedang menunjukkan sikap politiknya agar masyarakat adatnya mengikuti.
Di belakang barisan mereka, seseorang memegang payung kuning, mengenakan seragam memegang payung kuning. Di belakang pembawa payung adat, para pembawa bendera partai politik pendukung Hapendi Harahap-Gempar Nauli Hamonangan Nasution berbaris bersama kader-kader parpol tersebut.
"Kita mendukung Hapendi Harahap-Gempar Nauli Hamonangan Nasution," kata Basa Sahala Harahap gelar Sutan Enda Kumala dari Raja Harahap Pijorkoling kepada Budi Hutasuhut dari Sinar Tabagsel.
Raja-raja adat marga Harahap, dikesankan hanya mendukung satu pasangan calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Padang Sidimpuan dengan cara mengantarkan masyarakat adatnya yang bermarga Harahap, Hapendi Harahap, untuk mendaftarkan diri sebagai pemimpin di Kota Padang Sidimpuan. Namun, ternyata, para raja adat marga Harahap ini, sebagai representasi masyarakat adatnya, hanya mengantar sampai di luar pagar KPU Padang Sidimpuan. Mereka tak mendapat tempat di dalam kegiatan pendaftaran calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Padang Sidimpuan periode 2024-2029. Hanya pengurus parpol pendukung Hapendi Harahap-Gempar Nauli Hamonangan Nasution yang bisa masuk.
Selesai acara pendaftaran di KPU Padang Sidimpuan, Hapendi Harahap-Gempar Nauli Hamonangan Nasution melanjutkan kegiatan menunjukkan kekuatan (show of force) dengan menggelar pawai ke pusat Kota Padang Sidimpuan menaiki sadu. Hapendi Harahap didampingi oleh keluarganya, yang mengenakan kebaya warna merah dan bulang (hiasan kepala untuk pengantin perempuan). Kondisi serupa juga tampak pada Gempar Nauli Hamonangan Nasution, naik sadu ditemani pasangannya yang mengenakan bulang.
Tentu saja penggunaan barang-barang adat penmgantin masyarakat Angkola ini sudah seiizin dari raja adat. Basa Sahala Harahap gelar Sutan Enda Kumala mengatakan, para raja adat sudah mendapat restu dari Raja Adat Marga Harahap Losung Batu sebagai pemilik wilayah di sekitar lokasi KPU Padang Sidimpuan. Katanya, mengenai rencana mendampingi Hapendi Harahap-Gempar Nauli Hamonangan Nasution mendaftarkan diri ke KPU Padang Sidimpuan, sudah dibicarakan lebih dahulu dengan Raja Adat Losung Batu.
Ketika Sinar Tabagsel mencoba menghubungi Raja Adat Losung Baru, Sutan Raja Parhimpunan Harahap, nomor telepon yang bersangkutan tidak aktif. Namun, di dalam kegiatan para raja adat marga Harahap yang mendampingi pasangan Wali Kota-Wakil Wali Kota Padang Sidimpuan, Hapendi Harahap-Gempar Nauli Hamonangan Nasution, tidak terlihat Sutan Raja Parhimpunan Harahap mewakili Raja Adat Marga harahap Losung Batu.
10 Raja Adat Marga harahap
Dari sejumlah literatur disebutkan, Kota Padang Sidimpuan merupakan wilayah haluatan (kekuasaan adat) masyarakat marga Harahap, di mana pemimpin adat ini disebut Raja Panusunan Bulung.
Ada 10 raja masyarakat adat marga Harahap di Kota Padang Sidimpuan, yakni Raja Harahap Hutaimbaru, Raja Harahap Sabungan Julu, Raja Harahap Losung Batu, Raja Harahap Batunadua, Raja Harahap Siharang Karang, Raja Harahap Sidakkal, Raja Harahap Panyanggar, Raja Harahap Batang Ayumi, Raja Harahap Mompang, dan Raja Harahap Pijorkoling.
Kesepuluh raja masyarakat adat marga Harahap ini menjadi representasi adat di wilayah masing-masing. Kekuasaan raja adat saat ini hanya berlaku dalam kegiatan adat istiadat, meskipun seharusnya raja-raja adat ini memiliki peran yang lebih besar dalam memainkan dinamika sosial di lingkungan adatnya masing-masing. Pasalnya, raja-raja adat adalah pimpinan dari masyarakat adatnya, sementara sebagian besar masyarakat di Kota Padang Sidimpuan merupakan masyarakat adat.
Dibandingkan kota-kota lain di Provinsi Sumatra Utara, Padang Sidimpuan lebih dahulu menjadi kota yang berkembang sebagai pusat pemerintahan Keresiden Tapanuli 1885-1905. Kota kecil yang wilayahnya ada di dalam Luat Angkola -- bonabulu masyarakat marga Harahap—ini, seluruh warganya berada dalam satu kesatuan masyarakat marga yang diikat dengan Dalihan Na Tolu.
Pada awalnya, masyarakat marga Harahap menikahi boru marga Nasution, dan anak gadis marga Harahap menikah dengan marga Siregar. Ikatan Dalihan na Tolu di kota kecil ini berpusar pada tiga marga ini: Harahap, Nasution, dan Siregar. Harahap sebagai kahanggi (dongan tubu) dengan Nasution sebagai mora, dan Siregar sebagai anak boru. Ikatan Dalihan Na Tolu inilah yang berperan penting membangun Kota Padang Sidimpuan.
Padang Sidimpuan ini lebih dahulu menerima moderenisasi lewat pendidikan formal, baik di Sekolah Rakyat (SR) atau dalam bahasa lokal disebut “sikola metmet” maupun Kweekschool Padang Sidimpuan yang disebut “sikola raja”. Mulai tahun 1870-an, anak-anak dari keluarga Dalihan Na Tolu di Kota Padang Sidimpuan ini – terutama keluarga para Raja Panusunan Bulung – mendapat prioritas untuk sekolah.
Moderenisasi pertama di Kota Padang Sidimpuan berupa pengenalan huruf Latin atau disebut “huruf Bolando”, yang berpengaruh pada menghilangnya pemakaian huruf Batak dalam aktivitas keseharian masyarakat. Kondisi ini mengubah kebiasaan-kebiasaan baru masyarakat, dan semakin mengubah pola pikir masyarakat ketika huruf-huruf Latin dipergunakan sebagai alat menyampaikan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan membuat nilai-nilai adat budaya jadi tersingkir. Salah satunya, ikatan Dalihan Na Tolu di Kota Padang Sidimpuan tidak lagi lestari, di mana posisi raja-raja adat semakin berkurang porsinya dalam kehidupan sehari-hari.
Raja-raja adat tidak lagi dipertahankan karena generasi muda terdidik dari Padang Sidimpuan, produk lembaga pendidikan formal kolonial, terutama “sikola metmet”, banyak yang diterima di maskapai-maskapai perkebunan milik orang Eropa, baik yang ada di Batangtoru maupun di Deli Serdang dan sekitarnya. Mereka menempati posisi tinggi, bagian dari manajemen dan administrasi perusahaan.
Sementara alumni “sikola raja”, sekolah eksklusif yang dipimpim Charles Adriaan van Ophuijsen, mendapat tanggung jawab besar sebagai wakil Pemerintah Hindia Belanda untuk mengembangkan dunia pendidikan dalam semangat politik balas jasa.
Anak-anak didik Ophuijsen, kelak, menjadi generasi muda Padang Sidimpuan yang bersentuhan dengan aktivitas penerbitan surat kabar dan buku. Mereka menjadi agent Belanda sejak abad ke-XIX untuk menguasai pengetahuan rakyat jajahan, membuat masyarakat pribumi menjadi manusia modern yang berpengetahuan luas. Mereka kemudian menjadi sosok yang menawarkan gagasan lewat tulisan, lewat surat kabar yang mereka terbitkan, dan kemudian dimusuhi Belanda karena gagasan-gagasannya mampu membangkitkan nasionalisme.
Sebut saja Dja Endar Moeda Harahap, anak didik Ophuijsen, generasi muda yang merupakan keturunan Raja Panusunan Bulung di Batunadua. Ia leluhur industri pers, memutuskan berhenti jadi guru di Padang demi menjadi pengusaha pers. Tulisan-tulisannya tajam, menentang kolonialisme karena kurang memperhatikan nasib masyarakat adat.
Adat Hanya Hiasan
Sosok para tokoh adat di masa lalu yang menentang kolonialisme Belanda, sulit ditemukan pada zaman sekarang. Momentum Pilkada serentak seharusnya dipergunakan oleh para raja adat marga Harahap di Kota Padang Sidimpuan untuk mengkonsolidasikan seluruh masyarakat marganya guna mendorong Pilkada Kota Padang Sidimpuan yang lebih berkualitas.
Tiga pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang Sidimpuan periode 2024-2029 telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), mestinya mendapat perhatian yang sama dari para raja adat marga Harahap. Mereka harus memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan politiknya dengan cara meningkatkan pengetahuan masyarakat adat tentang pentingnya demokrasi dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
Ketiga pasangan yang sudah mendaftar di KPU Padang Sidimpuan merupakan representasi dari partai politik yang memiliki kursi di DPRD Kota Padang Sidimpuan hasil pemilu legislatif 2024, bukan representasi dari masyarakat adat yang ada di Padang Sidimpuan. Meskipun, ketiga pasangan saat mendaftar sama-sama memanfaatkan pesona adat-istiadat, baik sekadar menggunakan pakaian adat maupun taria-tarian. Setidaknya, raja-raja adat paham bahwa mereka tidak punya suara untuk mengusulkan calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Padang Sidimpuan, tapi punya kekuatan untuk menguatkan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat adatnya dalam memilih calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Padang Sidimpuan.
Dengan kata lain, peran raja-raja adat dalam Pilkada Kota Padang Sidimpuan bukan mengantarkan calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Padang Sidimpuan untuk mendaftar ke KPU Padang Sidimpuan, tetapi mempersiapkan masyarakat adatnya agar menjadi warga yang lebih paham tentang demokrasi. Tentu saja upaya membuat masyarakat menjadi paham makna demokrasi hanya bisa dilakukan apabila raja-raja adat menunjukkan bahwa mereka juga paham demokrasi.
Raja-raja adat seharusnya mendorong siapa saja yang ingin menjadi Wali Kota-Wakil Wali Kota Padang Sidimpuan periode 2024-2029. Mereka hanya perlu memastikan, bahwa masyarakat adatnya harus memilih yang terbaik dari pasangan yang mencalonkan diri.
Selain Hapendi Harahap-Gempar Nauli Hamonangan Nasution, masih ada dua pasangan lagi: Lentan Dalimunte-Harry Pahlevi yang diusung Partai Gerindra, PKB, PKS, dan PBB di Padang Sidimpuan. Satu lagi, Efendi Nasution-Ali Muda Siregar yang diusung Partai Golkar.
Posting Komentar