![]() |
Ketua LBH Madina Yustisia Ali Isnandar, SH., MH |
Aksi mengintimidasi wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik kembali terjadi. Kali ini mendera Agus Salim Hasibuan, jurnalis yang bekerja untuk StartNews co.id. di Kabupaten Mandailing Natal.
Penulis: Hady Kurniawan Harahap | Editor: Budi P Hutasuhut
Sabtu, 10 Agustus 2024, Agus Salim kaget menerim pesan What App dan voice note di telepon genggamnya dari seseorang berinisial P. Warga Aek Garingging, Desa Dalan Lidang, Kecamatan Linggabayu, Kabupaten Mandailing Natal, itu mengancam mengerahkan massa untuk mencari Agus Salim. P juga mengatakan, dia tidak takut pada siapa pun karena dia punya backing di Polres Madina.
Mendapat ancaman seperti itu, Agus Salim melaporkan intimidasi dan ancaman itu kepada Kasi Humas Polres Madina, Ipda Bagus Seto. "Mereka keberatan atas pemberitaan SPBU 15229022 Linggabayu yang menjual bahan bakar jenis Pertalit secara ketengan (jirigen) di atas harga eceran tertinggi (HET)," kata Agus Salim.
Sebelumnya, Agus Salim memberitakan perihal ulah pengelola SPBU 15229022 Linggabayu yang menjual bahan bakar subsidi jenis Pertalit kepada konsumen menggunakan jerigen. Selain itu, harga jual Pertalit itu melampaui harga eceran tertinggi yang ditentukan pemerintah untuk bahan bakar subsidi.
Menanggapi teror yang diterima Agus Salim, Ketua LBH Madina Yustisia Ali Isnandar, SH., MH mendesak agar pihak kepolisian bertindak cepat untuk mewaspadai adanya kemungkinan tindakan main hakim sendiri dari kelompok-kelompok tertentu.
Ali menegaskan, profesi seorang Jurnalis dilindungi oleh UU PERS No. 40 Tahun 1999, dan mereka bebas dari intimadasi, ancaman, serta tindakan-tindakan yang mengarah pada terhalangnya kemerdekaan pers.
"Jangankan intimidasi, menghalangi pekerjaan wartawan bisa terkena delik pers Pasal 18 ayat (1) UU Pers di mana menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta," katanya.
Sebab itu, kata Ali, kepolsian harus memastikan apa motif dari pesan WhatsApp tersebut, jika benar di lapangan ada kelompok masyarakat yang berniat ingin mendatangi rumah jurnalis dimaksud, sebaiknya dicegah jika perlu digagalkan dengan paksa.
"Tindakan main hakim sendiri (street justice) tidak ada dasar hukumnya," katanya.
LBH Madina Yustisia juga meminta kepada semua masyarakat agar menahan diri dari tindakan yang bersifat melanggar hukum serta merugikan diri sendiri dan keluarga. "Tidak ada seorang pun yang kebal dari jerat hukum. Jangan pernah mencoba-coba untuk melanggar hukum dengan alasan apapun," katanya.
Ketua PWI Tabagsel, Kodir Pohan, mengatakan tindak intimidasi dan teror terhadap wartawan yang sedang bekerja itu harus dihindarkan. "Jika ada pihak-pihak yang merasa tersinggung dan dirugikan akibat pemberitaan media, ada mekanisme yang bisa ditempuh," katanya.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers diakomodir, masyarakat yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers bisa mengajukan hak koreksi, di mana masyarakat punya hak mengkoreksi isi pemberitaan agar redaksionalnya dirtubah sesuai fakta yang sesungguhnya.
"Kalau hak koreksi tidak cukup, masyarakat juga punya hak jawab untuk menuntut pihak pengelola media agar memberikan porsi yang sama untuk membantah isi pemberitaan," katanya.
Baik Ketua PWI Tabagsel, Kodir Pohan, maupun Ketua LBH Madina Yustisia Ali Isnandar, SH., MH menegaskan, bila ternyata pemberitaan pers sudah sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan mereka melakukan fungsi kontrolnya, masyarakat seharusnya mengapresiasi berita tersebut secara positif.
"Masyarakat harus mengapresiasi hasil kerja wartawan," kata Kodir Pohan.
Posting Komentar