Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Hady K. Harahap
Realisasi Dana Desa (DD) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Kota Padang Sidimpuan, dari tahun ke tahun hanya mentok pada angka di bawah Rp30 miliar padahal jumlah desa di "Kota Salak" ini sebanyak 42 desa.
Dana Desa, yang diinisiasi pemerintah sejak era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai sumber pendapatan desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat, realisasi tidak signifikan untuk mendinamisasi pembangunan desa-desa yang ada di Kota Padangh Sidimpuan. Keberadaan Dana Desa ini bukannya meningkatkan kualitas pembangunan desa, sebaliknya justru menimbulkan persoalan-persoalan krusial di lingkungan masyarakat desa.
Berdasarkan aplikasi PRR2Sumut yang dikelola Biro Administrasi Pembangunan, Sekretaris Daerah Provinsi Sumatra Utara, dana desa yang diterima desa-desa di Kota Padang Sidimpuan sejak UU Nomor 16 Tahun 2014 tentang Desa diberlakukan, ternyata tidak pernah sampai 100%. Bahkan, realisasi dana desa dalam struktur anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Padang Sidimpuan tahun 2023, hanya terealisasi sebesar Rp24.9miliar sampai 29 Desember 2023 atau sekitar 76,69 %.
Dari informasi yang diperoleh Sinar Tabagsel di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kota Padang Sidimpuan, minimnya realisasi pencairan Dana Desa terjadi akibat para kepala desa tidak terliterasi perihal pembuatan laporan pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa sebagaimana tergambar dalam stutur Anggaran pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Pencairan Dana Desa sesuai peraturan perundang-undangan berdasarkan termin per triwulan, di mana setiap penggunaan Dana Desa per triwulan harus dipertanggungjawabkan agar tahapan pencarian Dana Desa berikutnya bisa lancar.
Penyaluran Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dilakukan dalam tiga tahap: tahap 1 April sebesar 40%, tahap 2 Agustus sebesar 40%, dan tahap 3 pada Oktober sebesar 20%. Pencairan Dana Desa dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD) dilakukan setelah Kepala Dersa menyampaikan APBDes kepada Wali Kota Padang Sidimpuan setiap pada bulan Maret.
Sejumlah kepala desa yang ditemui jurnalis media ini mengakui, proses itu tidak selalu berjalan sesuai jadwal yang ada pada peraturan perundang-undangan. Selain faktor pengetahuan para Kepala Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sangat minim, pembuat laporan pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa dalam APBDes pun sangat rendah.
"Kami sangat kepada aparat pemerintah di Dinas PMD dan pendamping desa," kata salah seorang kepala desa yang menolak disebutkan namanya.
Ketika ditanya tentang bimbingan teknis yang mereka dapatkan, para kepala desa mengaku selalu mengikuti berbagai bimbingan teknis setiap tahun anggaran, tetapi daya serap dan daya tangkap mereka sangat lemah. Bahkan, para kepala desa acap mengikuti bimbingan teknis terkait hal-hal yang tidak bisa dimanfaatkan di lingkungan perdesaan.
Beberapa kepala desa di Kota Padang Sidimpuan mengaku menyerahkan urusan administrasi dan penataan serta membuat laporan pertanggung jawaban kepada pihak eksternal, dan untuk jasa pembuatan laporan pertanggung jawabn itu mereka harus mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit. Meskipun begitu, laporan pertanggung jawaban penggunaan Dana Desa masih sering terlambat, sehingga percairan Dana Desa tahap berikutnya mengalami keterlambatan.
Manajemen pengelolaan Dana Desa di tiap desa di Kota Padang Sidimpuan tidak maksimal dari tahun ke tahun, dikhawatirkan ketidakjelasan manajemen ini berdampak terhadap realisasi penggunaan Dana Desa menjadi menyimpang dari apa yang ada pada APBDes. Para kepala desa mengaku, tingkat pemahaman dan penguasaan mereka terhadapn penyusunan APBDes masih minim, karena struktur APBDes itu lebih banyak diserahkan kepada pihak eksternal.
Sebab itu, para kepala desa mengaku, keterlambatan pembuatan laporan pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa dalam APBDes, berdampak terhadap keterlambatan pencairan Dana Desa per triwulan. Akibat keterlambatan pencairan itu membuat realiasasi berbagai program pembangunan desa yang ada dalam APBDes tak berjalan sesuai target waktu yang direncanakan. Kondisi ini berdampak pada realisasi Dana Desa se-Kota Padang Sidimpuan, di mana setiap tahun Dana Desa itu tidak pernah mencapai 100 %.
Anggaran Dana Desa
Dampak keterlambatan pencairan tahapan Dana Desa, para kepala desa mengakui, berpengaruh terhadap pencairan Anggaran Dana Desa (ADD). ADD merupakan alokasi dana pendukung Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Padang Sidimpuan.
Besaran jumlah ADD dalam APOBD sekitar 10% dari Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima Kota Padang Sidimpuan setiap tahun. Tahun 2024, DAU dan DBH Kota Padang Sidimpuan senilai p538.973.495.000, sehingga ADD yang dialokasikan ke dalam APBD sebesar Rp53.897.349.000, atau sebesar Rp1,2 miliar per desa.
Penggunaan ADD tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2019 Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 yang mengatur tentang Siltap dan Tunjangan Perbekel dan Perangkat Desa dibiayai dari sumber dana Alokasi Dana Desa. Keterlambatan ADD menyebabkan para kepala desa beserta staf di desa tidak mendapatkan gaji bulanan, sehingga aktivitas dan kegiatan mendinbamisasikan pembangunan di desa menjadi terhambat. Berdasarkan data Indeks Desa Membangun (IDM) di Kemendesa menunjukkan, dari 42 desa di Kota Padang Sidimpuan, 8 status sebagai desa berkembang, satu desa berstatus sangat tertinggal, dan 33 desa lainnya berstatus tertinggal.
Kondisi ini menunjukkan, Dana Desa yang diperoleh sejak 2014 belum berkontribusi positif terhadap peningkatan pembangunan desa di Kota padang Sidimpuan. Sebaliknya, Dana Desa yang diperoleh setiap tahun justru menimbulkan persoalan sosial yang krusial, di antaranya terjadi konflik antarwarga desa sebagai bias dari demokrasi di tingkat desa yang tidak berjalan dengan baik. Selain itu, Dana Desa juga menyebabkan terjadinya pergesewran korupsi di tingkat desa.
Kejaksaan negeri Kota Padang Sidimpuan sejak bulan Juni 2024 lalu sedang giat melakukan penyelidikan atas korupsi Anggaran Dana Desa tahun 2023 bernilai miliaran rupiah dengan memanggil para kepala desa. Pemanggilan ini membuat citra para kepala desa menjadi buruk di mata masyarakatnya, seakan-akan mereka yang menghabiskan ADD tersebut.
Seorang kepala desa di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara berkali-kali dipanggil menghadap penyidik di Kejaksaan Negeri Padang Sidimpuan sejak bulan Juni 2024 lalu. Laki-laki paruh baya yang menolak disebutkan namanya, itu mengaku ditanyai penyedik perihal Anggaran Dana Desa yang bersumber dari APBD Kota Padang Sidimpuan. Ia mengaku capek dan letih menghadapi pemanggilan itu, dan menjawab pertanyaan yang berputar-putar perihal ke mana dan bagaimana dana ADD dikelola.
ADD adalah anggaran yang dikeluarkan Pemda Kota Padang Sidimpuan dari APBD sebagai pendamping Dana Desa yang dikeluarkan pemerintah pusat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, ADD dikeluarkan Pemda Kota Padang Sidimpuan untuk penghasilan tetap bagi kepala desa, sekretaris sesa, dan perangkat desa.
Dana ADD adalah anggaran yang dikeluarkan Pemda Kota Padang Sidimpuan dari APBD sebagai pendamping Dana Desa yang dikeluarkan pemerintah pusat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, ADD dikeluarkan Pemda Kota Padang Sidimpuan untuk penghasilan tetap bagi kepala desa, sekretaris sesa, dan perangkat desa.
"Kami hanya menerima apa yang diberikan Pemda Kota Padang Sidimpuan," katanya, sambil menyinggung dalam APBD Kota Padang Sidimpuan tahun 2023 total ADD per desa tercatat Rp929.000.000. "Yang kami terima tak sampai sebesar itu," katanya.
Para kepala desa lainnya yang ada ditemui jurnalis media ini mengakui hal yang sama. Di Kota Padang Sidimpuan ada 42 desa, sebanyak 8 desa ada di Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu, 16 desa di Padangsidimpuan Tenggara, 13 desa di Padang Sidimpuan Batunadua, dan 5 desa di Padangsidimpuan Hutaimbaru.
Para kepala desa ini mengeluhkan, akibat pemanggilan yang dilakukan kejaksaan, citra mereka sebagai kepala desa semakin memburuk di lingkungan masyarakatnya. Citra kepala desa melekat sebagai "tukang korupsi", padahal kasus tersebut masih dalam penyidikan Kejari Padang Sidimpuan dan telah menetapkan tersangkanya.
Kasus dugaan korupsi ADD ini bermula dari Peraturan Wali Kota Padangsidimpuan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembagian Penetapan Penggunaan Alokasi Dana Desa trahun anggaran 2023 yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) untuk 42 (empat puluh dua) desa di Kota Padangsidimpuan. Di dalam peraturan Wali Kota Padang Sidimpuan yang ditantangani Irsan Efendi Nasution itu, setiap desa ditetapkan memperoleh ADD sebesar Rp929 juta.
Angka Rp929 juta ADD itu berupa 10% dari dana DBH dan DAU Kota Padang Sidimpuan tahun 2023. Pada 2023, Kota Padang Sidimpuan mempreoleh DBH sebesar Rp18.709.818.000 dan mendapat jatah DAU sebesar Rp484.475.688.000. Sebanyak 10% dari penjumlahan DBH dengan DAU sebesar Rp50.318.550.000 atau setiap desa di Kota Padang Sidimpuan memperoleh ADD sekitar Rp1,1 miliar. Namun, Peraturan Wali Kota Padangsidimpuan Nomor 22 Tahun 2023 menetapkan jumlah ADD tiap desa di Kota Padang Sidimpuan pada tahun anggaran 2023 sebesar Rp929 juta, atau di bawah 10% dari DBH dan DAU Kota Padang Sidimpuan.
Meskipun ADD Kota Padang Sidimpuan tidak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2019 Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 sebesar minimal 10% dari DBH dan DAU, ternyata ADD yang sampai ke tangan Kepala Desa sudah dipotong sebanyak 18% atau senilai Rp100 juta per desa. Namun, pemotongan 18% itu menjadi beban dari Kepala Desa, sehingga para Kepala Desa kemudian harus menjalani pemeriksaan di Kejari Padang Sidimpuan.
Tuntut Irsan Efendi Nasution
Bergulirnya kasus korupsi ADD di Kota Padang Sidimpuan yang masih dalam penyelidikan Kejari padang Sidimpuan, mengundang reaksi keras dari berbagai la;pisan masyarakat. Lambannya tindak penegakan hukum yang dilakukan Kejari Padang Sidimpuan berdampak terhadap menghilangnya salah seorang tersangka, yakni Kepala Dinas PMD Kota Padang Sidimpuan. Dampak dari lambannya Kejari padang Sidimpuan membuat masyarakat melancarkan protes.
Beberapa titik di sentral Kota Padangsidimpuan muncul spanduk berisikan bentuk dukungan terhadap Kejari Padangsidimpuan dan Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara untuk segera menangkap dan mengadili mantan Wali Kota Padang Sidimpuan , Irsan Efendi Nasution, karena diduga menjadi aktor intelektual kasus tindak pidana korupsi pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2023.
Spanduk-spanduk berukuran 1 x 5 meter dibentangkan di pintu masuk dan pintu keluar Alaman Bolak Nadimpu, dan Tugu Siborang Kelurahan Wek V, Kecamatan Psp Selatan.
Saut Harahap, wakil Ketua I Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Pemantau Kinerja Aparatur Negara Pembaharuan Nasional (DPD LSM Penjara PN) Sumatera Utara, mengakui pihaknya yang menempelkan spanduk-spanduk tersebut. Ia mengatakan, pemasangan spanduk sebagai bentuk penyampaian aspirasi masyarakat Kota Padangsidimpuan untuk mendukung kinerja Kejari padangsidimpuan dan Kejati Sumatra Utara agar mengungkap pelaku intelektual kasus tindak pidana pemotongan ADD tahun anggaran 2023.
Posting Komentar