.

Sumatra Utara Titik Rawan Kecurangan Pemilu 2024

Pada Pemilu 2024 mendatang, ada 10 provinsi di Indonesia yang rawan terjadi kecurangan dalam Pemilu 2024. Provinsi Sumatra Utara menempati posisi kedua paling rawan setelah Provinsi Jawa Barat.

Oleh: Budi Hutasuhut | Editor: Efry Nasaktion

Informasi ini merupakan hasil riset yang dilakukan Themis Indonesia bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pengawasan Pemilu 2024 dan disiarkan dengan judul "Penelitian Peta Titik Kecuragan Pemilu" dalam website www.kecuranganpemilu.com. 

Hemi Lavour Febrinandez dari Themis Indonesia saat peluncuran platform www.kecuranganpemilu.com di Jakarta, mengatakan sebanyak 83,5 juta suara yang dipertaruhkan dalam pemilu 2024. "Ketika Pemilu tidak kita jaga akhirnya akan menimbulkan berbagai kecurangan dalam pelaksanaannya,” kata dia.

Berdasarkan hasil riset, 10 provinsi yang diindikasikan memiliki kerawanan tinggi yakni  Jawa Barat, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Tenggara dah Gorontalo.

Indikasi kerawanan tersebut dilihat dalam pengangkatan pejabat kepala daerah dari Mei 2022 hingga November 2023. Ada dugaan 198 pejabat gubernur, pejabat bupati dan pejabat walikota yang diangkat itu merupakan hasil penunjukkan Presiden dan Menteri Dalam Negeri, yang mengindikasikan bahwa proses penunjukkan penjabat kepala daerah tidak demokratis melainkan strukturalis. 

Dengan begitu, para penjabat kepala daerah merupakan bawahan langsung dari Presiden atau Mendagri, sehingga pusat menjadi pengendali segala kebijakan di daerah termasuk berkaitan dengan Pemilu 2024. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan keberpihakan pada salah satu kandidat. 

Hemi  mencontohkan kasus pejabat Gubernur Bali yang mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan spanduk dari salah satu calon presiden ketika Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Provinsi Bali. Hal serupa juga ditemukan di beberapa daerah lainnya. Termasuk upaya penandatangan pakta integritas.

“Setengah dari provinsi yang dipimpin oleh pejabat kepala ini memiliki kerawanan tinggi dalam penyelenggaraan pemilu 2024 dari aspek mengeluarkan kebijakan,” katanya. 

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunissa Agustyati, mengatakan berkaca dari pemilu sebelumnya, ada tiga bentuk kecurangan Pemilu yang biasanya terjadi, yakni  netralitas aparat sipil negara (ASN), akurasi daftar pemilih dan soal politik uang.

Menurut Khoirunissa, mekanisme penunjukan pejabat walaupun dilakukan oleh presiden dan juga menteri dalam negeri harus tetap partisipatif, transparan, akuntabel dan juga mempertimbangkan aspirasi dari daerah. 

“Nah ini yang dinilai masyarakat sipil luput dilakukan sesuai dengan keputusan konstitusi tadi sehingga menjadi wajar ketika ada yang mempertanyakan apakah pejabat itu nantinya akan bisa netral dalam proses penyelenggaraan pemilu 2024,” katanya. 

Potensi kerawanan pemilu juga ditemukan tim pemenangan calon presiden di daerah-daerah. Misalnya tim pemenangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) mengatakan bahwa berdasarkan database internal, Jawa Tengah dan Jawa Timur juga menjadi pusat kecurangan.

“Silakan dikonfirmasi ke kepala desanya. Ini serius loh,” ungkap perwakilan Tim AMIN, Bambang Widjajanto.

Menurut Bambang, kecurangan sudah terjadi sejak Desember 2023 di beberapa provinsi seperti di DKI Jakarta dan Bali.  Indikasi lain termasuk juga penetapan partai politik hingga polemik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mendapatkan SP3 dan kerentanan politisasi bantuan sosial atau pun program-program populis lainnya. 

Tim Prabowo-Gibran punya hal yang berbeda soal potensi kecurangan. Jubir tim Prabowo-Gibran Habiburakhman mengatakan yang paling berpotensi curang adalah kekuasaan dan saat ini posisi kekuasaan tersebar tidak hanya pada satu pasangan calon saja.

“Ada potensi dari setiap paslon yang bertarung akan memanfaatkan atribut yang ada pada dirinya untuk kemenangan,” kata Habiburakhman.

Tim ini menemukan indikasi mengajak menggunakan kekuasaan, di antaranya penyelenggaraan acara disalah satu Direktorat Jenderal dimana acara sosialiasi diramaikan dengan hadirnya caleg dan partai politik yang diikuti dengan janji-janji kampanye.

Dalam hal ini ia mengharapkan Bawaslu dapat lebih profesional dalam menjalankan tugas. 

“Masuk akal kita tidak bisa mengendalikan sekian ribu tim pendukung kita,” kata Habiburakhman sambil menambahkan pihaknya terus menyerukan kepada pendukung untuk membantu sesuai dengan undang-undang.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan 38 hari menjelang pencoblosan akan ada banyak potensi-potensi kecurangan yang terus terjadi. 

Sebelumnya, di tahun 1999 pemilu di Indonesia dikategorikan berjalan dengan relatif cukup dan sedikit manipulasi, namun pada pemilu 2024 akan menjadi pemilu yang penuh dengan rekayasa potensi manipulasi. 

“Soal netralitas, agaknya sangat mahal sekarang karena pelanggaran netralitas itu terjadi setiap hari di mana-mana tidak semuanya dipublikasikan di media,” kata Todung. 

Tidak ada komentar

Beranda