.

PPATK, Tambang Ilegal, dan Isu yang Berulang Ulang


Jurnalis : Budi Hutasuhut | Editor : Hady K. Harahap

Selama 2023, isu tambang illegal di berbagai daerah merebak sebagai persoalan hukum yang mesti diselesaikan. Isu ini muncul tahun 2022, dipicu pernyataan Kementeriaan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait kerugian negara hingga Rp35 triliun akibat tambang ilegal. Sayang, persoalan hukum yang krusial itu tidak kunjung bisa diselesaikan. 

Di tengah-tengah hiruk-pikuk kampanye Pemilu 2024 yang sudah dibuka Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, menduga terdapat aliran uang tambang illegal ke partai politik untuk kebutuhan Pemilu 2024. Bulan Januari 2023 lalu, PPATK juga mengungkapkan isu ini, sehingga mengundang reaksi dari banyak kalangan. Sekarang, PPATK kembali mengangkat isu serupa, dan tetap tidak mau mengungkapkan siapa yang terlibat di dalamnya.  

Apa yang disampaikan PPATK ini bukan isu baru, tetapi mengulangi isu lama yang sudah mulai muncul pada Januari 2023 lalu. Isu tambang illegal itu bagai dirawat, muncul dan tenggelam. Muncul ketika ada persoalan krusial seperti hiruk-pikuk sejumlah partai politik menghadapi Pemilu 2024, tapi dalam hitungan hari segera tenggelam.  

Isu tambang illegal ini tak pernah diselesaikan secara tuntas, padahal pelakunya terorganisir sangat baik dan melibatkan para pemodal besar. Kalau pun ada yang diungkap, mereka justru para pekerja tambang di lokasi. Pemodal yang membiayai mereka tetap tidak tersentuh.

Hal seperti ini terjadi pada para penambang liar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), yang sering ditangkapi Satuan Tugas Penegakan Hukum  (Satgas Gakkkum) Pertamabangan Illegal, namun para pemodal yang membiayai pertambangan dan mendukung pengoiperasian alat-alat berat tidak kunjung ditangkap. 

Kondisi serupa juga terjadi di daerah lain. Masyarakat yang jadi penambang sering ditangkap, padahal mereka hanya bekerja.  Persoalan sosial dan ekonomi yang dihadapi masyarakat membuat mereka bersedia melakukan penambangan, bekerja untuk para pemodal besar. Masyarakat hanya dapat upah, sementara keuntungan besar dari tambang illegal mengalir kepada pemodal yang bukan warga di lingkungan operasional tambang tersebut. 

Merujuk data Kementerian ESDM, terdapat sekitar 2.700 tambang ilegal di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 2.600 lokasi merupakan pertambangan mineral dan 96 lokasi adalah pertambangan batubara.

Ribuan tambang illegal tersebut tersebar di 28 provinsi, sebagian di antaranya adalah Jawa Timur sebanyak 649 titik, Sumatera Selatan 562 titik, Jawa Barat 300 titik, Jambi 178 titik, Nusa Tenggara Timur 159 titik, Banten 148 titik, Kalimantan Barat 84 titik, dan Kalimantan Timur sebanyak 168 titik, dan di Sumatra Utara.

Muh Jamil, pengacara publik JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) menilai pemerintah melakukan pembiaran dan absennya penegakan hukum. "Penegakan hukum yang berjalan di tempat dipicu tindakan aparat penegak hukum yang justru menjadi salah satu pemain penting di balik tambang illegal," kata Muh Jamil dalam rilis yang disiarkan Jatam di website resmi Jatam

Dia memberi contoh keterlibatan aparat keamanan seperti kasus yang menjerat Briptu Hasbudi di Sekatak Buji, Bulungan, Kalimantan Utara. Dia terlibat bisnis tambang emas ilegal. Selain itu, ada anggota Korps Bhayangkara yang diduga terlibat menambang timah illegal di Perairan Teluk Kelabat, Belinyu, Bangka, serta kasus anggota polisi yang diduga bermain tambang ilegal di Sungai Walanae, Kebo, Lilirilau, Soppeng, Sulsel.

"Kita tak akan lupa kasus Ismail Bolong, mantan anggota Satintelkam Polresta Samarinda yang terlibat penambangan illegal di lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara," katanya.

Selain keterlibatan langsung dan tidak langsung aparat penegak hukum, para pemain tambang illegal ini juga merupakan politisi partai politik yang dekat dengan kekuasaan. Salah satu contoh nyata terkait operasi PT Mahesa di Desa Morombo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara yang tidak mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Perusahaan tambang nikel ini dimiliki oleh Siti Nur Azizah, anak Wakil Presiden Ma’ruf Amin. 

Nama lain yang muncul sebagai pemilik adalah Romi Rere dan anak-anak dari Ventje Rumangkang, pengusaha sekaligus pendiri Partai Demokrat. Salah satu anaknya, Fera Febyanthy, kini duduk di DPR mewakili Demokrat dari Daerah Pemilihan Jawa Barat VII.

"Pemilik lain dari PT Mahesa ini, adalah Libriani Dwi Arsanti, istri Wakil Kepala Inteleijen Kepolisian RI Inspektur Jenderal Merdisyam," katanya.

Merugikan Negara

Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menyebut potensi kerugian negara akibat pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal mencapai Rp3,6 triliun sepanjang 2022.

Angka tersebut naik dari kerugian pada 2019 yang mencapai Rp1,6 triliun. Selain kerugian negara, tambang illegal menyebabkan kerusakan lingkungan.

Banyak kebocoran potensi pendapatan negara dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya, makin krodet dengan pernyataan Kepala PPATK tentang dana tambang ilegal untuk biaya Pemilu 2024. 

"Tambang illegal terorganisasi, dilindungi, bahkan tampak menjadi bancakan elit politik, aparat penegak hukum, dan ormas tertentu," kata Muh Jamil.

Muh Jamil menilai, langkah PPATK yang mengungkap aliran dana dari tambang illegal dalam Pemilu 2024, lalu kemudian dilaporkan kepada KPU dan Bawaslu tidak berdampak signifikan pada terputusnya aliran dana illegal dalam Pemilu 2024.

Hal ini diperparah dengan permasalahan dana kampanye dalam setiap pesta elektoral yang serba tertutup. 

Pada Pemilu Serentak 2019, misalnya, KPU mengeluh pelaporan dana kampanye sebagai formalitas belaka. Partai politik enggan melaporkan secara rinci terkait sumber, penggunaan dan pertanggungjawaban dana kampanye, terutama yang berasal dari perorangan maupun kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha non-pemeritnah.

Meski transparansi dana kampanye menjadi penting, namun hal itu tidak akan menghentikan maraknya operasi tambang illegal di Indonesia. Apalagi, dalam sejarah Pemilu Indonesia, sumber dana kampanye yang illegal belum sampai pada membatalkan partisipasi pemilu, partai, atau orang.

"Polemik aliran dana tambang illegal dalam Pemilu 2024 mesti ditindaklanjuti dengan membuka sumber aliran dana, model dan pola transaksi, waktu, serta penerima manfaat dari aliran dana illegal tersebut," katanya. 

Sebelumnya Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyebutkan PPATK menemukan beberapa kegiatan kampanye dilakukan tanpa pergerakan transaksi dalam Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK).

Ia tidak menyebut nama calon legislatif atau partai yang diduga menggunakan dana dari hasil tindak pidana untuk kampanye, tapi PPATK sudah melaporkan dugaan ini kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Tindak pidana yang hasilnya diduga digunakan untuk mendanai Pemilu terdiri dari berbagai tindak pidana, salah satunya pertambangan ilegal, dengan nilai transaksi mencapai triliunan rupiah. 

Ivan mengatakan pihaknya akan terus mengawasi transaksi yang berkaitan dengan pemilu.

Adapun berdasarkan data 2022,  sepanjang periode 2016 sampai 2021 PPATK telah membuat 297 hasil analisis yang melibatkan 1.315 entitas yang diduga melakukan tindak pidana dengan nilai mencapai Rp38 triliun.

PPATK juga membuat 11 hasil pemeriksaan yang melibatkan 24 entitas dengan nilai potensi transaksi yang berkaitan dengan tindak pidana mencapai Rp221 triliun.





Tidak ada komentar

Beranda