.

63% Tenaga Kerja Profesional di Padang Lawas Ditempati Kaum Hawa















Jurnalis: Hady K Harahap | EditorBudi P Hutasuhut

Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022 telah merilis data yang menyebutkan bahwa sebanyak 63% tenaga kerja profesional di Kabupaten Padang Lawas ditempati oleh perempuan. Menariknya, jumlah ini juga menjadikan Padang Lawas menjadi daerah dengan partisipasi tenaga kerja perempuan tertinggi di Sumatera Utara.

Padahal sebelumnya Padang Lawas sempat mengalami kemunduran jumlah tenaga kerja perempuan sebanyak 6%. Namun, tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan ini akhirnya mengalami kemajuan sebanyak 4% dibanding tahun 2021. Kendati demikian, angka ini belum menjadi yang tertinggi, karena pada tahun 2020 lalu, jumlah tenaga kerja perempuan yang terserap di Padang Lawas pernah  mencapai angka 65%.

Namun, dominasi tenaga kerja perempuan tersebut bukan tidak membawa masalah. Pasalnya, kesenjangan upah antara pekerja perempuan dan laki-laki masih terjadi di seluruh dunia. Organisasi Ketenagakerjaan (ILO) menyebut kesenjangannya mencapai 20%. 

Dari angka tersebut, pekerja permpuan mendapat upah yang lebih rendah. Hal itu disebabkan sejumlah faktor, antara lain : segresi jenis pekerjaan (ada jenis pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan dan laki-laki), tingkat pendidikan, dan keterampilan khusus yang dimiliki yang berpengaruh terhadap upah yang diterima. 

Namun, laporan yang sama juga menyebutkan bahwa kesenjangan upah juga terjai meskipun pekerja perempuan memiliki kualifikasi dan melakukan pekerjaan yang sama dengan laki-laki. Dengan kata lain, dalam banyak kasus tingkat pendidikan pekerja perempuan yang setara dengan pekerja laki-laki tidak menjamin mereka bebas dari diskriminasi upah di dunia kerja.  

Lebih lanjut, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Lenny N. Rosalin mengatakan upaya peningkatan tenaga kerja perempuan dapat meningkatkan partisipasi dan kontribusi ekonomi perempuan, bahkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

“Dalam jangka panjang, hal ini akan berdampak positif pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Pembangunan Gender, dan Indeks Pemberdayaan Gender karena pada ketiga indeks tersebut faktor ekonomi merupakan aspek yang sangat penting,” ujar Lenny dalam 1st Side Event G20 EMPOWER ‘Creating Safer Workplace for Women Post Covid-19 Pandemic’ secara virtual, Selasa (29/3/22). Ia juga menambahkan bahwa rata-rata telah terjadi kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan di dunia kerja sebanyak 19%. “Oleh karena itu, inilah waktunya bagi kita untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi dan peran perempuan di tenaga kerja dan di berbagai sektor pembangunan lainnya,” imbuh Lenny.

Menurut Lenny, pandemi Covid-19 juga berdampak pada peningkatan jumlah kekerasan berbasis gender di tempat kerja, terutama terhadap kaum rentan. “Membangun tempat kerja yang lebih aman merupakan suatu hal mendesak yang harus dilakukan, khususnya dalam kondisi pasca pandemi Covid-19 ini. Perempuan telah terdampak secara tidak proporsional oleh pandemi Covid-19. Pemerintah bersama instansi swasta melalui Presidensi G20 akan melakukan segala hal yang dapat kita lakukan untuk melindungi perempuan dari dampak tempat kerja yang tidak aman. Kita akan menyusun rekomendasi yang praktis dari sudut pandang kebijakan maupun eksekusi program,” ungkap Lenny.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mengatakan pandemi Covid-19 berpotensi meningkatkan risiko bagi perempuan mendapat upah yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dan bekerja di tempat-tempat yang tidak aman. Perempuan juga mengalami risiko yang lebih tinggi untuk tidak terwakili di posisi manajemen menengah dan tinggi.

“Pandemi Covid-19 juga menyadarkan kita akan pentingnya menciptakan strategi dan solusi untuk memitigasi dampak-dampak tersebut. Oleh karena itu, kita harus memandang isu pemberdayaan perempuan di tempat kerja sebagai isu penting. Beberapa hal yang harus dilakukan adalah menghapuskan diskriminasi di tempat kerja, menciptakan tempat kerja yang lebih baik, mendukung perempuan untuk memiliki aset-aset finansial, dan mendorong kepemimpinan perempuan. Isu ini telah lama menjadi fokus Kementerian Ketenagakerjaan yang telah sepakat dengan kementerian di negara G20 lainnya untuk menutup kesenjangan partisipasi kerja ini antara laki-laki dan perempuan sebesar 25 persen pada 2025. Komitmen ini telah dinyatakan di dalam Brisbane Goals 2014 yang berisi sejumlah prinsip kebijakan utama untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan,” jelas Ida.

 

Sebagai catatan, hak perempuan untuk bekerja telah termaktub dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (convention On The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women)

Hak untuk bekerja disebut dalam Konvensi ini khususnya pada Pasal 11 ayat (1). Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di lapangan pekerjaan guna menjamin hak yang sama atas dasar persamaan antara laki-lakidan perempuan,khususnya:a) Hak untuk bekerja sebagai hak asasi manusia; b) Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria seleksi yang sama dalan penerimaan pegawai; c) Hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan, hak untuk dipromosikan, jaminan pekerjaan dan semua tunjangan serta fasilitas kerja, hak untuk memperoleh pelatihan kejuruan dan pelatihan ulang termasuk masa kerja sebagai magang, pelatihan kejuruan lanjutan dan pelatihan ulang lanjutan; d) Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat, lanjut usia, serta lain-lain ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas masa cuti yang dibayar

Tidak ada komentar

Beranda