.

Jangan Intervensi Pilkades dengan Peraturan Wali Kota Padang Sidimpuan


Effan Zulfiqar Harahap

Budi Hutasuhut | Jurnalis Sinar Tabagsel

Demokrasi lokal di tingkat desa dalam bentuk Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) seperti yang akan digelar oleh 42 desa di Kota Padang Sidimpuan pada 24 Agustus 2023 mendatang, seharusnya menjadi momentum untuk mendorong agar desa semakin berdaulat sehingga pemerintah daerah tidak perlu membuat aturan yang memberatkan apalagi membuat masyarakat kehilangan hak mencalonkan diri.

UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mendorong desa menjadi ”lebih berdaulat”. Pemerintahan desa memiliki kewenangan menentukan bagaimana pembangunan desa dilakukan, dan masyarakat mempunyai kedewasaan dalam berpolitik untuk memilih pemimpin desa yang berintegritas, memiliki wawasan jauh ke depan, serta mampu meletakkan cita-cita kemajuan desa dan warganya sebagai tujuan utama dengan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. 

"Dalam demokrasi lokal di desa seharusnya tak ada intervensi pemerintah daerah soal siapa yangg boleh mencalon dan tidak boleh karena itu urusan masyarakat desa," kata Effan Zulfiqar Harahap, Kepala Pusat Studi Otonomi Daerah dan Kebijakan Publik, Universitas Muhammadiyah TapanuliSelatan (UMTS), saat dihubungi Sinar Tabagsel, Rabu, 9 Agustus 2023, menanggapi persoalan 42 desa di Kota Padang sidimpuan yang akan menggelar Pilkades serentak pada 24 Agustus 2023 mendatang. 

Sebelumnya Sinar Tabagsel memberitakan, bahwa Pemda Kota Padang Sidimpuan mengintervensi pelaksanaan Pilkades serentak tahun 2023 dengan mengeluarkan kebijakan yang menyulitkan sejumlah incumbent kepala desa untuk kembali mencalonkan diri. Beberapa incumbent kepala desa "terpaksa" membatalkan niat kembali mencalonkan diri, karena mereka terganjal salah satu syarat administrasi yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Wali (Perwali) Kota Padang Sidimpuan Nomor 15 Tahun 2023 tentang tentang Pedoman Teknis Pemilihan Kepala Desa. Syarat yang menyulitkan para incumbent kepala desa itu tertera dalam Pasal 4 ayat (w),  disebutkan bahwa calon kepala desa harus melampirkan "laporan hasil pemeriksaan dari Inspektorat terhadap laporan keuangan desa (bebas temuan)". 

Padahal, laporan keuangan desa mengenai tata kelola keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) belum ada menginga masih tahun berjalan. Namun, sejumlah incumbent kepala desa diminta agar mengembalikan dana APBDes 2023 yang sudah dipergunakan agar surat rekomendasi dari Inspektorat bisa keluar dengan alasan laporan keuangan bebas temuan.

Effan yang juga pengajar di Fisipol UMTS ini menegaskan, masyarakat desa yang pilih dan demokrasi itu yang memilih dan Pilkades itu dari masyarakat desa, untuk masyarakat desa, dan oleh masyarakat desa. "Bukan sebaliknya ada persyaratan-persyaratan segala macam yang memberatkan para incumbent kepala desa," katanya. 

Kalau ada persoalan lain di desa yang hendak menggelar Pilkades, lanjut Effan, terutama yangg ada unsur pidananya, seharusnya menjadi urusan aparatur penegakan hukum dan bukan urusan Inspektorat kota Padang Sidimpuan. 

"Dana APBDes yang sudah disalurkan mana bisa ditarik sepanjang jelas penggunaanya dan itu milik masyrakat bukan Kepala Desa. Jadi agak aneh bila laporan penggunaan keuangan dijadikan syarat administrasi pencalonan kepala desa," katanya.

Menurut Effan, semua persoalan intervensi ini akan berbeda seandainya Pilkades 2023 yang akan digelar tidak mengandalkan Perwali Nomor: 15 Tahun 2023. Sebab, untuk persoalan penting terkait demokrasi di tingkat desa dalam memilih calon pemimpin di desa, tidak bisa hanya mengandalakan Perwali dalam menggelar Pilkades 2023. 

"Seharusnya dibuat dalam bentuk Perda yg lebih kuat kedudukan hukumnya dibandingkan Perwali," katanya.

Percepatan Perubahan Status Desa

Effan Zulfiqar Harahap menilai, persoalan paling mendasar terkait keberadaan desa di Kota Padang sidimpuan adalah status desa itu sendiri. Tidak adanya percepatan perubahan status desa menjadi kelurahan setelah 21 tahun Pemda Kota Padang Sidimpuan menjadi daerah otonomi baru (DBO), sedikit banyak menimbulkan kerancuan. 

"Seharusnya semua desa sudah menjadi perangkat Pemda Kota Padang Sidimpuan berbentuk kelurahan dan bukan desa," katanya. 

Menurut Effan, bila statusnya sebagai desa, seharusnya pemerintahan desa menjalankan otonomi desa dengan segala kewenangannya sebagaimana diamanatkan dalam UU tentang Desa dan bukan seperti kelurahan yang kedaulatannya ada di tangan Pemda Kota Padang Sidimpuan.  

"Itulah salah satu kesalahan Pemda Kota Padang Sidimpuan selama ini,  menempatkan desa seperti kelurahan dan tidak faham substansi otonomi desa dengan melakukan banyak intervensi," katanya.



Tidak ada komentar

Beranda