Budi Hutasuhut | Jurnalis Sinar Tabagsel
Sebanyak 30 sampai 50 truk angkutan sampah dari Kecamatan Sipirok, Kecamatan Marancar, dan Kecamatan Angkola Timur di Kabupaten Tapanuli Selatan membuang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sipirok setiap pekan.
Pelat nomor mobil pick up berwarna hitam itu seri BB, diakhiri huruf G. Itu menandakan seri nomor kendaraan yang berasal dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Husin (34), sopirnya, seorang tenaga harian lepas (THL) di Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan. Sabtu pekan lalu, laki-laki yang tinggal di Desa Kilang Papan ini membawa pick up itu ke jalan lintas Sumatra di Dusun Aek Latong, Desa Marsada, Kecamatan Sipirok, untuk membuang isi pick up itu; tumpukan sampah berupa plastik, potongan ranting pohon, rumput, dan lain sebagainya.
Sampah itu berasal dari kompleks Kantor Bupati Tapanuli Selatan di Desa Kilang Papan, Kecamatan Sipirok. Husin menempuh jarak sekitar 10 km hanya untuk membuang sampah ke TPA Sipirok di Dusun Ark Latong. Sayangnya, gerbang fasilitas pengolahan sampah yang dibangun pada masa Bupati Syahrul Mangapul Pasaribu itu tertutup oleh tumpukan sampah.
"TPA Sipirok ini tidak lagi memadai. Daya tampungnya sudah over," kata Husin, yang berencana membuang sampah ke tempat lain di pinggir jalan lintas Sipirok-Tarutung, di sekitar Dusun Aek Latong.
Bukan hanya Husin, sopir kendaraan yang mengantarkan sampah ke TPA Sipirok, yang memilih membuang sampah ke tempat lain, di luar TPA Sipirok. Di sepanjang jalan lintas Sumatra, di sekitar Dusun Aek Latong, tumpukan-tumpukan sampah bisa dilihat dengan mudah.
"Pemilik tanah yang meminta agar sampah dibuang ke tanah mereka," kata Husin.
Proyek Salah Urus
TPA Sipirok sebuah kawasan seluas sekitar 5 hektare di pinggir jalan di Dusun Aek Latong, Desa Marsada. Di atas lahan itu dibangun fasilitas berupa ruang penampungan sampah berupa bangunan yang diberi lantai plastik atau karet, dan dua buah kolam penampungan lindi (air resapan limbah).
Dua kolam itu berfungsi sebagai IPAL (instalasi pengolahan air limbah) dengan perencanaan awal, salah satu kolam limbah itu akan diubah menjadi kolam ikan sebagai indikator bahwa kualitas airnya sehat. Dengan begitu, air dari kolan IPAL bisa dialirkan ke luar, ke Sungai Aek Latong, sungai kecil yang akan bermuara ke Sungai Aek Sagala.
Sungai Aek Sagala merupakan sumber mandi. cuci, kakus (MCK) bagi masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) seperti masyarakat Dusun Sigiringgiring Lombang, Desa Pahae Aek Sagala, Kecamatan Sipirok. Selain sebagai sarana MCK, Sungai Sagala juga berfungsi sebagai sumber pengairan bagi sawah irigasi teknik milik masyarakat Desa Pahae Aek Sagala, Desa Sampean. dan Desa Ramba Sihasur.
Di atas lahan lima hekatre itu juga berdiri bangunan yang berfungsi sebagai kantor petugas yang mengelola TPA Sipirok.
Berdasarkan data di Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), proyek TPA Sipirok merupakan program pengelolaan sampah berbasis sanitary landfill yang merupakan amanat UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam aturan tersebut, dikatakan pengelolaan sampah dalam 5 tahun setelah penerapan UU tidak boleh lagi dikelola secara open dumping (terbuka). Sampah harus dikelola secara sanitary landfill atau paling tidak controlled landfill. Dengan sanitary landfill, maka sampah akan lebih ramah lingkungan dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik.
TPA Sipirok dibangun oleh Balai Prasarana Pemukiman wilayah Sumatra Utara dengan anggaran Rp12 miliar dari APBN untuk jatak Kementerian PUPR dan dinyatakan selesai tahun 2019. Pada tahun 2020, Kementerian PUPR menyerahkan pengelolaan TPA Sipirok kepada Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan, yang diterima langsung oleh Bupati Tapsel saat itu, Syahrul Mangapul Pasaribu.
Sejak itu, TPA Sipirok justru berubah menjadi fasilitas penimbunan sampah. Tak ada kegiatan pengolahan sampah di dalamnya, hanya menampung sampah yang datang dari Kecamatan Marancar, Kecamatan Angkola Timur, dan Kecamatan Sipirok. Ribuan ton sampah menumpuk, menggunung, dan limbah cair dari resapan tumpukan sampah meluber sampai ke Suangai Aek Latong dan mencemari lingkungan masyarakat.
Rutin setiap pekan, puluhan truk pembawa sampah dari tiga kecamatan membuang sampah ke TPA Sipirok. Sampah-sampah itu dibuang sembarangan hingga meluber ke pintu gerbang, membentuk gundukan-gundukan yang berserak sampai ke jalan lintas Sumatra.
TPA Sipirok yang pembangunannya direncanakan sebagai tempat pengolahan akhir, kenyataannya berubah fungsi jadi tempat penumpukan limbah. TPA Sipirok tidak memiliki fasilitas pengolahan sampah, sehingga sampah yang datang menumpuk dan menggunung.
Selain tak ada fasilitas pengolahan sampah, TPA Sipirok yang merupakan lembaga Unit Pelayan Teknis (UPT) dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Selatan itu, tidak punya sumber daya manusia (SDM) yang bertugas dan bertanggung jawab mengelola manajemen persampahan. Gedung perkantoran UPT TPA Sipirok, yang mestinya dijaga petugas, selalu kosong dan kondisinya tidak terurus.
"Tidak ada petugas di UPT TPA Sipirok, tak ada yang bertanggung jawab. Tapi kami dibebani ongkos Rp30.000 per trip sampah yang diantara ke TPA Sipirok," kata Kamaluddin, tenaga harian lepas di salah satu OPD di Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan.
Dari catatan Sinar Tabagsel, truk-truk pengangkut sampah rutin datang ke TPA Sipirok. Dalam sepekan, minimal 30 trip truk datang mencurahkan sampah ke TPA Sipirok. Setiap kali truk datang, maka akan muncul seseorang yang mengaku petugas untuk mengutif biaya Rp30.000 per trip truk angkutan sampah.
"Dalam satu pekan, saya bisa dua kali mengantarkan sampah ke TPA," kata Yusron, juga THL di kantor Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan.
Tak Ada Alat Berat
Penumpukan sampah di TPA Sipirok terjadi karena tak ada petugas yang bekerja mengolah sampah. Padahal, TPA Sipirok dibangun lengkap dengan fasilitas pengolahan sampah, mulai dari timbangan sampai areal penampungan cairan limbah atau IPAL (instalasi pengolahan air limbah).
Saat TPA Sipirok sebagai barang milik negara (BMN) diserahkan ke Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan, Bupati Syahrul Mangapul Pasaribu mengatakan TPA Sipirok mempunyai fasilitas pengolahan sampah.
Proses pengolahan sampah diawali dengan penimbangan sampah oleh petugas, lalu penyortiran sampah organik dan non-organik, kemudian pengendapan sampah pada lahan yang disediakan dengan menggunakan alat berat.
Sayangnya, selama TPA Sipirok itu ada, proses pengolahan tersebut tidak pernah terjadi. Sampah yang diantarkan truk-truk sampah, dibiarkan menumpuk di areal parkir sampai menutupi gerbang karena tak ada alat berat untuk memindahkannya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Selatan, Ongku Siregar, ketika dimintai Sinar Tabagsel tanggapannya perihal buruknya pengelolaan TPA Sipirok, justru menjawab. "Terima kasih informasinya. Nanti saya tanyakan kepada petugas terkait," katanya.
Posting Komentar