Penulis: Rasoki Siagian | Jurnalis Sinar Tabagsel
Sebanyak 25 kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Utara, termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan, tergolong daerah relatif tertinggal dengan laju pertumbuhan ekonomi dan Domestik Bruto (PDB) per kapita yang rendah.
Bupati Tapanuli Selatan, Dolly Parlindungan Pasaribu, terlihat begitu percaya diri bahwa data-data statistik tentang pembangunan daerahnya yang disampaikan di ajang Pra Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Kerja Perangkat Daerah (Musrenbang RKPD) Zona Pantai Barat Tahun 2024 di Gedung Serbaguna Komplek Perkantoran Pemkab Tapsel di Sipirok, Selasa, 14 Maret 2023, merupakan prestasi yang membanggakan.
Namun, apa yang disebut keberhasilan itu justru berbanding terbalik dengan realitas kondisi perekonomian daerah di Provinsi Sumatra Utara sebagaimana disampaikan Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatra Utara, Doddy Zulverdi, pada ajang 4th Sumatranomics: 2023 Sumatra Economic Summit yang digelar di Medan, Sumatra Utara, Senin, 13 Maret 2023 lalu.
Di hadapan Gubernur Sumatra Utara, Eddy Rahmayadi, dan para Kepala Daerah se-Provinsi Sumatra Utara yang jadi peserta Pra Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Kerja Perangkat Daerah (Musrenbang RKPD) Zona Pantai Barat Tahun 2024, Bupati Tapsel Dolly selaku tuan rumah membeberkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapsel pada 2022 sebesar 4,78%, sementara target pertumbuhan ekonomui pada 2024 sebesar 5,12%.
Kepala BI Sumut, Doddy Zulverdi, mengatakan dari sudut pandang BI terjadi ketimpangan antarwilayah, di mana terdapat 25 kabupaten/kota di Sumut tergolong daerah relatif tertinggal. Kabupaten/kota itu memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan provinsi. PDB per kapita masih rendah dibandingkan dengan provinsi
Selain itu, kata Doddy, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sumut masih 72,71%, di bawah level nasional sebesar 72,91%. Tingkat literasi digital Sumut juga tercatat hanya 3,46%, lebih rendah dari nasional yang 3,54%.
Oleh karena itu, Doddy berharap adanya sinergi pikiran dan kebijakan untuk memperkuat kualitas pembangunan, serta sumber pertumbuhan baru berbasis ekonomi digital yang bisa berkontribusi pada pemulihan ekonomi di kawasan Sumatra.
Perspektif BI ini menunjukkan, tidak ada yang bisa dibanggakan dari dinamika pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Kondisinya sama saja dengan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumut. Pertumbuhan ekonomi daerah yang hanya berada di bawah angka 5,0% per tahun lebih menunjukkan perekonomian daerah sulit akan naik kelas dari daerah berpendapatan menengah ke daerah maju dan berkembang.
Berdasarkan data Sistem Informasi dan Manajemen Datadasar regional (Simreg), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kondisi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatra Utara sudah mengalami perlambatan sejak tahun 2020. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara mencapai 5,22%, tapi kemudian jatuh menjadi 4,65% pada tahun 2020. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Sumut tidak lagi pernah mencapi angka 5,0% per tahun.
Kondisi yang sama juga terjadi pada pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota. Perekonomian domestik di Provinsi Sumatra Utara mengalami middle-income trap. Pertumbuhan ekonomi daerah selalu di bawah angka 5,0% per tahun yang berdampak pada pendapatan per kapita tak sampai 4.783 dolar AS pada 2022 atau masuk dalam kategori pendapatan menengah.
Dengan pertumbuhan ekonomi selalu berkisar di bawah 5,0% per tahun, Kabupaten Tapanuli Selatan tidak akan menjadi daerah maju. Sebab itu, pada tahun 2024, Kabupaten Tapanuli Selatan menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12%. Namun, target yang terkesan pesimis itu akan sulit diraih mengingat sektor pertanian yang menjadi andalan perekonomian daerah dihadapkan pada persoalan krisis pupuk yang kini melanda Kabupaten Tapanuli Selatan.
Editor: Budi Hutasuhut
Posting Komentar