Penulis: Lumongga Harahap | Jurnalis Sinar Tabagsel
Indonesia mengimpor pupuk sebanyak 6,3 juta ton untuk memenuhi kubutuhan pupuk nasional sebesar 13 juta ton per tahun, karena produksi di dalam negeri cuma 3,5 juta ton per tahun.
Krisis pupuk dihadapi petani hampir di seluruh Indonesia, baik yang merupakan daerah sentra produksi tanaman pangan konon lagi daerah yang tidak termasuk sentra produksi hasil pertanian. Krisis ini sudah berlangsung sejak 2022, dan semakin terasa dampaknya pada 2023. Pasalnya, krisis pupuk muncul karena sejumlah pabrik pupuk nasional mengandalkan bahan baku impor dari Rusia dan Ukraina, sementara kedua negara itu sedang dilanda peperangan.
Pemerintah sendiri sedang mencari cara menanggulangi krisis pupuk ini, sementara para petani di sejumlah sentra produksi tanaman pangan mulai merasakan dampaknya.
Para petani di Kabupaten Tapanuli Selatan-- sebagai daerah penghasil padi terbesar ke lima di Provinsi Sumatra Utara dengan produksi sebanyak lebih 90.000 ton per tahun -- bukan hanya mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi, tetapi mulai meragukan regulasi pupuk subsidi terkait pembelian pupuk menggunakan kartu tani. Pasalnya, persediaan pupuk ternyata tidak ada di sejumlah toko sarana produksi tani yang telah ditunjuk untuk menjual pupuk bersubsidi.
Di Kecamatan Sipirok, sejumlah petani dan pedagang pupuk bersubsidi yang ditemui Sinar Tabagsel, mulai saling menyalahkan. Petani mencurigai para pedagang pupuk bersubsidi telah menjual jatah pupuk ke sektor lain dengan harga yang lebih tinggi. Sementara para pedagang mengaku, distribusi pupuk bersubsidi yang datang ke toko mereka sangat rendah.
Saling menyalahkan juga menimpa para petani dan pedagang pupuk di Kecamatan Angkola Timur. Beberapa pemilik toko sarana produksi tani mengaku tidak punya persediaan pupuk bersubsidi meskipun seharusnya mereka sudah punya persediaan mengingat petani sedang menghadapi musim tanam.
Persoalan serupa juga dihadapi petani di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padanglawas Utara, dan Kabupaten Padanglawas.
Sementara itu PT Pupuk Indonesia (Persero) mengatakan, pihaknya telah menyalurkan pupuk bersubsidi sebesar 1,42 juta ton pada periode Januari hingga 8 Maret 2023. Jumlah ini setara dengan 79,6% dari alokasi hingga Maret 2023 sebesar 2,23 juta ton.
Pemerintah menetapkan total alokasi pupuk bersubsidi pada 2023 sebesar 7,85 juta ton. Untuk rinciannya, pupuk Urea 4,64 juta ton dan NPK 3,21 juta ton. Sementara itu, rencana produksi Pupuk Indonesia tahun ini sebesar 12,3 juta ton, untuk kebutuhan pupuk bersubsidi dan non-subsidi.
Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia, Gusrizal, menyebutkan penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan sesuai alokasi yang ditetapkan pemerintah. Pupuk bersubsidi terdiri dari dua jenis, yaitu pupuk Urea dan NPK.
"Urea telah tersalurkan sebesar 840 ribu ton, sedangkan NPK tersalurkan sebesar 586 ribu ton," jelas Gusrizal dalam siaran pers, Kamis, 9 Maret 2023.
Pupuk bersubsidi, lanjutnya, hanya disalurkan kepada petani yang berhak sesuai kriteria dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022. Sementara bagi petani yang tidak sesuai kriteria maka tidak bisa memperoleh pupuk bersubsidi.
Adapun syarat untuk mendapat pupuk bersubsidi adalah wajib tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam SIMLUHTAN (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian), dan menggarap lahan maksimal dua hektar.
Pupuk bersubsidi difokuskan pada 9 jenis komoditas strategis, yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, kopi, tebu, dan kakao. Sebelumnya, ada 72 komoditas yang menjadi fokus pupuk bersubsidi.
Sementara itu, stok pupuk bersubsidi secara nasional per 9 Maret 2023, tercatat sebesar 912 ribu ton. Jumlah ini hampir dua kali lipat lebih banyak dari ketentuan stok minimum sebesar 340 ribu ton.
Gusrizal mengatakan Pupuk Indonesia memiliki layanan pelanggan yang bisa diakses oleh seluruh petani dengan kontak bebas pulsa di nomor 0800 100 8001 atau WA 0811 9918 001. Melalui layanan pelanggan, Pupuk Indonesia akan menampung keluhan terkait pupuk bersubsidi baik dari ketersediaan, harga, maupun kualitas.*
Editor: Budi Hutasuhut
Posting Komentar