Lima Tahun IG Kopi Arabika Sipirok, Belum Jadi Komoditas Unggulan Tapsel

Penulis: Budi Hutasuhut Jurnalis Sinar Tabagsel

Lima tahun sudah kopi Arabika Sipirok memiliki paten dan brand Indeks Geografis dari Direktur Jenderal Hak Kekayaan Interlektual, Kemenkumham, namun sampai kini komoditas ini hanya berfungsi sebagai pencampur brand kopi lainnya. 

Meskipun kopi menjadi salah satu produk unggulan bagi Provinsi Sumatra Utara,  namun kopi Arabika Sipirok tak termasuk di dalam daftar varietas komoditas kopi yang diekspor senilai Rp5,5 triliun selama 2022. Biji kopi ini hanya dipakai sebagai pencampur (bland) apabila produksi kopi yang diminta negara-negara pengimpor tidak memenuhi kuota. 

Para pedagang pengumpul di Sipirok mengatakan, kopi Arabika Sipirok yang mereka tampung dari petani, dikirim ke pelaku bisnis ekspor kopi di Medan. Kopi-kopi itu kemudian dibawa ke gudang-gudang, lalu dicampur dengan varietas kopi lain untuk memenuhi kuota permintaan para pengimpor di luar negeri.  

"Kopi Arabika Sipirok lebih banyak dicampur dengan varietas Si Garar Utang," kata Hotma Simanjutak, pengusaha kopi dari Kabupaten Tapanuli Utara yang rutin datang ke Siopirok untuk membeli kopi para petani. "Selain harga jual Si Garar Utang lebih tinggi, brand komoditas ini sudah dikenal luas di kalangan buyer."

Hotma Simanjutak mengaku memiliki banyak pedagang pengumpul di wilayah Sipirok, Arse, Sipirok Dolok Hole, dan Aek Bila. Dia memberi modal kerja kepada para pedagang pengumpul itu untuk menampung hasil panen kopi Arabika, dan para pedagang pengumpul ini hanya mampu mengumpulkan 500 kg sampai satu ton biji kopi.  "Produksi kopi Arabika Sipirok itu rendah, apalagi sekarang banyak kebun yang ditelantarkan petani," katanya.

Menurut dia, si Garar Utang, kopi yang banyak diperoleh dari Lintongnihuta, Kabupaten Tapanuli Utara, merupakan persilangan dari varietas typica dan kate dan sudah mendapat sertifikasi Surat Keputusan Menteri Pertanian NOMOR: 205/Kpts/SR.120/4/2005 Tentang Pelepasan Varietas Kopi Sigarar Utang Sebagai Varietas Unggul. Varietas Si Garar Utang ini merupakan induk kopi Arabika Sipirok, sehingga kopi Arabika Sipirok acap dipergunakan para pelaku bisnis ekspor kopi sebagai pencampur (bland).

"Kami mengekspor Si Garar Utang. Kalau kutoa tak mencukupi, kopi Arabika Sipirok paling cocok untuk dicampur agar kuota ekspor terpenuhi," katanya.

Sementara itu, berdasarkan data Balai Besar Karantina Pertanian Belawan, selama 2022 total ekspor kopi dari Pelabuhan Belawan sekitar 60.175 ton dengan nilai Rp5,5 triliun. Pengiriman komoditas kopi tersebut dari pelabuhan Belawan ke mancanegara sebanyak 2.547 kali. 

Kopi menjadi komoditas yang paling tinggi frekuensi ekspornya di Sumatra Utara. Ekspor itu dilakukan oleh 80 perusahaan dengan total 40 negara tujuan.  Sedangkan negara dengan permintaan komoditas kopi terbanyak adalah Amerika Serikat dengan frekuensi pengiriman sebanyak 1.346 kali atau berat total 31.000 ton. Nilainya pun mencapai Rp3 triliun atau 60 persen dari nilai capaian keseluruhan di tahun 2022. 

Kopi-kopi yang dikirim melalaui Pelabuhan Belawan tidak hanya berasal dari Sumatra Utara, tapi juga dari daerah lain di Pulau Sumatra dan Jawa.  Produksi kopi terbesar ada di Sumatera Selatan, yang kedua Lampung, dan ketiga Sumatera Utara. Produksi kopi di Sumatra Utara lebih banyak dipasok dari daerah Sidikalang. 

Bukan Komoditas Unggulan

Meskipun masyarakat Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan sering menyebut kopi Arabika Sipirok sebagai komoditas unggulan pertanian, namun pemerintah daerah tidak banyak melakukan upaya untuk mendorong peningkatan produksi kopi Arabika Sipirok agar bisa menjadi komoditas andalan daerah. Pasalnya, pola budidaya kopi yang dilakukan masyarakat belum mampu menghasilkan kopi Arabika Sipirok yang secara kuantitas dapat mencukupi kuota ekspor, dan secara kualitas mampu menjaga nama brand dan paten Indeks Geografis Kopi Arabika Sipirok. 


Berdasarkan buku Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis Kopi Arabika Sipirok disebutkan, Kopi Arabika Sipirok memiliki Sertifikat Indeks Geografisi No.ID G 000 000 066 dari Direktur Jenderal Hak Kekayaan Interlektual, Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia. Sertifikat IG kopi Arabika Sipirok diperoleh pada 27 Februari 2018, atau lima tahun yang lalu, dan memiliki kawasan budidaya di Sipirok, Arse, Saipar Dolok Hole, Aek Bilah, Marancar, dan Angkola Timur karena daerah-daerah itu memiliki ketinggian yang sesuai sekitar 300-2000 mdpl. 

Dari sejumlah wilayah produksi itu, Sinar Tabagsel menemukan bahwa para petani justru mulai meninggalkan kebun kopi Arabika yang dikelolanya. Di Desa Sialaman, Kecamatan Sipirok, yang sebelumnya merupakan salah satu sentra kopi Arabika di Kecamatan Sipirok, sudah banyak kebun kopi yang ditinggalkan dan tidak diurus oleh pemiliknya. Para petani mengaku, kualitas kopi hasil budidaya mereka tidak memuaskan karena diserang hama penggerek buah kopi. Selain itu, banyak pohon kopi yang mati dan tumbang  karena tidak memiliki pohon pelindung. 

Begitu juga kebun kopi desa lain di Kecamatan Sipirok seperti Desa Pahae Aek Sagala, Desa Ramba Sihasur, Desa Sampean, Desa Bulu Mario, Desa Padang Bujur, dan Desa Situmba Gunungbaringin. Kebun-kebun kopi yang dikelola masyarakat petani, satu per satu mulai ditinggalkan dan tidak dirawat. Para petani mengaku, mereka tidak menggarap kopi itu karena harga komoditas tidak memuaskan. 

Mengenai harga yang rendah, Muhammad Ikhwan Siregar, owner Bonabulu Cafe di Sipirok, memiliki strategi untuk menyiasainya. Dia mengininginkan para petani menjaga kualitas produk hasil panen agar lebih bagus. "Ada banyak pengelola cafe yang membutuhkan biji kopi Arabika Sipirok yang berkualitas, sesuai kriteria untuk konsumsi pelanggan cafe. Petani tinggal menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan para pemilik cafe," kata Ikhwan Siregar, yang merasa yakin brand kopi Arabika Sipirok ini bisa tumbuh menjadi komoditas andalan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan. 

Dia mengatakan, tahap pertama, kopi Arabika Sipirok yang memiliki rasa spesial sebagai minuman ini harus di-brand agar masyarakat pecinta kopi menyukai rasa ko[pi Arabika Sipirok. "Strategi ini mengandalkan kemampu barista untuk menyajikan varian-varian minuman yang berbahan baku kopi Arabika Sipirok. Tentu saja kualitas biji kopinya harus terjaga sejak dari tingkat petani," katanya.

Ikhwan Siregar mengaku, untuk memenuhi kebutuhan kopi di Cafe Bonabulu, dia bekerjasama sama dengan beberapa petani di Sipirok dalam budidaya kopi. Namun, Ikhwan Siregar cenderuing akan intervensi pada masa panen dan pasca panen. "Kopi Arabika Sipirok harus dipanen matang. Pengelolaan pasca panen juga harus mendapat perlakuan-perlakuan khusus agar rasa aslinya bisa muncul," katanya. 

Ikhwan Siregar mengaku, untuk setiap kopi yang mendapat perlakuan baik dari petani, Cafe Bonabulu sanggup membeli dengan harga dua kali lipat dari harga pasar. Hal senada diakui Wahid harahap, owner brand kopi Arabika Sipirok mereka  Tiyyana Coffee yang berlokasi di Aek Sabaon, Kecamatan Maratcar.  Pengusa Cafe Coffeee Tiyyana dan bubuk kopi Tiyyana Coffee ini mengatakan, harga komoditas kopia Arabika Sipirok lebih tinggi dari harga pasaran bila perlakuan terhadapnya sesuai. 

"Kita meyayangkan petani kopi yang tidak memperlakukan kopi Arabika Sipirok sebagaimana seharusnya karena buru-buru ingin mendapat uang dari menjual hasil panen," kata Wahid Harahap. 

Nanang, pengusaha kopi di Situmba, mengatakan kopi Arabika Sipirok telah membantunya mengembangka usaha mulai dari hilir untuk penyediaan bibit kopi sampai hulu berupa produksi biji kopi (grand bean). Menurut Nanang, kopi Arabika Sipirok sudah diminati sebagai minuman spesial karena aroma dan rasanya yang khas. 

"Untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri saja produksi kopi Arabika Sipirok belum mencukupi," katanya. "Saya sering kehabisan bahan baku dan kesulitan memenuhi permintaan pelanggan di beberapa kota di Indonesia."

Anonim mengatakan...

Mantap sekali

Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes