.

Kecamatan Saipar Dolok Hole dan Aek Bilah Berstatus Kecamatan Tertinggal

 Penulis: Efry Nasaktion | Editor: Budi Hutasuhut


Dua dari empat belas kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki status IDM (indeks desa membangun) sebagai "Kecamatan Tertinggal", dua belas lainnya berstatus sebagai "Kecamatan Berkembang". Tidak ada satu pun kecamatan yang berstatus "Maju" apalagi "Mandiri". Kedua kecamatan berstatus tertinggal itu adalah Kecamatan Saipar Dolok Hole dan Kecamatan Aek Bilah.

Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), merisilis hasil kajian IDM pemerintah daerah selama 2021 sebagaimana disiarkan dalam website resmi Kemendes PDTT, Kamis (6-1). Di dalam hasil kajian berbentuk data tabulasi itu tergambarkan, bahwa Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2021 berstatus sebagai "Kabupaten berkembang", atau tidak ada perubahan dari status pada tahun 2020 yang juga sebagai "Kabupaten Berkembang". 

Namun, jika pada 2020 Tapsel berada pada rangking ke-317 secara nasional dengan skor 0,6357, maka tahun 2021 menempati rangking ke-289 dengan skor 0.6087. 

Rangking Kabupaten Tapsel masih jauh di bawah Kota Padangsidimpuan yang menempati rangking ke-210 secara nasional pada 2021. 

Pada tahun 2021, Kota Padangsidimpun menempati rangking teratas dibandingkan kabupaten lain yang ada di wilayah Tapanuli bagian Selatan dengan skor 0.6698. Bahkan, Kota Padangsidimpuan mampu meninggalkan Kabupaten Tapsel yang merupakan kabupaten induknya, yang sudah lebih dahulu menjadi daerah otonomi. 

Namun, rangking Kabupaten Tapsel masih lebih baik dibandingkan kabupaten lain yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tapsel seperti Kabupaten Mandailing Natal, Padanglawas Utara, dan Padanglawas. Ketiga kabupaten ini berstatus sebagai "Kabupaten Tertinggal". Kabupaten berada pada rangking 369 dengan skor 0,5807, di atas Kabupaten Madina yang berada pada rangking 370 dengan skor 0,5807, dan Kabupaten Paluta pada rangking 289 dengan skor 0,5571.

Selain memiliki dua kecamatan yang berstatus "Kecamatan Tertinggal", status kecamatan lain yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan berstatus "Kecamatan Berkembang". 

Namun, rangking kecamatan-kecamatan tersebut berada jauh dari kecamatan-kecamatan lain yang ada di Provinsi Sumatra Utara. Bahkan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua dengan skor 0,6743  dan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu dengan skor 0,6742 jauh lebih bagus dibandingkan kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan.  

Sementara Kecamatan Sipirok sebagai Ibu Kota Kabupaten Tapanuli Selatan, menempati rangking ke-12 dari 14 kecamatan. Padahal, geliat pembangun infrastruktur begitu dinamin dilakukan pemerintah di Ibu Kota Kabupaten ini. Tapi, peningkatan infrastruktur ternyata tidak berbanding lurus dengan IDM Kecamatan Sipirok. Bahkan, Desa Sialaman yang ada persis di belakang Kantor Bupati Tapanuli Selatan, masuk kategori sebagai "Desa Sangat Tertinggal".

Berdasarkan buku Peringkat Indeks Desa Membangun (IDM) 2021 yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan, Kementerian Desa, Kemendes PDTT, IDM disusun dari tiga pilar utama: Indeks Sosial, Indeks Ekonomi, dan Indeks Lingkungan. 

Indeks Ketahanan Sosial mencakup bidang pendidikan, kesehatan, modal sosial, dan permukiman. Sementara Indeks Ketahanan Ekonomi menyangkut bidang keragaman produksi masyarakat, akses pusat perdagangan dan pasar, akses logistik, akses perbankan dan kredit, serta keterbukaan wilayah. Sedangkan Indeks Ketahanan Ekologi menyangkut bidang lingkungan, kualitas lingkungan, bencana alam, dan tanggap bencana.

Dalam pengukuran status daerah oleh Kemendes, terdapat lima klasifikasi status : Sangat Tertinggal, (2) Tertinggal, (3) Berkembang, (4) Maju, dan (5) Mandiri.

Klasifikasi itu untuk menunjukkan keragaman karakter setiap daerah sekaligus untuk menajamkan penetapan status perkembangan dan rekomendasi intervensi kebijakan yang diperlukan berdasarkan status tersebut. Dari perhitungan itulah, maka ada perbedaan dalam intervensi pendekatan kebijakan, termasuk status akan menentukan jumlah dana yang berbeda sesuai status klasifikasi masing-masing. 

Dalam dokumen IDM itu juga dicontohkan, untuk daerah yang berstatus tertinggal dan sangat tertinggal, ada pendekatan  kebijakan dan intervensi yang berbeda. Dua status itu melekat, karena minimnya fasilitas dasar, seperti pasar, jalan dan kondisinya, fasilitas kesehatan dan tenaganya.

Dari status itu, kebijakan pembangunan akan memposisikan sebagai daerah rentan. Ada tiga status daerah yang masuk dalam kondisi rentan, mulai dari dari status daerah berkembang, daerah tertinggal, dan daerah sangat tertinggal. Disebut rentan karena jika ada salah satu skor indikator yang bergeser, dengan seketika status daerah semakin menurun.

Penyebab kerentanan itu guncangan ekonomi, bencana alam, konflik sosial berkepanjangan. Tiga hal kerentanan itu memungkinkan status daerah berkembang akan turun skor dan statusnya, jika faktor kerentanan itu tidak segera ditangani.

Dalam website Kemendesa PDT disebutkan, IDM dikembangkan berdasarkan konsepsi bahwa untuk menuju daerah maju dan mandiri perlu kerangka kerja pembangunan berkelanjutan di mana aspek sosial, ekonomi, dan ekologi menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menjaga potensi serta kemampuan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat. 

Kebijakan dan aktivitas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat harus menghasilkan pemerataan dan keadilan, didasarkan dan memperkuat nilai-nilai lokal dan budaya, serta ramah lingkungan dengan mengelola potensi sumber daya alam secara baik dan berkelanjutan. Dalam konteks ini ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi bekerja sebagai dimensi yang memperkuat gerak proses dan pencapaian tujuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.

IDM memotret perkembangan kemandirian berdasarkan implementasi Undang-Undang Desa dengan dukungan Dana Desa serta Pendamping Desa. IDM mengarahkan ketepatan intervensi dalam kebijakan dengan korelasi intervensi pembangunan yang tepat dari pemerintah sesuai dengan partisipasi masyarakat yang berkorelasi dengan karakteristik wilayah yaitu tipologi dan modal sosial.*

Tidak ada komentar

Beranda