Penulis: Sri Bulan Siregar | Editor: Budi Hutasuhut
HUJAN tak terlalu deras ketika Sabtu, 18 Desember 2021, kami bertolak pukul 10.00 Wib dari Kota Padang Sidimpuan menuju Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan. Memilih jalur lewat Desa Sibongbong, Kecamatan Angkola Selatan, saya bersama fotografer Terasdatamediacom bermaksud mengecek kondisi banjir bandang yang mengempas sejumlah perkampungan penduduk yang ada di sepanjang daerah aliran sungai Aek Pardomuan.
Aek Pardomuan adalah gabungan dua sungai, Aek Mosa, dan Aek Natas, yang bertemu di sekitar jembatasn Garonggang, Kelurahan Pardomuan. Pada titik pertemuan dua sungai ini, Oktober 2021 lalu, ribuan orang dari berbagai daerah berkumpul di sekitar sungai untuk merayakan pesta Lubuk Larangan yang digelar Kelurahan Pardomuan. Destinasi wisata yang mengandalkan potensi sumber daya sungai ini mampu meraup keuntungan sebesar 82 juta dalam sehari dari tiket yang dibayarkan peserta pesta lubuk larangan.
Volume hujan mulai tinggi saat kami tiba di Garonggang. Debit air Aek Pardomuan tampak naik, dan kehilangan kejernihannya. Arus air begitu deras berwarna coklat tanah. Kami beristirahat di sebuah warung dekat persimpangan menuju Desa Mosa (Gunung Baringin) sambil menunggu hujan reda. Warung kopi itu penuh sesak, ada banyak pengendara yang memilih beristirahat seperti kami. Beberapa di antara pengunjung bercerita sesama mereka banjir bandang yang terjadi di Sirotcitan.
Sirotcitan merupakan sebuah wilayah lingkungan di dalam Kelurahan Pardomuan. Ada 10 lingkungan dalam wilayah kelurahan yang dihuni lebih 9.000 jiwa penduduk ini. Letak Sirotcitan berada di bantaran DAS Aek Pardomuan, dilintasi oleh Batang Salai, sungai kecil yang bermuara ke Aek Pardomuan. Sungai kecil itu meluap, arus airnya yang deras bertemu dengan arus air Aek Pardomuan, dan tekanan kedua arus air sungai yang sedang meluap melimpas ke jalan raya.
Mendengar cerita orang-orang, kami bergegas menuju Sirotcitan. Hujan deras dan jalur yang dilalui licin, sekali-sekali kami menghantam lubang yang tergenang oleh air. Jalan yang biasanya ramai karena merupakan jalur distribusi truk tanki minyak sawit milik PT Austindo Nusantara Jaya Agri Siais (ANJAS), anak perusahaan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJ). ANJAS memiliki 9.412 hektare lahan kebun sawit, dan mengoperasikan pabrik berkapasitas 60 ton/jam untuk memproduksi minyak kelapa sawit, dan hasil produksi itu didistribusikan dengan truk tanki ke depot pengumpulan di Simirik, Kota Padang Sidimpuan.
Tiga kali kami berpapasan dengan truk tanki milik PT ANJAS yang melaju kencang, kentara truk-truk itu tidak membawa beban berat. Sementara itu, arus air Aek Pardomuan yang kadang terlihat dari jalan raya -- jalan raya tampaknya dibangun untuk mengikuti pola aliran Aek Pardomuan -- membanjiri bantaran sungai yang sebagian besar merupakan areal perkebunan sawit rakyat.
Arus air yang deras memang naik ke jalan raya ketika kami tiba di Sironcitan. Puluhan mobil dan sepeda motor tampak tertahan di jalan, sementara warga Sironcitan tampak memberi aba-aba kepada para pengendara bahwa jalan tidak bisa dilewati. Para warga menyuruh pengendara agar putar balik, karena debit air terus naik.
"Hujan semalam sangat deras, dan air sungai sudah naik ke jalan," kata Parulian, warga sekitar. Dia mengatakan, sejak pagi sudah ratusan kendaraan, baik mobil, truk, maupun sepeda motor yang memutuskan putar balik. Tapi, beberapa orang yang tinggal di perkampungan-perkampungan di seberang, memilih menunggu sampai air sungai surut.
Kami berpencar di Sironcitan, melihat kondisi banjir yang bukan hanya menggenangi badan jalan hingga satu meter, tetapi juga merendam sebagian rumah penduduk yang tinggal di bantaran sungai. Bahkan, lahan-lahan sawit milik penduduk tampak tergenang, sementara arus air sungai terlihat semain deras.
Para pengendara sepeda motor yang hendak menerabas jalan, dilarang oleh warga karena arus air tidak bisa diduga. Dikhawatirkan, arus air sungai akan meluap karena hujan deras di ulu sungai.
Aek Pardomuan yang bersumber dari Aek Natas dan Aek Mosa itu, berhulu dari kawasan hutan lindung Batang Angkola. Tahun 2017 pemerintah Tapanuli Selatan menerbitkan Perda No.5 tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang membagi hutan lindung ke dalam tiga kecamatan meliputi 7.000 ha hutan lindung dalam wilayah Kecamatan Angkola Selatan dan Kecamatan Batang Angkola.
Dari potret citra satelit, Google Eart, kondisi Hutan Lindung Batang Angkola kini sudah habis dirambah. Dari dalam hutan yang menjadi habitat harimau, beruang, rusa, kambing hutan, tapir, siamang, berbagai jenis burung, dan lain-lain itu, hampir setiap hari keluar kayu gelondongan berbagai jenis berdiameter hingga lebih satu meter.
Dari sejumlah warga di Sironcitan, kami mendapat informasi bahwa banjir akibat limopasan air Aek Pardomuan terjadi bukan hanya di Sirotcitan, tapi juga di sejumlah perkampungan yang ada di DAS Aek pardumuan seperti di Gua Asom.
Kondisi ini meresahkan warga sekitar, membuat mereka khawatir banjir akan lebih parah mengingat curah hujan tetap tinggi. Beberapa warga yang tinggal di bantaran sungai sudah berencana hendak mengungsi ke rumah warga lain yang jauh dari sungai.
"Kalau di sini banjir, di hilir pasti banjir," kata Rustam, warga Desa Simataniari yang kebetulan ikut tertahan di Sirotcitan. Dia mengaku baru dari Gunungtua dan buru-buru pulang karena mendengar ada banjir melanda Simataniari.
Jembatan Hanyut
Hujan deras juga menyebabkan jembatan darurat di jalan raya menuju Desa MOsa (Gunung Baringin), Kecamatan Angkola Selatan, rusak karena terbawa arus. Jembatan sepnjang dua meter yang dibangun masyarakat secara bergotong royong dengan menaruh batang-batang pohon, hanya bisa dilewati sepeda motor. Akibatnya, para pedagang pengumpul buah tandan segara (BTS) kelapa sawit tidak bisa masuk, sehingga hasil panen petani sawit di Desa Gunung Baringin tidak terjual.
Sabtu, 18 Desember 2021, terlihat warga Desa Gunung Baringin bergotong royong memperbaiki jembatan yang ada di jalan lintas Garonggang-Mosa tersebut. *
Posting Komentar