Pemberian 5% saham kepada pemerintah daerah oleh PT Agincourt Resources (AR), pengelola Tambang Emas Martabe di Kecamatan Batang Toru, tidak berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Dana deviden yang mestinya masuk ke kas pemerintah daerah melalui rekening di Bank Sumut, justru masuk ke rekening atas nama PT Artha Nugraha Agung (ANA). "Dari PT ANA dana devide kemudian ditransfer ke rekening Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan," kata Kepala BPKAD (Badan Pendapatan Keuangan dan Anggaran Daerah), Frananda, seperti disampaikan Kepala Bagian Humas Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, Isnut Siregar.
Frananda menyampaikan penjelasan menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan pada awal Juni 2020. Dia mengatakan, PT ANA adalah perusahaan yang ditetapkan sebagai penerima 5% saham yang diberikan manajemen PT AR.
Sebab itu, perusahaan yang merupakan patungan saham antara PT Tapanuli Selatan Membangun (TSM) dan PT Perusahaan Pembangunan Sumatra Utara (PPSU), ini yang menerima dana transfer deviden dari PT AR. Dari PT ANA, dana deviden saham kemudian ditransfer ke rekening pemerintah daerah sesuai komposisi kepemilikan saham.
"Untuk Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan sebanyak 70%, sisanya sebanyak 30% jatah Pemda Provinsi Sumatra Utara," kata Frananda.
Sejak pemerintah daerah menerima 5% saham PT AR, terhitung dimulai saat PT AR memasuki tahap konstruksi pada 2008, deviden baru diperoleh setelah PT AR mulai produksi pada tahun 2012. Namun, deviden yang diterima PT ANA dari PT AR dipergunakan untuk membayar cicilan utang divestasi.
Sesuai perjanjian awal, untuk memperoleh 5% saham PT AR, maka pemerintah daerah harus membayar. Tapi, karena pemerintah daerah tak punya dana, PT AR memberikan saham 5% dalam bentuk utang yang harus dilunasi dengan sistem cicil dengan memotong dana devien yang diterima.
"PT ANA sendiri hanya menerima 60% dari dana deviden saham itu, karena 40% dipotong oleh PT AR untuk meningkatkan kualitas infrastruktur di wilayah Lingkar Tambang Martabe," kata Frananda.
Setiap kali PT AR selesai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sejak perusaaa itu berproduks pada 2012, PT ANA mendapat transfer dana deviden hasil divestas 5% saham. Dana deviden itu dipakai melunasi cicilan utang dan sisanya untuk operasional PT ANA, termasuk gaji para direksi perusahaan yang tidak didirikan berdasarkan peraturan daerah (Perda) tersebut.
Terakhir, saat dominan saham PT AR masih dikuasai konsorsium investasi RMC Capital, digelar RUPS pada 2018. Hasil RUPS 2018 itu menyetujui, bahwa pemerintah daerah mendapat deviden 6,7 juta dolar AS. Namun, karena pemerintah daerah masih memiliki sisa utang divestasi sebesar 4 juta dollar AS, maka dana deviden dipotongkan.
Sisa dana deviden sebesar 2,7 juta dolar AS diambil PT AR 40% untuk membangun infrastruktur Lingkar Tambang Martabe, dan sisa 60% ditransfer ke rekening PT ANA. Sejak itu, pemerintah daerah tak punya utang divestasi saham, dan pemerintah daerah resmi sebagai pemilik 5% saham PT AR.
Akhir tahun 2018, PT United Tractor Tbk melalui anak perusahaannya yang bergerak di bidang tambang mineral, mengakuisisi 95 saham PT AR. Namun, sejak dikuasai United Tractor, pembagian deviden PT ANA tidak pernah disampaikan secara transparan kepada publik.
Deviden hasil RUPS 2019 dan RUPS 2020, yang nilainya lebih 15 juta dolar AS (jika mengacu pada deviden hasil RUPS 2018 sebesar 6,7 juta dolar AS), belum disampaikan kepada publik. Padahal, United Tractor telah mengumumkan hasil RUPS sejumlah unit usahanya, dan perusahaan yang merupakan bagian dari Grup Astra itu mengantongi laba yang besar.
PT AR sendiri sudah melaporkan dalam Annual Report PT AR tentang keuntungan perusahaan dan pembagian deviden kepada para pemegang saham. PT ANA sebagai pemilik 5% saham juga sudah mendapat pembagian deviden, namun PT ANA tidak melaporkan pendapatan tersebut kepada publik.
Salah seorag direktur PT ANA, Hamdan Nasution, tidak menanggapi 10 pertanyaan yang diajukan Sinar Tabagsel dalam rangka konfirmasi pemberitaan perihal dana deviden 5% saham pemerintah daerah. Dana deviden dari PT AR yang seharusnya sudah utuh diterima PT ANA karena pemerintah daerah sudah sah sebagai pemilik 5% saham, wajib dilaporkan kepada publik.
Dana divestasi saham diplot untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Dengan begitu, kontribusi dana deviden 5% saham pemerintah daerah itu tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lewat pos sumber bagi hasil keuntungan perusahaan daerah. Nyatanya, dana deviden divestasi saham 5% milik pemerintah daerah itu raib dan diduga habis dibagi-bagi oleh elite di tubuh PT ANA sendiri.
Baca berita kedua. PT Artha Nugraha Agung, anak perusahaan...,..(bersabung)
Penulis: Efry Nasation, Dian MS Siregar
Editor: Budi Hutasuhut
Frananda menyampaikan penjelasan menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan pada awal Juni 2020. Dia mengatakan, PT ANA adalah perusahaan yang ditetapkan sebagai penerima 5% saham yang diberikan manajemen PT AR.
Sebab itu, perusahaan yang merupakan patungan saham antara PT Tapanuli Selatan Membangun (TSM) dan PT Perusahaan Pembangunan Sumatra Utara (PPSU), ini yang menerima dana transfer deviden dari PT AR. Dari PT ANA, dana deviden saham kemudian ditransfer ke rekening pemerintah daerah sesuai komposisi kepemilikan saham.
"Untuk Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan sebanyak 70%, sisanya sebanyak 30% jatah Pemda Provinsi Sumatra Utara," kata Frananda.
Sejak pemerintah daerah menerima 5% saham PT AR, terhitung dimulai saat PT AR memasuki tahap konstruksi pada 2008, deviden baru diperoleh setelah PT AR mulai produksi pada tahun 2012. Namun, deviden yang diterima PT ANA dari PT AR dipergunakan untuk membayar cicilan utang divestasi.
Sesuai perjanjian awal, untuk memperoleh 5% saham PT AR, maka pemerintah daerah harus membayar. Tapi, karena pemerintah daerah tak punya dana, PT AR memberikan saham 5% dalam bentuk utang yang harus dilunasi dengan sistem cicil dengan memotong dana devien yang diterima.
"PT ANA sendiri hanya menerima 60% dari dana deviden saham itu, karena 40% dipotong oleh PT AR untuk meningkatkan kualitas infrastruktur di wilayah Lingkar Tambang Martabe," kata Frananda.
Setiap kali PT AR selesai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sejak perusaaa itu berproduks pada 2012, PT ANA mendapat transfer dana deviden hasil divestas 5% saham. Dana deviden itu dipakai melunasi cicilan utang dan sisanya untuk operasional PT ANA, termasuk gaji para direksi perusahaan yang tidak didirikan berdasarkan peraturan daerah (Perda) tersebut.
Terakhir, saat dominan saham PT AR masih dikuasai konsorsium investasi RMC Capital, digelar RUPS pada 2018. Hasil RUPS 2018 itu menyetujui, bahwa pemerintah daerah mendapat deviden 6,7 juta dolar AS. Namun, karena pemerintah daerah masih memiliki sisa utang divestasi sebesar 4 juta dollar AS, maka dana deviden dipotongkan.
Sisa dana deviden sebesar 2,7 juta dolar AS diambil PT AR 40% untuk membangun infrastruktur Lingkar Tambang Martabe, dan sisa 60% ditransfer ke rekening PT ANA. Sejak itu, pemerintah daerah tak punya utang divestasi saham, dan pemerintah daerah resmi sebagai pemilik 5% saham PT AR.
Akhir tahun 2018, PT United Tractor Tbk melalui anak perusahaannya yang bergerak di bidang tambang mineral, mengakuisisi 95 saham PT AR. Namun, sejak dikuasai United Tractor, pembagian deviden PT ANA tidak pernah disampaikan secara transparan kepada publik.
Deviden hasil RUPS 2019 dan RUPS 2020, yang nilainya lebih 15 juta dolar AS (jika mengacu pada deviden hasil RUPS 2018 sebesar 6,7 juta dolar AS), belum disampaikan kepada publik. Padahal, United Tractor telah mengumumkan hasil RUPS sejumlah unit usahanya, dan perusahaan yang merupakan bagian dari Grup Astra itu mengantongi laba yang besar.
PT AR sendiri sudah melaporkan dalam Annual Report PT AR tentang keuntungan perusahaan dan pembagian deviden kepada para pemegang saham. PT ANA sebagai pemilik 5% saham juga sudah mendapat pembagian deviden, namun PT ANA tidak melaporkan pendapatan tersebut kepada publik.
Salah seorag direktur PT ANA, Hamdan Nasution, tidak menanggapi 10 pertanyaan yang diajukan Sinar Tabagsel dalam rangka konfirmasi pemberitaan perihal dana deviden 5% saham pemerintah daerah. Dana deviden dari PT AR yang seharusnya sudah utuh diterima PT ANA karena pemerintah daerah sudah sah sebagai pemilik 5% saham, wajib dilaporkan kepada publik.
Dana divestasi saham diplot untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Dengan begitu, kontribusi dana deviden 5% saham pemerintah daerah itu tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lewat pos sumber bagi hasil keuntungan perusahaan daerah. Nyatanya, dana deviden divestasi saham 5% milik pemerintah daerah itu raib dan diduga habis dibagi-bagi oleh elite di tubuh PT ANA sendiri.
Baca berita kedua. PT Artha Nugraha Agung, anak perusahaan...,..(bersabung)
Penulis: Efry Nasation, Dian MS Siregar
Editor: Budi Hutasuhut
Posting Komentar