Kenapa Tak Ada Jaringan Seluler di Lantai Dasar Pasar Sakumpal Bonang

Penulis: Dian Maas Siregar | Editor: Efry Nasaktion

Pasar Pajak Batu di Kota Padangsidimpuan lebih terawat dibandingkan pasar Sakumpal Bonang.

Selama bertahun-tahun, lantai dasar Pasar Sagumpal Bonang menjadi area blank spot  jaringan telekomunikasi seluler dan internet. 

Nada bicara Husin (45) agak tinggi saat menelepon. Ia bukan sedang mengekspresikan emosinya. Volume suaranya meninggi akibat jaringan seluler sangat buruk, ia harus bicara dengan nada yang tinggi. Ia juga tidak bisa menangkap pembicaraan dengan jelas. 

Laki-laki 35 tahun yang tinggal di Desa Lobulayan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, itu sedang berada di toko sepatu di lantai dasar Pasar Sagumpal Bonang,  Senin, 18 Agustus 2025 lalu.  Tangan kanannya memegang sepatu berwarna hitam, tangan lainnya menempelkan adroid ke telinga. 

Ia sedang menghubungi istrinya untuk menanyakan ukuran sepatu yang harus dibeli. Istrinya sudah memberi tahu nomor sepatu itu, tetapi ia ragu dengan ingatannya. Ia merasa perlu memastikan kembali. 

Suara istrinya tak bisa disimak, putus-putus kemudian hilang. Itu yang membuatnya berteriak-teriak. Ketika suara itu benar-benar hilang, ia menatap adroidnya, lalu menatap pemilik toko sepatu yang berdiri di hadapannya. 

Tatapan Husin lebih menunjukkan, ia tidak tahu nomor berapa sepatu yang akan dibeli. Itu artinya, pedagang sepatu akan kehilangan rezekinya. 

 "Anakku kelas tujuh. Tapi..." Husin tampak kesal, lalu mencoba kembali menghubungi nomor istrinya. 

Marzuki, laki-laki 52 tahun yang mengelola toko sepatu, mengatakan tidak ada jaringan seluler di lantai dasar Pasar Sagumpal Bonang. Semua vendor telepon seluler tidak aktif. "Kalau mau menelepon harus keluar dulu," kata Marzuki sambil menunjuk ke arah tangga. "Di tangga itu sudah bisa menelepon."

Setelah menyerahkan sepatu yang dipegangnya, Husin bergegas ke tangga. Nomor yang dihubunginya langsung tersambung. Ia bicara sebentar, menanyakan hal yang ingin diketahuinya. Detik berikutnya ia kembali ke toko sepatu, lalu menyebut nomor sepatu yang diinginkannya. 

Pasar Sakumpal Bonang merupakan pasar tradisional tipe A di Kota Padangsidimpuan yang dikelola oleh Dinas Perdagangan dan Usaha Kecil Menengah Kota Padangsidimpuan.  Berdasarkan Peraturan Wali (Perwali) Kota Padangsidimpuan Nomor 06 Tahun 2021 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan di Kota Padangsidimpuan,  pasar ini ditetapkan sebagai pasar rakyat.

Bangunan pasar terdiri dari tiga lantai, masing-masing lantai disekat-sekat menjadi kios berukuran 2x3 meter. Saat ini, tercatat hanya 600 pedagang di Pasar Sakumpal Bonang.  Jumlah itu tidak sebanding dengan jumlah kios yang ada. Di tiap lantai, sebagian besar kios tidak berpenghuni. Para pedagang bangkrut akibat usahanya tidak menguntungkan.  Kios-kios itu tidak terawat dan rusak. Tidak sedikit dari kios kosong berubah fungsi menjadi gudang, tempat tinggal sementara, dan tempat berkumpul komunitas tertentu.  

Dalam RPJP 2025, Pemda Kota Padangsidimpuan menetapkan Pasar Sakumpal Bonang sebagai salah satu sektor penopang pertumbuhan ekonomi daerah. Namun, pengelolaan pasar ini tidak kunjung mampu merealisasikan amanat Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 21 Tahun 2021 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Perdagangan. 

"Tak ada sistem pengelolaan manajemen pasar, tidak ada pembinaan terhadap pedagang," kata Mardi, pedagang di lantai dasar Pasar Sakumpal Bonang, yang mengaku telah berusaha sejak 1990. "Tidak ada kebijakan yang membuat pasar menjadi tempat transasksi ekonomi."

Blank Spot Jaringan Telekomunikasi

Manajemen pengelolaan Pasar Sakumpal Bonang sangat buruk. Selain tidak adanya fasilitas yang memadai,  perbaikan fasilitas yang sudah pun tidak pernah dilakukan. 

Fasilitas jaringan telekomunikasi dan informatika untuk keperluan telepon seluler dan  internet sangat buruk. Di lantai dasar Pasar Sakumpal Bonang, para pedagang maupun masyarakat pembeli tidak bisa berkomunikasi lewat telepon genggam. Begitu tiba di lantai dasar, hidup seakan-akan kembali ke zaman lampau, zaman sebelum teknologi telekomunikasi dan informatika ditemukan. 

Kondisi ini disebabkan semua vendor telekomunikasi tidak aktif di lantai dasar Pasar Sakumpal Bonang. Akibatnya,  para pedagang tidak bisa memanfaatkan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika untuk melancarkan usahanya. 

"Kami sudah berkali-kali minta agar pemerintah memperbaiki jaringan telekomunikasi. Bertahun-tahun permintaan itu tidak kunjung dipenuhi," kata Zulfan, pedagang pakaian di lantai dasar pasar Sakumpal Bonang. "Kalau fasilitas itu ada, lantai dasar ini tidak akan sesepi sekarang."

Tidak adanya jaringan vendor telekomunikasi alias blank spot di  lantai dasar bukti bahwa pemerintah daerah tidak memperdulikan masyarakat pedagang yang merupakan pelaku ekonomi kecil dan mikro. Mereka memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, tetapi keberadaan mereka seakan-akan tidak diketahui di Kota Padangsidimpuan.

Para pedagang tidak bisa mengakses jarigan internet sehingga tidak bisa berjualan dengan sistem online. Mereka hanya bisa offline, namun para pembeli jarang yang datang ke lantai dasar Pasar Sakumpal Bonang. Akibatnya, banyak pedagang yang memilih keluar dari Pasar Sakumpal Bonang dan berjualan sebagai pedagang kaki lima.

Pasar Sakumpal Bonang berada di Jalan Husni Tahamrin. Di  sepanjang halan provinsi itu, pedagang kaki lima berjualan secara bebas meskipun selalu dilarang. Sebagian dari mereka merupakan pedagang yang awalnya berjualan di dalam Pasar Sakumpal Bonang. 

Lantaran manajemen pengelolaan Pasar Sakumpal Bonang yang buruk,  calon pembeli enggan masuk ke dalam pasar. Keengganan para pembeli ini dimanfaatkan para pedagang dengan memindahkan dagangannya ke luar, ke kaki lima di sepanjang Jalan Husni Thamrin. 


PASANG IKLAN

alt gambar
Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes