.

Buruk Pengelolalaan Sampah di Padang Sidimpuan


Hady K. Harahap Jurnalis SInar Tabagsel

Seluas 6,5 hektare lahan di Desa Batang Bahal, Kecamatan Padang Sidimpuan Batunadua, yang rencananya untuk lokasi baru dari relokasi Tempat Penampungan Akhir (TPA) Batubola, hingga kini tidak terealisasi. Program Wali Kota Padang Sidimpuan Irsan Efendi Nasution untuk mengatasi persoalan sampah itu, hanya meninggalkan persoalan baru selama satu priode kepemimpinannya (2018-2023).  

Kapasitas TPA Batu Bola di Desa Simatohir, Kecamatan Padang Sidimpuan Angkola Julu, Kota Padang Sidimpuan, sudah tidak memadai lagi dari segi ukuran, lokasi, serta daya tampungnya. Tiap hari, truk-truk sampah milik Pemda Kota Padang Sidimpuan datang mengantarkan sampah yang dipungut dari lingkungan masyarakat. Sampah-sampah itu menimbun, membukit, dan tak ada proses pengelolaannya. 

Masyarakat di sekitar TPA dan para aktivis lingkungan hidup mengeluhkan limbah dari TPA itu berupa air lindi mulai mencemari Batang Ayumi. Pasalnya, TPA Batu Bola tidak memiliki IPAL (instalasi pengfelolaan air limbah) sehingga air lindi yang mengandung zat-zat pencemar lingkungan mengalir ke sungai-sungai kecil yang bermuara ke Batang Ayumi. Tumpukan sampah itu juga mencemari udara, menguarkan bau busuk yang menyengat. 

Keluhan itu kemudian ditampung Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang Sidimpuan pada 2019 lalu dengan menganggarkan anggaran dalam APBD 2019 untuk membeli lahan guna merelokasi TPA Batu Bola. Lahan di lokasi baru terletak di Desa Batang Bahal, Kecamatan Padang Sidimpuan Batunadua,  menghabiskan anggaran Rp.870.103.350. Namun, setelah pembelian lahan, pembangunan TPA baru itu tak kunjung dilakukan. Padahal, kapasitas TPA lama sudah tak memadai, apalagi timbunan sampah di TPA lama sudah mencapai 161,82 ton/hari.

Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup di tahun 2022, Kota Padang Sidimpuan memiliki timbunan sampah sebanyak 161,82 ton/hari. Dengan jumlah penduduk Kota Padang Sidimpuan sebanyak 225.105 orang, maka setiap warga Kota Padang Sidimpuan rata-rata telah menyumbang 1,3 kg sampah setiap harinya. 

Kementrian Lingkungan Hidup juga mencatat, 49,03% dari sampah tersebut merupakan sampah sisa makanan, 13,56% sampah kertas/karton, 12,71% sampah plastik, 7,58% kayu/ranting, 3,29% kain, 2,17% kaca, 1,13% karet/kulit, dan sampah lainnya berjumlah 9,25%. Ironisnya, dari total 59.065.98 sampah di tahun 2022, hanya 38.325 ton (64%) saja yang dilakukan penanganan oleh Dinas Lingkungan Hidup. Dari 64% penanganan sampah tersebut, hanya 6.679.50 ton (11%) yang didaur-ulang.

Untuk menekan jumlah sampah yang tertimbun setiap harinya, Pemda Kota Padang Sidimpuan seharusnya fokus bagaimana mengurangi sampah sejak di hulu untuk mengurangi beban sampah yang harus ditangani di hilir. Sebagaimana esensi UU Pengelolaan Sampah yang mengatakan bahwa pengelolaan sampah yang baik terindikasi pada semakin sedikitnya sampah yang dihasilkan dan diangkut ke tempat pemrosesan akhir sampah, begitu juga sebaliknya.

Salah satu solusi yang bisa diambil Pemda Kota Padang Sidimpuan untuk mengurangi sampah plastik dengan giat mengkampanyekan tentang zero waste kepada masyarakat. Warga harus digerakkan untuk memulai gaya hidup minim sampah. Selain mengurangi sampah di hulu, Pemda Padang Sidimpuan juga juga harus mulai bijak dalam mengelola timbunan sampah yang menumpuk setiap harinya. Salah satunya adalah dengan mulai meminimalisir penggunaan iniserator. 

Ahli Toksikologi dan Kimia Lingkungan, Prof Paul Connet, dalam konferensi  “Zero Waste campaign Tour” di Jakarta pada 2019 lalu. mengatakan penggunaan iniserator berlawanan dengan tujuan pengelolaan sampah untuk melindungi kesehatan dan lingkungan. Iniserator akan membuang emisi berupa dioksin, senyawa yang dikenal beracun. Pencemaran dioksin dapat menimbulkan penyakit kanker, permasalahan reproduksi, dan perkembangan kerusakan pada sistem imun dan mengganggu hormone. 


Ada banyak banyak opsi yang bisa dijadikan pilihan guna mengelola sampah, baik yang organik maupun yang an organik. Untuk jenis yang organik, Pemda Padang Sidimpuan bisa mendaur-ulang sampah sisa makanan tersebut menjadi pupuk kompos. Sayangnya, Kementrian Lingkungan Hidup belum mencatat adanya Rumah Kompos yang memadai di Kota Padang Sidimpuan guna menampung sisa-sisa makanan yang tertimbun setiap harinya. 

Selain dijadikan kompos, pengolahan sampah sisa makanan ini bisa diubah menjadi produk ekoenzim yang berfungsi sebagai cairan pel, pembersih dapur, pembersih hama, serta pupuk tanaman. Namun, sekali lagi, Pemda Padang Sidimpuan belum menggiatkan solusi ekoenzim tersebut.

Untuk mengakomodir sampah jenis anorganik, seperti plastik, kertas, karton, dan sebagainya, dibutuhkan kreativitas untuk mengubahnya menjadi produk baru yang berdaya guna. Selain menyulapnya menjadi sebuah kerajinan tangan, pembuatan ecobrick sepertinya bisa menjadi solusi yang tepat. Tetapi, Pemda Padang Sidimpuan belum memperlihatkan keseriusannya dalam  hal ini. Masih belum terlihat adanya gerakan yang masif untuk mensosialisasikan pengolahan sampah an organik bagi masyarakat. 

Bank- bank yang tersedia pun sebatas menerima sampah-sampah dari masyarakat dan belum maksimal mendaur ulangnya menjadi produk baru dan mayoritas dari sampah yang menumpuk di bank sampah pun tetap berakhir menjadi sampah juga.



Tidak ada komentar

Beranda