Diskusi Tentang Orangutan Tapanuli Dibubarkan Secara Paksa

Penulis: Hady Kurniawan Harahap | Jurnalis Sinar Tabagsel

Pekerjaan konstruksi di areal PLTA Simarboru yang berada di kawasan Ekosistem Batangtoru berdampak terhadap kehidupan eksosistem habitat Orangutan Tapanuli. 

Diskusi Publik yang mengangkat tema "Masa Depan Orangutan Tapanuli dan Ekosistem Batangtoru" yang digagas sejumlah organisasi non-goverment (NGo) lingkungan dan digelar di salah satu kafe di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Maret 2023, dipaksa bubar oleh empat orang tak dikenal.

Direktur Wahana Lingkungan (Walhi) Sumut, Rianda Purba, yang dihubungi Sinar Tabagsel mengatakan diskusi terbatas itu menghadirkan enam narasumber yang merupakan aktivis lingkungan hidup, akademisi, dan profesional jurnalisme di bidang lingkungan hidup itu, sedianya digelar pukul 10.00 Wib. 

Namun, sebelum jadwal pembukaan acara yang menampilkan Uli Artha Siagian (Manajer Kampanye Hutan, Walhi), Daniel Johan (anggota Komisi IV DPR RI), Onrizal (akademisi USU), Andy Muttaqiem (Direktur Eksekutif Setya Bumi), Wiluyo Kusdhiarto (Direktur Mega Proyek dan Energi Batu Terbarukan PT Perusahaan Listrik Negara), dan Abdus Somar (jurnalis dari Jaring.id), ini tiba-tiba salah seorang pengunjung datang sembari membentak-benak, lalu meminta diskusi segera dibubarkan. 

Aksi pengunjuk itu sontak mengagetkan para undangan diskusi yang sedianya akan dimoderatori oleh Irvan, jurnalis dari CNN TV Indonesia itu. Panitia kemudian berusaha menenangkan yang bersangkutan, tetapi yang bersangkutan bersikeras agar diskusi tidak dilanjutkan dan melabrak kursi dengan emosi. Pria yang mengaku dari Salemba, Jakrta Pusat, itu tak mau menjelaskan berasal dari lembaga mana dan kenapa menginginkan diskusi tersebut dibubarkan.

“Ketegangan berlangsung selama 15 menit. Situasi tidak dapat dikendalikan karena orang-orang tersebut terus mengganggu jalannya diskusi dengan perilaku yang agresif, Mereka bahkan tak segan-segan mengancam keselamatan para peserta diskusi. Situasi baru mereda setelah penyelenggara membawa individu-individu tersebut ke lantai bawah untuk diajak mediasi,” katanya.

Menurut Rianda Purba, diskusi ini merupakan respon atas liputan kolaborasi 5 media nasional beberapa waktu lalu tentang dampak buruk yang ditimbulkan PLTA Batangtoru terhadap kelestarian Orangutan Tapanuli dan habitatnya di hutan Ekosistem Batangtoru. 

Dalam liputan investigasi berjudul "Terfragmentasi Dam Listrik Batang Toru" yang bisa dibaca di website Jaring.id edisi 24 Feberuari 2023,  disebutkan bahwa keberadaan PLTA Sipirok Marancar batangtoru (Simarboru) itu berdampak serius bukan saja terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi, tetapi juga terhadap rusaknya Ekosistem batangtoru yang mempengaruhi habitat fauna paling langka di dunia, Orangutan Tapanuli. 


Sementara itu, Joni Aswira selaku Ketua Umum Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia dalam media sosial, menyayangkan tindakan pembubaran diskusi publik ini. Diskusi publik untuk merespon liputan kolaborasi media yang diinisiasi oleh SIEJ, katanya, seharusnya tidak disikapi dengan tindakan atau upaya pembubaran.

"Diskusi merupakan sebuah dialektika di alam demokrasi. Bagi pihak yang tidak setuju, mestinya mengedepankan pendekatan dialog. Sebab kebebasan berpendapat dan berekspresi dilindungi oleh konstitusi. Kalau pembubaran diskusi dibiarkan, maka hal ini akan mengancam demokrasi. Pemerintah berkewajiban melindungi hak warga negaranya dalam berpendapat," kata Joni.

Sementara itu, Dr. Aldrianto Priadjati sebagai Ketua Forum Konservasi Orangutan Indonesia (FORINA) mengutuk upaya pembubaran paksa diskusi publik tentang Orangutan Tapanuli yang dilancarkan oleh keempat orang tak dikenal tersebut.

“Kami mengecam gangguan paksa terhadap diskusi publik dan menganggapnya sebagai upaya untuk menghambat kebebasan berbicara dan berekspresi. Kami percaya bahwa setiap warga negera memiliki hak untuk berpartisipasi dalam diskusi dan debat publik, mengekspresikan pandangan dan pendapat mereka, dan didengar tanpa takut akan intimidasi atau pembalasan dari pihak mana pun,” terang Aldrianto.

Lebih lanjut, Aldrianto mendesak pihak berwenang untuk menyelidiki insiden ini dan meminta pertanggungjawaban para pelaku atas tindakan mereka. Kami juga menyerukan kepada pemerintah untuk melindungi kebebasan berekspresi dan memastikan keamanan semua warga negara yang ingin terlibat dalam diskusi dan debat publik yang damai. 

Sejak lama, kegiatan konstruksi pembangunan infrastruktur PLTA Batang Toru memang telah diprotes oleh banyak kalangan, lantaran proyek tersebut pasti mengganggu habitat Orangutan Tapanuli yang menjadi primate  endemik yang hanya bisa ditemukan di Ekosistem Batang Toru. Namun, protes yang disampaikan tidak pernah ditanggapi dengan serius oleh pihak PLTA Batang Toru.

Ditambah lagi, masyarakat Desa Bulu Mario yang bermukim di sekitar PLTA Batang Toru kian mengeluhkan kehadiran Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) yang semakin sering menjarah tanaman serta hasil-hasil ladang mereka. 





alt gambar
Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes