Pupuk Bersubsidi Berpotensi Salah Distribusi


PT Pupuk Indonesia (Persero) memastikan stok pupuk subsidi tahun 2022 telah tersedia di gudang-gudang di berbagai daerah. Itu artinya, para petani yang terdaftar dalam elektronik Rencana Defenitif Kerja Kelompok (e-RDKK) sudah bisa menebus jatah pupuk untuknya ke penyalur-penyalur resmi yang ditunjuk di daerah. 

Proses ini terdengar sangat mudah. Hanya menunjukkan kartu tani yang dimiliki. Kenyataan di lapangan justru sebaliknya. Pasalnya, toko sarana produksi tani (saprodi) tidak memiliki persediaan pupuk bersubsidi dengan alasan belum didistribusikan. Yang ada hanya pupuk nonsubsidi dengan harga yang melabung hingga 100% dari harga semestinya.

Harapan untuk bisa memupuk tanaman yang dibudidayakan pada musim tanam akhir 2021 lalu, akhirnya tidak terwujud. Pengalaman inilah yang dihadapi petani-petani di Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan. Sejumlah tokoh yang menjual pupuk bersubsidi mengaku tidak punya persediaan, tapi pupuk nonsubsidi masih ada.

Apakah ketersediaan pupuk bersubsidi seperti disampaikan PT Pupuk Indonesia isapan jempol belaka? 

Pada akhir tahun 2021, saat pupuk bersubsidi menghilang, sejumlah penyalur pupuk mencari alternatif dengan menawarkan pupuk nonsubsidi. Berharap petani pasti akan membeli pupuk nonsubsidi untuk memupuki tanaman budidayanya, penyalur kemudian menawarkan pupuk nonsubsidi dengan harga tinggi. Namun, petani memilih tidak membeli pupuk nonsubsidi, bersikeras menunggu pupuk bersubsidi.

Tingginya harga pupuk nonsubsidi yang terlanjur dibeli para penyalur, menyebabkan modal mereka tertahan. Sebab itu, ketika pupuk bersubsidi sudah disalurkan PT Pupuk Indonesia ke daerah-daerah, ternyata sejumlah toko penyalur pupuk belum menjual pupuk bersubsidi. 

Kita tak tahu persis apa yang sedang terjadi terkait pupuk bersubsidi ini? Yang jelas, kita bisa menghitung secara kasar bahwa ada perbedaan margin harga yang sangat jauh antara pupuk bersubsidi dengan pupuk nonsubsidi. Margin yang begitu besar menjanjikan keuntungan besar. 

Sangat mungkin pupuk bersubsidi dijual sebagai pupuk nonsubsidi demi mendapatkan selisih margin harga tersebut. Sesuai harga eceran tertinggi (HET) tahun 2022, pupuk Urea Rp2.250 oper kg atau Rp112.500 per zak. Sementara pupuk Urea nonsubsidi kini dijual Rp300.000/zak sampai Rp500.000/zak atau sekitar Rp5000/kg sampai Rp10.000.kg. 

Adakah pemerintah mengawasi persoalan ini? Bagaimana mekanisme pengawasannya? 

Kita tak pernah tahu persis, dan pemerintah daerah tampaknya lebih mempersoalkan minimnya jatah pupuk bersubsidi tahun 2022 ini daripada memikirkan antisipasi agar distribusi pupuk bersubsidi tidak salah sasaran. *

alt gambar
Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes