Data Tak Akurat, 2024 Kemiskinan Ekstrem Tuntas di Desa

Penulis: Bahri Syamsul | Editor: Budi Hutasuhut


Biro Pusat Statistik (BPS) memperkirakan kemiskinan ekstrem di Indonesia mencapai 4% atau 10,9 juta jiwa, dan sebanyak 7,3 juta jiwa warga miskin tersebut tinggal di perdesaan. 

Data kemiskinan ekstrem itu diungkapkan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar, pada puncak Peringatan Selamatan Sewindu Undang-Undang Desa (2014-2022) di Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Cisolok, Sukabumi, Sabtu (15/1). "Kemiskinan ekstrem didefeniskan bahwa warga berpendapatan di bawah US$ 1,99/kapita/hari, atau setara dengan warga yang berpendapatan di bawah Rp12.000/kapita/hari," kata Abdul Halim Iskandar.

Abdul Halim mengungkapkan, saat ini tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan di tingkat desa dihimpun dalam kerangka kerja yang dinamai Sustainable Development Goals Desa atau SDGs Desa. Sasaran pertamanya adalah desa tanpa kemiskinan. 

”Inilah yang disediakan SDGs Desa. Bahkan, 67 jenis kebutuhan warga miskin dan 19 jenis kebutuhan keluarga miskin telah terdeteksi. Ini dapat dikumulasi ke level kabupaten/kota, provinsi, dan nasional,” urainya. 

Kemendes menegaskan kesiapan data mikro hingga by name by address menjadi kunci dalam mencapai berbagai indikator yang ditetapkan dalam SDGs Desa, demikian juga dalam upaya pengentasan kemiskinan ekstrim. Kemendes PDTT pun menyiapkan tujuh tahapan untuk menuntaskan kemiskinan ekstrim di level desa.  

“Kami telah matangkan tujuh tahapan penanganan kemiskinan ekstrem di desa. Dari pemetaan awal data SDGs Desa, penyusunan peta warga miskin ekstrem per kabupaten, penyusunan rencana anggaran dan pemangku kepentingan, konsolidasi data dan lapangan, penyusunan rencana aksi dan tahapan kerja, implementasi penanganan warga miskin ekstrem, hingga monitoring berkelanjutan untuk memastikan kemiskinan ekstrem tidak muncul kembali,” urainya.

Terkait rencana aksi penuntasan kemiskinan ekstrim, lanjut Gus Halim, hal ini terdiri dari beberapa langkah. Di antaranya pengurangan pengeluaran, peningkatan pendapatan, pembangunan kewilayahan, pendampingan desa serta kelembagaan. 

“Strategi penuntasan kantong kemiskinan di tiap desa dan kabupaten juga dilaksanakan dengan cara sekali-selesai dalam batas waktu yang ditentukan,” katanya.

Dia menambahkan, pendamping desa mempunyai peran strategis dalam upaya penuntasan kemiskinan esktrim ini. Mereka akan menjadi ujung tombak dalam implementasi rencana aksi di level desa. Para pendamping desa harus memastikan warga miskin ekstrem di desa-desa dampingannya tertangani 100 persen dalam aktivitas pembangunan, baik dari dana desa, APBD kabupaten/kota, APBD provinsi, maupun APBN. 

”Berdasarkan data desa yang dikumpulkan sendiri oleh relawan desa, didampingi tenaga pendamping profesional, saya yakin penanganan kemiskinan ekstrem di desaakan tuntas, tepat seperti ditargetkan Bapak Presiden Joko Widodo pada 2024 itu 0% kemiskinan ekstrem di Desa,” katanya. *

alt gambar
Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes