Lima dari 563 sumur minyak di Sumatra bagian Utara (Sumbagut) yang akan dibor dan dieksplorasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sumbagut, berada di wilayah Provinsi Sumatra Utara. Lokasinya di titik Kabupaten Langkat, tepatnya di daerah Pangkalan Susu, EMP Gebang, EMP Tonga, dan Bukit Energi Bahorok.
Berita ini menggembirakan sekaligus memprihatinkan. Menggembirakan karena Sumatra Utara memiliki cadangan minyak untuk memenuhi target 1 juta barel per hari telah ditetapkan menjadi target produksi minyak nasional. Itu artinya, sumber daya alam di Sumatra Utara akan dimanfaatkan untuk peningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Disebut memprihatinkan karena saat ini sedang tren transisi energi baru terbarukan dan upaya penurunan emisi karbon komitmen negara terhadap Paris Agreement dan COP26 yang harus dilaksanakan. Meskipun begitu, kita berharap pemerintah ketat menjaga tingkat keekonomian investasi hulu migas ini. Jika nantinya ada upaya pengurangan emisi CO2, maka terbuka untuk dilakukan kembali menghitung keekonomian dengan kondisi yang ada dan mendapatkan insentif.
Tapi, setidaknya, pengeboran lima sumur minyak di wilayah Sumut ini akan membawa multi efek terhadap perekonomian daerah. Adanya investasi besar dari para pemegang kontrak karya, akan menimbulkan ragam efek terhadap perekonomian daerah. Apalagi SKK Migas memiliki 10 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang memiliki wilayah operasi di Sumbagut.
Dari 10 KKKS itu, beberapa vendor memiliki wilayah karya operasional pada lima sumur minyak di Sumatra Utara. Fakta ini menunjukkan, keberadaan lima sumur minyak ini seharusnya menjadi peluang besar bagi Sumatra Utara untuk menambah sumber pendapatan asli daerah (PAD), apalagi provinsi ini memiliki BUMD (badan usaha milik daerah) yang bergerak di sektor minyak dan gas.
Namun, disayangkan, saat bertemu dengan Kepala Perwakilan SSK Migas Sumbagut Rikky Rahmat Firdaus, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi tidak punya daya tawar signifikan selaku pemilik wilayah sumber daya alam tersebut. Padahal, akan ada 10 KKKS yang memiliki wilayah operasi di Sumbagut, dan setiap vendor ini akan mengeruk banyak keuntungan dari SDA Sumatra Utara.
Sangat ideal jika Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mulai mengkaji untuk mendapatkan peran lebih besar di ladang minyak dengan penyertaan modal usaha atau disebut Participating Interest (PI) Blok Migas. Sesuai dengan Surat Menteri ESDM perihal keikutsertaan BUMD dalam pengelolaan Blok Migas, perlu mewujudkan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang bersih dan kredibel, serta menguasai seluk beluk bisnis migas untuk melakukan ketentuan 10% participating interest.
Participating interest minimal 10% sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, pemerintah daerah dimungkinkan mendapatkan minimal 10%. Keuntungan ini di luar income pemasukan bagi dana bagi hasil migas untuk Sumatra Utara.
Permen Nomor 37 Tahun 2016 mengatur dengan jelas agar participating interest 10% memberikan keuntungan dan manfaat nyata bagi pemerintah daerah pada suatu wilayah kerja SKK Migas. Artinya, pemerintah daerah bisa mendapatkan 10% participating interest pada Kontrak Kerja Sama (KKS), karena kontraktor wajib menawarkannya pada daerah. Permen ini bertujuan meningkatkan peran serta daerah dan nasional dalam pengelolaan migas.
Kemungkinan bisa mendapatkan participating interest 10% sangat besar, di mana Provinsi Sumatra Utara menetapkan salah satu BUMD untuk menguasai saham sampai 10%. Pemprov Sumut punya daya tawar, bahwa dengan participating interest 10% maka Pemprov Sumut akan mempermudah dan mempercepat proses penerbitan perizinan di daerah dan membantu penyelesaian permasalahan yang timbul terkait pelaksanaan kontrak kerja sama di daerah.
Permen 37 Tahun 2016 merupakan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas yang menyatakan bahwa Kontraktor wajib menawarkan participating interest 10% kepada BUMD dan dilakukan secara kelaziman bisnis. Sesuai dengan Permen, participating interest 10% digendong oleh KKKS. Pembiayaan dilakukan terlebih dulu oleh KKKS, terhadap besaran kewajiban BUMD atau Anak BUMD pengelola participating interest 10%. Selanjutnya, pengembalian diambil dari bagian BUMD dari hasil produksi tanpa dikenakan bunga.
Namun, kepemilikan saham BUMD dan participating interest 10% tidak bisa diperjualbelikan, dialihkan, ataupun dijaminkan. BUMD disahkan melalui Perda dan berbentuk Perusda (100% Pemda) atau Perseroan Terbatas (minimal 99% Pemda dan sisanya terafiliasi dengan Pemda).
Adapun skema kerja sama yakni, Gubernur mengkoordinir, menyiapkan, dan menunjuk BUMD penerima penawaran PI 10%. Kemudian, Kontraktor membiayai terlebih dahulu besaran kewajiban BUMD. Lalu, pengembalian pembiayaan kepada kontraktor dilakukan tiap tahun tanpa bunga (0%) dari hasil produksi bagian BUMD dengan tetap menjamin penerimaan bagi hasil untuk BUMD.
Dengan memperoleh participating interest 10% ditambah dana bagi hasil tambag minyak dan gas, maka keberadaan sumur-sumur minyak di Provinsi Sumatra Utara akan membawa dampak lebih besar. Sayangnya, Gubernur Sumut ternyata hanya mengincar dana Corporate Social Responsibility (CSR), yang tanpa diminta pun sebetulnya menjadi kewajiban pengusaha.*
Posting Komentar