Penulis : Ahmad S. Piliang | Editor: Budi Hutasuhut
Sejumlah petani kopi Arabika di sentra produksi di Kabupaten Tapanuli Selatan tidak bisa menikmati tingginya harga kopi yang kini mencapai Rp35.000 -- Rp38.000 per solup. Pasalnya, hasil panen tanaman budidaya mereka sangat rendah akibat kopi mulai ditinggalkan petani di Kecamatan Sipirok, Arse, Saipar Dolok Hole karena harga selalu rendah.
"Tidak ada kopi lagi," kata Pahutar, pedagang pengumpul kopi saat ditemui di Desa Batang Miha, Kecamatan Sipirok, Kamis, 23 Desember 2021. "Dalam seminggu biasanya saya bisa mengumpulkan sampai 2 ton, sekarang 200 kg saja susah."
Pahutar mengumpulkan kopi dari petani di Kecamatan Sipirok, Angkola Timur, dan Marancar. Dia mengaku sanggup membeli Rp35.000 per solup kualitas sembarang. "Walaupun harga tinggi, tapi petani tidak punya kopi lagi," katanya.
Pahutar mengatakan, petani kopi Arabika (biasa disebut kopi Ateng) di Kecamatan Sipirok mulai meninggalkan kebun kopinya dua tahun terakhir. Banyak kebun kopi yang tidak lagi dirawat seperti di Desa Sialaman, Kecamatan Sipirok. "Sebagian besar kebun kopi di sana tidak lagi dirawat pemiliknya," katanya.
Senada dengan Pahutar juga disampaikan Firkah, pedagang pengumpul di Pasar Sipirok, yang ditemui Kamis, 23 Desember 2021.
Dia mengaku bersedia membeli harga Rp35.000 per solup sampai Rp37.000 per solup. Namun, di lapak yang dibukanya di Pasar Sipirok, jarang petani yang datang membawa kopi. Sejumlah petani yang sebelumnya selalu menjual kopi kepadanya mengaku tidak lagi punya kopi.
"Petani kopi membiarkan kebun kopi mereka. Para petani lebih tertarik budidaya hortikultura saat ini," katanya.
Firkah mengatakan, biasanya dia mampu mengumpulkan hingga 5 ton biji kopi yang ditampung dari para petani yang datang ke Pasar Sipirok. "Satu ton saja tidak bisa terkumpul," kata Firkah yang mengaku harus memenuhi kuota sebanyak 10 ton kopi. "Saya mengumpulkan kopi untuk eksportir di Medan."
Ditinggal Petani
Sejumlah sentra produksi kopi di Kecamatan Sipirok memang sudah tidak lagi menjadi sentra kopi Arabika. Pasalnya, para petani yang sebelumnya giat membudidayakan kopi Arabika dari berbagai varietas, kini mulai menebangi pohon kopi mereka dan memilih budidaya hortikultura seperti cabai dan sayur-mayur.
Kebun-kebun kopi yang mulai ditebangi petani tampak di Dusun Sigiring-giring Lombang, Desa Pahae Aek Sagala sampai ke Desa Ramba Sihasur. Tanaman kopi yang biasanya membentang di pinggir jalan lintas Desa Pahae Aek Sagala menuju Dessa Ramba Sihasur sudah mulai ditebangi pemiliknya, diganti dengan tanaman cabai.
Kondisi serupa juga tampak di Desa Sampean, Di jalan desa yang menghubungkan Desa Sampaean dengan Desa ramba Sihasur, tidak banyak lagi kebun kopi. Lokasi budidaya kopi Arabika yang biasanya membentang sepanjang kiri dan kanan ruas jalan tersebut, kini telah berubah menjadi areal budidaya cabai.
Kondisi serupa juga tampak di sepanjang jalan menuju Desa Bulu Mario. Para petani kopi Arabika yang membuka lahan di kiri dan kanan jalan itu, kini tidak tampak lagi lahan budidaya kopinya. Areal kebun kopi sudah ditebangi dan diganti dengan tanaman hortikultura. *
Posting Komentar