Penulis: Bahri Syamsul | Editor: Budi Hutasuhut
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai kualitas belanja daerah masih belum fokus dan efisien, karena pola eksekusi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) cenderung masih business as usual sehingga dampak program dan kegiatan pemerintah daerah sangat minim bagi masyarakat.
"Kebiasaan buruk pemerintah daerah selalu mempercepat belanja pada penghujung tahun agar realisasi anggaran lebih tinggi, tetapi eksekusinya tidak berkualitas," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 7 Desember 2021, seusai Rapat Paripurna DPR terkait Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD).
Menurut Sri Mulyani, perilaku pemerintah daerah tersebut bukan hanya membebani fiskal, tetapi juga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.
"Desentralisasi fiskal yang belum optimal menjadi salah satu dasar pemerintah mendorong UU HKPD. Salah satu masalah yang menjadi sorotannya adalah kualitas belanja pemerintah daerah yang buruk, padahal alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) naik pesat dari Rp523 triliun pada 2013 menjadi Rp795 triliun pada 2021," katanya.
Dia menyebut, ada 29.623 jenis program dan 263.135 jenis kegiatan pemerintah pada akhir tahun 2021, tetapi dampaknya minim bagi masyarakat.
"Ada program dan kegiatan pemerintah daerah yang tidak dirasakan oleh masyarakat," kata Sri Mulyani.
Menurutnya, APBD merupakan instrumen penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dari pemerintah daerah. Selain itu, APBD pun dapat membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tetapi sayangnya belanja anggaran kerap kurang berpengaruh bagi masyarakat. *
Posting Komentar