Ekspedisi Haminjon ke Cagar Alam Sipirok

Forum Pemuda Peduli Sipirok Narobi (FPPSN), sebuah aliansi sejumlah organisasi pemuda yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, bekerja sama dengan Simbora Institute, Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Tapanuli Selatan, menggelar Ekspedisi Hutan Haminjon selama tiga hari, 25, 26, dan 27 Januari 2021 ke kawasan Cagar Alam Sipirok dan Situs Arkeologi Hopong.
Tulisan berikut disajikan Budi Hatees, salah seorang penggagas Ekspedisi Hutan Haminjon, sebagai hasil dari ekspedisi tersebut.

Sebuah truk berhenti di Desa Ramba Sihasur, 19 km dari pusat Kota Sipirok ke arah Barat. Hujan lebat menyambut truk saat menurunkan 14 penumpang. Mereka rombongan Ekspedisi Hutan Haminjon 2021, terdiri dari masyarakat umum, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, dan aktivis kelompok pencinta alam.

Ekspedisi Hutan Haminjon ditaja Forum Pemuda Peduli Sipirok Narobi (FPPSN) bekerja sama dengan Simbora Institut (Pusat Kajian Budaya dan Sejarah Tapanuli Selatan), digelar selama tiga hari; 25, 26, dan 27 Januari 2021.

"Tujuannya untuk menelusuri jejak sejarah tombak (hutanraya) haminjon, tradisi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Cagar Alam Sipirok," kata Indra Muda siregar, ketua FPPSN. "Tradisi tombak haminjon merupakan kearifan budaya leluhur dalam menjaga kelestarian hutan, tapi tradisi ini telah lama ditinggalkan karena harga komoditas haminjon sangat rendah akibat dipermainkan para pedagang pengumpul."

Desa Ramba Sihasur memiliki topografi berbukit-bukit, dibelah dua oleh jalan desa. Rumah-rumah penduduk berdiri di kiri dan kanan jalan desa. Desa ini berbatasan langsung dengan CAS II -- istilah ini CAS II dipakai untuk membedakannya dengan Cagar Alam Sibualbuali (CAS I). Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani.

Bila tiba hari pasar (Kamis), mereka akan pergi ke Kelurahan Pasar Sipirok untuk menjual hasil panen dan membelanjakan hasil penjualan itu untuk kebutuhan hidup selama sepekan. Truk menjadi satu-satunya sarana transportasi umum, tapi hanya ada pada hari pasar. Saat truk yang membawa rombongan eksedisi datang, Senin, 25 Januari 2021, sekitar pukul 15.00 Wib, bukan pada hari pasar.

Itu sebabnya, kehadiran truk menyita perhatian masyarakat. Mereka keluar dari rumah untuk memastikan siapa yang datang. Beberapa orang mendekati rombongan. Salah seorang warga, Amin Siregar (32), bertubuh kurus, datang dan menanyakan apa tujuan rombongan.

Abdi Tigor Nainggolan, warga Dusun Purbasinomba, Desa Marsada, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, salah satu anggota rombongan ekspedisi. Dia punya pergaulan yang luas di lingkungan masyarakat Kecamatan Sipirok, dan mengenali warga Desa Ramba Sihasur secara pribadi. Dia memberi penjelasan tentang rencana rombongan yang bermaksud melintasi kawasan CAS II untuk sampai di Dusun Hopong, Desa Dolok Sanggul, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara.

Amin Siregar mengingatkan bahwa jalur tersebut rawan karena melintasi kawasan hutan yang jarang dimasuki manusia. "Kalau berangkat sekarang, Kalian akan kemalaman di dalam hutan," katanya.

Abdi Tigor Nainggolan menjelaskan bahwa rombongan membawa perlengkapan untuk kamping, karena tujuan kegiatan untuk menyusuri kawasan CAS ii guna menemukan jejak-jejak sejarah budidaya haminjon. Masyarakat menjelaskan, kebun haminjon sudah tidak ada lagi di dalam kawasan, tetapi di beberapa tempat bisa ditemukan bekas tombak haminjon.

"Itulah yang ingin kami temukan," kata Abdi Tigor Nainggolan sambil mengajak warga ikut mendampingi perjalanan Tim Ekspedisi Hutan Haminjon 2021.

Amin Siregar bersedia ikut, dan dia mengajak salah seorang temannya. Kedua warga Desa Ramba Sihasur itu ikut bergabung sebagai bagian dari Tim Ekspedisi Hutan Haminjon.

Pingky Alamsyah seorang aktivis lingkungan hidup, mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UMTS), memimpin rombongan ekspedisi. Dia berkali-kali keluar-masuk kawasan hutan konservasi yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, tapi dia belum pernah masuk kawasan CAS II. Ketika FPPSN dan Simbora Institute mengumumkan akan menggelar ekspedisi ke CAS II, dia tertarik untuk ikut. Panitia pun mengajaknya dan memintanya memimpin ekspedisi tersebut.

Pukul 15.30 Wib, tim Ekspedisi Hutan Haminjon berangkat menuju kawasan CAS II dengan berjalan kaki, melintasi jalur pesawahan. Menempuh perjalanan sekitar 25 menit berjalan kaki, rombongan akhirnya tiba di pinggir kawasan. 

Saat memasuki kawasan CAS II, Dian MS Siregar mengingatkan pada  peristiwa yang terjadi 23 November 2020. Saat itu Balai Besar KSDA (BBKSDA) Sumatera Utara, Bidang KSDA Wilayah III Padang Sidimpuan, bersama Tim YOSL-OIC (Yayasan Orangutan Sumatera Lestari/YOSL dan Orangutan Information Center/OIC) melepasliarkan orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) ke habitatnya di dalam CAS II.

Dian MS Siregar aktivis lingkungan yang juga mahasiswa Program Studi Binsis di Fakultas Pertanian, Universitas Graha Nusantara (UGN). Dia mengatakan, CAS II merupakan habitat orangutan. Dalam catatan tentang kawasan Ekosistem Hutan Batangtoru, kawasan CAS II termasuk blok Selatan Ekosistem Hutan Batangtoru. Di blok Selatan ini, ada 162 individu orangutan.  

Tahun 2020 lalu Dian MS Siregar terpilih sebagai mahasiswa UGN yang ikut dalam program pelatihan pengenalan habitat orangutan yang digelar Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), sebuah non-goverment organization yang menaruh perhatian terhadap pelestarian  orangutan, di Sibolangit. Mendapat bekal mengenali dan memahami habitus orangutan di kawasan dari pelatihan itu, Dian MS Siregar banyak memperhatikan keberadaan orangutan Tapanuli. Dia juga mengikuti tiap peristiwa berkaitan dengan orangutan, termasuk pelepasliaran orangutan yang tidak banyak diketahui masyarakat.

"Di mana lokasi atau titik orangutan dilepasliarkan?" tanya Dian MS Siregar.

Amin Siregar mengaku tidak tahu soal pelepasliaran orangutan itu. Mereka, bahkan, tidak pernah lagi melihat orangutan di dalam kawasan dalam lima tahun terakhir. Tapi, beberapa hari lalu, ada empat orang yang mengaku peneliti orangutan datang dan menginap di Desa Ramba Sihasur.

Para peneliti itu berasal dari Kota Padang Sidimpuan, mengaku bekerja untuk Bidang KSDA Wilayah III Padang Sidimpuan, dan mereka meminta warga sebagai penunjuk jalan ke dalam kawasan.

"Mereka mengaku meneliti orangutan," kata Amin Siregar, salah seorang penunjuk jalan yang mendampingi para peneliti orangutan. Dia mengaku, para peneliti itu memberitahu soal pelepasliaran orangutan di dalam kawasan CAS II, dan para peneliti bermaksud mengikuti jejak kawanan orangutan untuk mengetahui posisi persis hewan yang dalam lima tahun terakhir banyak mengundang perhatian dunia itu.

"Mereka empat hari keluar masuk kawasan dan menginap di rumah salah seorang warga Desa Ramba Sihasur," katanya.

Pada hari terakhir, para peneliti itu memilih keluar dari dalam kawasan  melalui Kecamatan Arse, dan sejak itu Amin Siregar tidak pernah lagi berinteraksi dengan mereka.

"Saya belum pernah bertemu langsung dengan orangutan di dalam kawasan," kata Amin Siregar.

"Siapa yang pernah bertemu orangutan di dalam kawasan?" tanya Pingky Alamsyah. (Bersambung ke   Bagian 2: Lahan Berburu Burung Langka)


alt gambar
Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes