![]() |
Air Terjun Sisoma di dalam Kawasan Lubuk Raya |
Pemerintah daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan membangun jalan menuju Air Terjun Sisoma yang berada di dalam kawasan Suaka Alam Dolok Lubuk Raya sebelah Barat, tepat di Kecamatan Marancar. Jalan sepanjang sekitar 2 km itu terbengkalai, dan kini menjadi pintu masuk yang lebar bagi banyak kalangan untuk mengeksploitasi kawasan hutan yang menjadi bagian dari Ekosistem Batangtoru tersebut.
Sepuluh tahun lalu, sejatinya jalan yang saya lalui ini adalah hutan hujan tropika dengan tegakan yang rapat. Berbagai jenis pohon tumbuh menjulang ke langit, di mana kawanan Enggang (Buceros bicornis) hinggap, dan Siamang (Hylobatus indactylus) berloncatan. Di lantai dasar hutan, rumpun arsam merimbun bersama pakis-pakisan, di sela-sela batangnya tumbuh anggrek tanah yang paling diburu para kolektor seperti Corybas dan Paphiopedilum atau anggrek sepatu dewi bisa dijumpai dengan mudah.
Jalan ini selebar 4 meter, belum bisa disebut jalan, hanya bekas kerukan eksavator. Panjangnya sekitar dua kilometer, melengkung dan melingkar mengikuti kontur tanah, berakhir di Air Terjun Sisoma. Di kiri dan kanan jalan, tampak batang-batang pohon berdiameter setengah meter sampai dua meter yang sudah tumbang. Tunggul-tunggul kayu di mana-mana, bekas penggergajian berserakan bersama hamparan dahan dan ranting yang patah. Kondisinya begitu kacau, mirip sebuah kawasan yang belum lama dihantam badai besar.
Pada beberapa titik, ada genangan air yang menyebabkan tanah melembek. Genangan air itu berasal dari mata air, yang kemudian membentuk aliran air berupa sungai-sungai kecil. Titik-titik genangan air ini membentuk parit yang lebar, mesti diberi gorong-gorong atau malah jembatan jika diniatkan untuk dilalaui kendaraan.
Persimpangan menuju jalan ini ada di jalan lingkar Kecamatan Marancar, sekitar 1 km dari Kelurahan Marancar Godang, ibu kota Kecamatan Marancar. Persis di samping jembatan Marancar Godang, ada persimpangan yang sebelumnya merupakan jalan berfondasi telfrord, berupa susunan batu-batu besar. Jalan ini sudah tak terawat, menyempit karena belukar di kiri kanan tumbuh ke badan jalan. Sekitar 500 meter memasuki persimpangan tersebut, akan terlihat bekas pengerukan yang merupakan rencana jalan menuju Air Terjun Sisoma.
"Sudah setahun jalan ini tidak pernah lagi diperbaiki," kata Hasanuddin. Warga Maratcar Godang ini berkebun di pinggir kawasan SA Dolok Lubuk Raya. Dia sempat merasa senang karena pemerintah akan membangun jalan, sehingga dia bisa berkendaraan jika hendak ke kebunnya. Tapi, ternyata, jalan ini tidak kunjung selesai. Kesannya, program yang dibiayai uang rakyat itu ditelantarkan, seakan-akan perencanaannya tidak matang, sehingga output yang diharapkan tidak tercapai.
Jalan yang membelah kawasan SA Dolok Lubuk Raya ini kini menjadi pintu gerbang untuk memasuki kawasan hutan yang dilindungi berdasarkan keputusan Menteri Kehutan Republik Indonedia Nomor 44/Menhutt-II/2005 tanggal 16 Pebruari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinasi Sumatera Uara dengan luas ±3.050 ha. Dari pintu ini siapa saja bisa masuk dengan mudah ke dalam kawasan untuk merambah, mengekploitasi seluruh isinya.
*
"Antara kawasan hutan Suaka Alam Dolok Lubuk Raya dengan tanah pribadi kini tak bisa dibedakan," kata Rustam Siregar, warga Desa Marancar Godang, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan. Dia seorang petani penderes nira aren. Saya berjumpa dengan dia di dalam kawasan Suaka Alam Dolok Lubuk Raya sebelah Barat, tepatnya di sekitar wilayah Kecamatan Marancar.
Dua tahun lalu Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan berencana mengembangkan destinasi Air Terjun Sisoma, mungkin membayangkan ada pendapatan asli daerah (PAD) dari retribusi kunjungan wisatawan. Pemerintah daerah kemudian membangun jalan menuju lokasi Air Terjun Sisoma, membelah kawasan hutan SA Dolok Lubuk Raya, menebangi tegakan-tegakan pohon, mengeruk tanah, dan membelah bukit yang memutus siklus mata air.
Tidak ada yang tahu bagaimana bisa pemerintah daerah leluasa merusak SA Dolok Lubuk Raya, menghancurkan titik pusat mata air bagi sungai yang menjadi sumber pengairan lahan pesawahan di Kecamatan Marancar. Jalan sepanjang 1 km itu tak kunjung diselesaikan, mangkrak, dan tidak terpakai. Bekas bukit yang dikeruk dan dibelah dengan eksavator menjelma jadi tanah merah yang digeenangi air.
"Ada dua jalan yang dibuka menuju Air Terjun Sisoma, tapi dua-duanya gagal dikerjakan. Sementara Air Terjun Sisoma tak lagi dirawat dan sudah menyemak." Rustam Siregar bicara sambil mengikis kulit luar beberapa batang bambu. Bambu itu dia ambil dari dalam kawasan, dan dia merasa rumpun bambu itu tumbuh di tanah warisan leluhurnya. Di tanah yang dia maksudkan itulah lokasi Air Terjun Sisoma.
Air Terjun Sisoma memiliki ketinggian sekitar 20 meter, suhu udara di sekitarnya sangat dingin. Air itu bersumber dari sungai kecil di atasnya. Air jatuh dan merembes ke dinding batu yang ditumbuhi berbagai jenis lumut dan pakir-pakisan. Tempat jatuhan air membentuk waduk selebar 20 x 6 meter dengan kedalam 2-5 m. Permukaan waduk itu dipenuhi potongan-potongan kayu, sampah dedaunan, dan batu-batu besar yang berlumut. Siapa saja harus ekstra hati-hati, karena lumut licin dapat membahayakan para pengunjung.
Di sekitar Air Terjun Sisoma, tegakan pohon sudah jarang karena ditebangi. Beberap batang pohon tinggal tunggul, dan potongan-potongan kayu bekas penggergajian berserak di mana-mana. Di beberapa bagian, ada bekas tungku pembakaran, dan bekas pemasangan tenda para pecinta alam. Sampah pelastik terlihat di beberapa tempat.
"Banyak pengunjung yang datang ke tempat ini," Rustam Siregar mengisahkan, "para pengunjung Air Terjun Sisoma lebih banyak kalangan anak muda. Mereka datang berkelompok, sekadar menikmati pemandangan lalu pergi, dan ada juga yang sengaja berkemah. Tapi dulu, dua tahun lalu, sejak dua tahun belakangan, tidak ada lagi pengunjung. Mungkin ketiadaan pengunjung ini yang menyebabkan pemerintah batal menyelesaikan pembangunan jalan menuju Air Terjun Sisoma."
Dia bicara sambil terus mengikis kulit bambu. Bambu itu akan dia ubah menjadi gerigit, tabung penampung nira aren hasil sadapan. Para penderes menggunakan gerigit secara turun-temurun. Di dalam kawasan itu, pohon aren tumbuh subur tanpa dibudidayakan, masyarakat menderes niranya untuk diolah menjadi gula aren. Harga gula aren kini Rp17.000 per kg di tingkat pedagang pengumpul, di tingkat konsumen Rp20.000 per kg, atau lebih tinggi dari harga gula pasir.
Meskipun tak pernah menanam aren, dia mengaku menderes dua belas batang aren di dalam kawasan SA Dolok Lubuk Raya. Pohon-pohon aren itu tumbuh secara alami di dalam kawasan hutan. Dia harus menderes aren-aren itu tiap pagi dan sore agar tetap berair. Pekerjaan itu sudah dilakoninya sejak lama, menjadi mata pencaharian utamanya untuk menghidupi istri dan dua anaknya yang masih sekolah di Sekolah dasar.
Selain pohon aren, masih banyak isi kawasan SA Dolok Lubuk Raya yang dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahan pangan, obat-obatan, kayu bakar, perlengkapan kegiatan adat, pakan ternak, tanaman hias, dan kegunaan lainnya. Secara etnobotani, SA Dolok Lubuk Raya memberi banyak manfaat bagi masyarakat di Kecamatan Marancar, dan sebaliknya masyarakat menyadari hal itu sehingga mereka selalu berusaha untuk menjaga kelestariannya. Tapi, hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan antara manusia dengan SA Dolok Lubuk Raya tak akan bertahan lama. Manusia terus berkembang, kebutuhan hidup bertambah banyak, dan SA Dolok Lubuk Raya dieksploitasi hingga seluruh isinya tak bersisah.
Eksploitasi besar-besaran itu sebetulnya sudah terjadi. Sejak detik pertama saya memasuki kawasan SA Dolok Lubuk Raya, suara mesin gergaji tidak pernah berhenti. Suara itu datang dari berbagai arah mata angin, seakan-akan sahut-bersahutan. Tak jauh dari kawasan Air Terjun Sisoma, ada sekelompok orang sedang menebang pohon Hoting (Quercus sp) berdiameter satu meter. Di sekitar mereka, puluhan pohon berbagai jenis sudah rubuh, membentang sejauh mata memandang.
"Kami hanya menjalankan tugas. Yang punya lahan ini ingin membuka kebun kopi," kata Bahri Dalimunte. Dia dipekerjakan oleh seseorang yang mengaku sebagai pemilik lima hektare lahan di dalam kawasan SA Dolok Lubuk Raya sebelah Barat itu, dan akan mengembangkannya menjadi lahan budidaya kopi arabika. Lahan itu tepat di pinggir rencana pembukaan jalan menuju Air Terjun Sisoma. Dia melanjutkan, "Semua lahan di daerah ini sudah ada pemiliknya," tambah Bahri Dalimunthe.
*
AWAL Januari 2020, seorang aktivis lingkungan hidup dari Darwin, Australia, menghubungi saya lewat pos el dan mengabarkan rencananya mau melakukan pengamatan terhadap Orangutan Sumatra (Pongo abelii sumatrae) di Kawasan Ekosistenm Hutan Batangtoru. Dia seorang volunteer di lembaga lingkungan asing, juga bekerja sebagai jurnalis pada salah satu media lingkungan hidup.
Dalam pos el, dia mengaku ingin mengumpulkan informasi perihal perilaku berkelompok kawanan Orangutan Sumatra di Kawasan Ekosistem Batangtoru. Tapi, dia lebih menyukai jika saya mau menunjukkan kawasan Orangutan Sumatra lain, di luar kawanan Orangutan Sumatra yang pernah diteliti aktivis lingkungan hidup selama ini.
Percakapan dengan aktivis lingkungan ini membawa ingatan saya pada Imron Pasaribu. Kepala Desa Sitaratoit, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, ini bercerita tentang sekawanan Orangutan Sumatra di SA Dolok Lubuk Raya bagian Timur, tepat di atas Desa Sitaratoit. Kawanan Orangutan Sumatra itu tak ada kaitannya dengan kawanan Orangutan Sumatra di Ekosistem Batangtoru, meskipun SA Dolok Lubuk Raya termasuk ke dalam wilayah Ekosistem Batangtoru. Akibat pembangunan infrastruktur jalan raya dan munculnya sejumlah perkampungan, membuat SA Dolok Lubuk Raya terputus dengan Ekosistem Batangtoru. Dengan sendirinya, semua jenis fauna yang hidup di dalam SA Dolok Lubuk Raya tidak punya hubungan lagi dengan fauna yang hidup di Ekosistem Batangtoru seperti di Cagar Alam Dolok Sibualbuali.
Imron Pasaribu bercerita, warga desanya yang berkebun di SA Dolok Lubuk Raya sering bertemu dengan kawanan Orangutan Sumatra. Masyarakat menyebut fauna ini dengan nama "Si Juhut Bottar" (daging putih), dan mereka tidak akan pernah mengusik kehidupan Orangutan Sumatra.
"Warga Sitaratoit banyak yang berkebun di Lubuk Raya, tapi tidak ada yang pernah mengeluh tanaman budidayanya diganggu Orangutan. Habitat Orangutan jauh di bagian puncak Lubuk Raya, sementara warga berkebun di lereng Lubuk Raya."
Saya menyampaikan informasi soal kawanan Orangutan Sumatra di SA Dolok Lubuk Raya di sebelah Timur, dan kawan aktivis lingkungan itu tertarik untuk mengumpulkan informasi lebih banyak. Tapi, akhir Feberuari 2020, dia menghubungi saya dan menyampaikan pembatalan rencana datang karena pandemi virus corona (covid-19). Saya agak kecewa tapi tetap meniatkan akan pergi ke SA Dolok Lubuk Raya. Kebetulan, salah seorang aktivis Kelompok Pencinta Alam (KPA) Forester Tabagsel baru pulang dari SA Dolok Lubuk Raya untuk melakukan survei jalur lintas alam.
KPA Forester sebuah lembaga lingkungan nirlaba yang digerakkan kalangan anak muda (mahasiswa) dengan salah satu kegiatan tahunan berupa lintas alam untuk pemperkenalkan kawasan hutan yang ada di regional Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel) kepada para pecinta alam se-Indonesia. Tahun 2020 ini, kegiatan lintas alam KPA Forester Tabagsel sedianya digelar April 2020 lalu, tetapi ditunda untuk jangka waktu belum ditentukan karena pandemi Covid-19.
Berbekal informasi dari KPA Forester Tabagsel, saya mengetahui ada jalur masuk ke SA Dolok Lubuk Raya melalui Desa Marancar Godang, Kecamatan Marancar. Dari KPA Forester Tabagsel saya dapat informasi perihal jalan baru yang dibangun di dalam kawasan SA Dolok Lubuk Raya
"Entah mendapat izin dari siapa pemerintah daerah membangun jalan raya di dalam kawasan," kata Pinky Alamsyah, koordinator survei jalur KPA Forester Tabagsel.
Pinky Alamsyah menceritakan, saat melakukan survei jalur ke dalam kawasan SA Dolok Lubuk Raya sebelah Barat, KPA Forester Tabagsel menemukan banyak bekas pembalakan liar. Pohon-pohon besar ditebangi dan dibiarkan begitu saja. "Setelah mengambil kayu, mereka membiarkan bekas penebangan berserakan di dalam hutan," katanya.
Informasi dari KPA Forester Tabagsel ini tidak keliru. Saat saya memasuki kawasan SA Dolok Lubuk Raya, terlihat kawasan itu telah rusak parah. Jumlah tegakan pohon sangat minim. Padahal, SA Dolok Lubuk Raya salah satu kawasan hutan yang menjadi wilayah pengelolaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara. Sebelum tahun 2005, kawasan ini dikenal sebagai Register 2 Dolok Lubuk Raya dan pada tahun 1982 telah diakui sebagai kawasan hutan melalui Tata Guna Kesepakatan (THGK).
Keadaan kawasan hutan SA Dolok Lubuk Raya (Reg.2) belum dilakukan tata batas, secara geografis terletak diantara 01o 27’ sampai dengan 01o 30’ Lintang Utara dan 99o 09’ sampai dengan 990 14’ Bujur Timur. Menurut pembagian Wilayah Aministrasi pemerintah terletak di wilayah 3 kecamatan yaitu Kecamatan Marancar, Kecamatan Angkola Barat (Kabupaten Tapanuli Selatan), dan Kecamatan Padang Sidempuan Timur (Kota Padang Sidempuan). Sedangkan menurut pembagian wilayah berada di bawah pengelolaan Seksi Konservasi Wilayah VI Bidang KSDA Wilayah III Padangsidimpuan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara.
Kawasan SA Dolok Lubuk Raya masuk ke dalam tipe hutan hujan tropika pegunungan yang tegakannya didominasi Hoting (Quercus sp), Medang (Litsea sp), Meranti (Shorea sp), Haun Dolok (Eugenis sp), Tusam (Pinus merkusii), Simartolu (Schima walichii), dan Meranti bunga (Shorea arabica). Jenis tumbuhan bawah didominasi arsam, kirunyuh, bambu, dan pakis-pakisan dari tipe vegetasi hutan hujan dataran rendah yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan. Selain itu, bisa ditemukan Anturmangan (Casuarina sumatrana), Sampinur bunga (Podocarpus imbricatus), Sampinur Tali (Dacridium junghunii), Meranti (family Dipterocarpus), Kayu Manis (Cinnamomum burmanii), Cemara Hutan dan jenis-jenis rotan.
Fauna di kawasan ini seperti Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), Orang Utan Sumatra (Pongo abelii sumatrae), Tapir (Tapirus indicus), Rusa (Cervux unicolor), Kijang (Muntiacus muntjak), Owa (Hylobates sp), Kancil (Tragulus napu), Beruang (Helarctos malayanus), Trenggiling (Manis javanica), Babi Hutan (Sus vittatus), Kera (Mocaca fassicularis), Siamang (Hylobatus indactylus), Kancil (Tragulus javanicus) dan lainnya.
Jenis burung antara lain Enggang (Buceros bicornis), Elang, Punai, dan Trocok, Burung Hantu lain sebagainya. Sebagai bagian dari kawasan hutan DAS Batang Toru, SA. Lubuk Raya memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan merupakan salah satu habitat alami Orangutan Sumatera. Kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan kawasan, terutama dalam pemanfaatannya adalah kegiatan pembuatan gula aren yang kayu bakar dan niranya berasal dari dalam kawasan, perburuan satwa dan tumbuhan liar dan lain sebagainya.
Potensi SA Dolok Lubuk Raya telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan berpotensi dikembangkan oleh masyarakat, antara lain perlindungan siklus hidrologi bagi persawahan di Kecamatan Marancar dan Angkola Timur, hulu/daerah tangkapan air bagi daerah Angkola, termasuk di dalamnya Kota Padang Sidempuan dan sumber plasma nutfah sebagai bahan obat dan pemanfaatan Hasil Hutan Nonkayu.
*
SAYA sudah berkali-kali ke SA Dolok Lubuk Raya, melewati jalur dari Desa Sitaratoit, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan. Sepanjang melintasi jalur ini, gambaran tentang kawasan hutan hujan tropika pegunungan yang kaya akan flora dan fauna segera sirna, karena yang saya temukan bentangan tanaman budidaya berupa salak, kopi, kulit manis, sayur-mayur, alpukat, dan berbagai jenis buah-buahan.
"Sebagian besar kawasan sudah berubah jadi lahan pertanian. Kondisi ini sudah berlangsung secara turun-temurun," kata Imron Pasaribu.
Desa Sitaratoit tepat di kaki SA Dolok Lubuk Raya. Puncak gunung terlihat jelas, terdiri dari tiga punuk yang bersambungan antar satu dengan lainnya layaknya kawasan bukit barisan. Persambungan antar puncak yang satu ke puncak lainnya dihubungkan tebing dan ngarai yang curam. Di puncak-puncak itulah habitan Orangutan Sumatra membentuk siklus mencari makan, berpindah-pindah mengikuti musim berbuah tanaman di kawasan hutan.
Kawanan Orangutan di SA Dolok Lubuk Raya terpisah dari kawanan Orangutan di kawasan hutan lainnya, karena adanya pembangunan infrastruktur jalan lingkar yang membuat kawasan hutan SA Dolok Lubuk Raya mirip sebuah pulau kecil di samudera. Di pulau kecil ini, Orangutan terkurung dan menjadi kelompok yang tidak berkaitan dengan kelompok Orangutan lainnya.
"Bagian puncak-puncak SA Dolok Lubuk Raya masih asri, tapi tidak ada yang bisa menjamin akan selalu terjaga kelestariannya," kata Imron Pasaribu. "Kami tidak punya wewenang untuk mengelola kawasan itu, hanya BKSDA yang berwenang."
Minimal sekali dalam sebulan, Desa Sitaratoit akan didatangi para aktivis lingkungan dan pencinta alam yang hendak mendaki ke puncak SA Dolok Lubuk Raya. Namun, warga Desa Sitaratoit biasanya hanya bisa menasehati agar mereka berhati-hati saat di dalam hutan dan menjaga kelestarian lingkungan hutan.
"Kami ingin mengubah SA Dolok Lubuk Raya ini jadi destinasi wisata khusus bagi para pecinta alam, tapi warga khawatir izin untuk kegiatan akan sulit diperoleh," kata Imron Pasaribu. Dia yakin, jika kewenangan itu diberikan kepada warga Desa Sitaratoit, niscaya kelestarian SA Dolok Lubuk Raya akan terjaga. Dia sudah pernah mencoba mendapatkan izin mengelola, tetapi terbentur kebijakan pengelolaan SA Dolok Lubuk Raya yang berstatus suaka alam yang dipersiapkan menjadi daerah tangkapan air bagi masyarakat yang tinggal di lembah dan kaki Dolok Lubuk Raya.
Masyarakat akhirnya hanya bisa memanfaatkan lahan di SA Dolok Lubuk Raya untuk bercocok-tanam. Hampir semua warga Desa Sitaratoit yang jumlahnya 300 keluarga memiliki keterkaitan dengan lahan di SA Dolok Lubuk Raya. Kalau bukan sebagai petani penggarap kebun tanaman keras dan sayur-mayur, pastilah orang-orang yang mencari kayu bakar atau sekali-sekali berburu.
"Kami sudah membangun jalan rabat beton ke wilayah SA Dolok Lubuk Raya sebagai jalan ekonomi untuk memudahkan masyarakat ke tempat usaha mereka. Desa kami terkenal sebagai sentra produksi salak, kopi, dan sayur-mayur," kata dia.
Penulis: Budi Hutasuhut
Editor: Efry Nasaktion
Posting Komentar